webnovel

Sosok perempuan sempurna.

Rima hanya memandangku, tak bisa berkata-kata, dia tetap duduk di pangkuan ku.

"Kamu belum laper?" Rima mendekatkan wajahnya ke wajahku, sangat dekat tepatnya, hingga keningnya menempel di kening ku.

"Aku kangen kamu" sambil aku menarik pinggangnya merapatkan tubuhnya. Rima memeluk tubuh ku. Sambil berbisik di telinga ku.

"Aku juga kangen kamu" kini tanganya masuk ke dalam boxer ku, meluruskan posisi yang tadinya miring dan keras. Pinggulnya makin maju, memposisikan pas di belahan milik mami Rima. Meski mami masih berpakaian baju piyama lengkap dengan celana super pendek berbahan tipis yang lembut. sambil pinggulnya di goyangkan menekan lebih ke dalam perlahan. Rasa hangatnya itu, memacu birahi ke seluruh tubuh ku. Ku angkat tubuhnya hingga tertidur di sofa luas ini, Kali ini aku yg menindih tubuh Rima, aku mencium bibirnya memasukan lidah ku, mami menyambut dengan tak kalah lincah, kesempatan ini ku pakai untuk melepas kancing baju mami, tangan ku otomatis meremas dan memainkan puting payudara Rima, desahan Rima tertahan, aku mencumbu lehernya dan turun ke payudaranya.

"Sssshhhh...aaaaahhh sayang" mulutku mulai menghisap menjilati dan menggigit putingnya lembut. Makin bergelinjang tubuh Rima.

"Uuuuhhh sayang, enak banget" Rima merintih, ketika aku terus merangsang payudaranya yang mulai kenyal dan puting menonjol sempurna. Tangan ku menurunkan CD dan celana pendeknya sekaligus, aku tak ingin lama mencumbunya. Mulut ku dan lidah ku mulai turun ke arah Vaginanya, tangan ku lebih dahulu yg mulai menggesek dan memainkan klitorisnya.

"Riiiooo...aaaaahhhh" saat lidahku mulai berada di vaginanya Rima, wajah Rima berubah tegang.

"Sayaaang..please, jangan di situ" Rima memohon, aku tetap menyerang menjilati dan menari di klitoris, saat ku hisap.

"Aaaahhh Rio, please sudah...sayang" Rima menatap vagina dan wajahku ada di situ, dia penasaran apa yang barusan aku lakukan dia menatap sambil merintih.

"Uuuh sayang, aku bisa keluar sekarang.." jari ku masuk mencari titik G spot nya.

"Rioooo..di apain siiiihhh..aaaaahhh" Rima menegang tubuhnya, berbarengan dengan itu, cairan hangat keluar dari lubang hangat itu, aku menjilati dan menghisap semua cairan yg keluar dari situ.

"Saaayaaaang..ampuuuun Riooo" Rima tak bisa mencegah aku melakukan persenggama dengan lidah ku. Dia hