webnovel

Di Restauran Dimsum

"Sayangku.. Ayo kemari Yang!! Ayo kita pergi makan!!" teriak Pak Jatmiko memanggilku sembari berdiri di samping mobil bmw serie 7 warna hitamnya saat melihatku keluar dari masjid.

"Baik pak" ujarku sembari bergegas berlari kecil menuju mobil kami yang terparkir kira- kira 150 meter dari pintu mesjid.

"Jangan panggil pak dong sayang, kita kan sudah resmi menjadi suami istri. Panggil sayang atau mas atau suamiku begitu" ujar Pak Jatmiko saat aku sudah didepannya.

"Ehem.. iya pak.. Eh.. Suamiku" ujarku padanya.

"Nah hayo.. Hampir salah lagi kan?" ujarnya sembari tersenyum.

"Iya suamiku, maaf, aku belum terbiasa" ujarku sembari menunduk malu.

"Hahahahaha.. Desi.. Desi.. Kamu ini memang lucu, oke lah ngga apa- apa. Ayo masuk ke mobil, keluarga kita semua sudah menunggu di restoran untuk makan bersama keluarga" kata Pak Jatmiko sembari tertawa mengajakku masuk ke kursi penumpang bersamanya.

"Baik suamiku" ujarnya sembari masuk ke dalam mobil.

"Oh iya sayangku, aku kemarin sudah bilang ke dewan direksi, setelah kita menikah, maka aku akan menjadikanmu sebagai wakil direktur, sekaligus memberikan tiga puluh persen dari 70 persen saham yang saya miliki menjadi milikmu, sehingga kamu menjadi pemegang saham terbesar setelah diriku." ujarnya kepadaku sembari menggenggam tanganku dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.

Aku terdiam mendengarnya.. Dalam waktu sehari, aku yang sebulan pendapatannya saja tidak sampai 3 juta, dalam sekejap berubah menjadi milyader.. Saham perusahaan sebesar 21% itu senilai sepuluh milyar lebih.. Jangankan sepuluh milyar, memang uang sejumlah 1 milyar saja aku belum pernah sentuh seumur hidupku.. Tapi persis setelah aku berubah status dari seorang perempuan 'single' menjadi istri orang, aku mendadak milyader.

"Aaa.. Paa.. Akkuuu.. Paaa.. pa.. pantasss me.. me..megang sa.. sa.. saham sebesar itu Suamiku?" tanyaku gugup setelah berusaha mencerna kegilaan perubahan drastis tiba- tiba nasibku ini.

"Ya pantas dong.. Kamu istri sahku.. Sudah sewajarnya kamu aku berikan saham.. Dan Anggap gaji bulananmu sebagai wadir sebagai nafkah bulanan dariku. Kamu ga usa masuk kantor pun tetap digaji" ujar Jatmiko menjelaskan.

"Tapi.." ujarku ragu

"Ga usa tapi- tapian.. Lagian aku masi punya 5 perusahaan lainnya, dan perusahaan tempat kamu aku jadikan wadir adalah perusahaan yang paling kecil. Nanti seiring waktu, kamu akan aku tambah lagi sahamnya dari perusahaan lain" ujarnya memotong omonganku.

"Terimakasih suamiku.." ujarku karena bingung mau bicara apa lagi.

"Oh iya.. Untuk honeymoon kamu mau pilih ke mana?" tanya Jatmiko padaku

"Terserah mas saja.. Aku begini saja sudah senang.. Tidak usah buang uang terlalu banyak" ujarku yang merasa kuatir kalau aku foya- foya nanti terjebak banyak utang seperti ibuku.

"Hahaha..Ternyata aku tidak salah pilih istri. Kamu bukan tipe yang suka foya- foya, sederhana dan polos.. Hahaha" Tertawa bahagia Jatmiko mendengar jawabanku.

"Ya uda.. Gini saja.. Pulau yang belum pernah kamu singgahi ke pulau mana?" tanyanya padaku lagi.

"Aku belum pernah pergi keluar pulau Sumatera ini walau aku masi keturunan jawa.. Tapi pulau Jawa saja aku belum pernah suamiku." jawabku jujur.

"Hahaha.. Sekarang tenang saja.. Semua pulau di Indonesia pasti akan kamu kunjungi sebagai istriku.. Hahaha.. Ya sudah kalau begitu bagaimana, kamu pilih sebagai permulaan kamu mau Bali atau Pulau Komodo?" Tanya Jatmiko memberi pilihan kepadaku untuk berbulan madu.

"Hhmmmm.. Bali saja.. Aku takut reptil" ujarku memilih Bali karena aku memang tidak suka reptil.

"Ok.. Kita menginap di Vilaku di Seminyak.. Andi!! Siapkan akomodasi buat kami besok pergi, dan minta kepala pelayanan untuk merapihkan vila di Seminyak untuk kami menginap!!" ujar Jatmiko kepada Andi, assisten sekaligus pengawal pribadi yang dipekerjakan sejak kejadian Jatmiko tenggelam, yang duduk di bangku depan samping supir.

"Baik pak" ujar Andi lalu membuka hpnya untuk memesan tiket pesawat.

‐-------

Tak terasa perjalanan setengah jam yang kami lalui telah sampai ke tujuan. Restauran Dimsum paling terkenal di kota kami sudah dipesan 1 restauran penuh hanya untuk saya, suami, keluarga kami, pemegang saham, relasi dan pejabat daerah maupun pusat yang datang untuk merayakan pernikahan kami.

"Terimakasih kepada bapak ibu dan saudara sekalian yang menyempatkan diri hadir dalam acara makan pernikahan kami yang diadakan secara sederhana sesuai permintaan istri saya. Tak lupa saya ucapkan banyak terimakasih dan hormat kepada yang terhormat bapak menteri ekonomi, yang terhormat bapak menteri perindustrian dan yang terhormat bapak gubernur atas kesediaannya menghadiri undangan kami. Mari kita bersulang. Cheers!!" ujar Jatmiko membuka acara makan- makan setelah akad kami.

"Cheers!!" seru para undangan bersama- sama.

Aku yang mengira bahwa makan- makan siang itu hanya sederhana dan ala kadarnya menjadi canggung dan gugup karena rupanya yang hadir bukan hanya keluarga melainkan pejabat- pejabat dan mereka duduk semeja denganku dan Pak Jatmiko. Berada semeja dengan pejabat pusat untuk pertama kali jelas membuatku merasa minder dan tidak layak selain ada perasaan senang dan bangga disisi lain. Tapi keadaan itu membuatku memilih diam karena takut salah bicara dan membuat malu Pak Jatmiko yang sudah menjadi suamiku.

"Sayang.. Kamu temani bapak menteri ekonomi, bapak menteri perindustrian dan pak Gubernur berbincang- bincang dahulu ya.. Saya mau angkat telepon dari karyawan kita, takutnya ada yang penting" ujar Pak Jatmiko padaku sembari mengeluarkan iphone pro maxnya yang terlihat bergetar.

Aku diam sembari menganggukkan kepalaku tanda bahwa aku meng-iyakan permintaan suamiku itu.

"Bapak- bapak yang terhormat, mohon maaf saya tinggal sebentar, saya ada telepon penting dari perusahaan di Bali" ujar Jatmiko sembari menunduk 30 derajat seakan memberi hormat kepada para pejabat sebelum berjalan meninggalkan mereka.

"Silahkan pak Miko.. Santai saja, tidak usah terlalu formal" ujar pak Menteri ekonomi.

"Iya pak, kita kan sudah lama saling kenal kenapa kaku sekali, hahahaha" ujar pak Menteri Perindustrian menambahkan.

"Baik bapak- bapak kalau begitu, permisi" ujar Jatmiko sembari memencet tombol menerima di handphonenya.

Para pejabat- pejabat itu lalu melanjutkan obrolan mereka, sedangkan aku hanya diam mendengarkan karena apa yang mereka omongkan lebih ke arah politik dan aku tidak terlalu paham dan mengerti tentang itu. Aku lalu mengalihkan pandangan mencari Pak Jatmiko, suamiku, dimana ia berada yang rupanya berada diruangan private yang terpisah oleh kaca- kaca pemisah dengan ruangan utama dengan tirai sengaja dibuka. Aku melihat dari ekspresinya dia sepertinya marah dan mukanya sangat merah, akan tetapi karena terhalang kaca tebal, tidak terdengar suaranya yang sepertinya sedang teriak- teriak penuh kemarahan dengan lawan bicaranya ditelepon.

Setelah hampir lima belas menit lamanya Pak Jatmiko berbicara dengan seseorang melalui ponsel canggihnya, ia menutup handphonenya, menarik nafas panjang beberapa kali, merapihkan jasnya lalu keluar ruangan itu dan berjalan ke arah kami.

"Ada masalah pak Miko?" tanya pak Gubernur kepada suamiku setelah dia sudah kembali duduk bersama kami.

"Ahhh... Bukan masalah besar.. Ayo.. Ayo.. Ditambah lagi dimsumnya pak.. Jangan sungkan- sungkan" ujar Jatmiko mengalihkan pembicaraan.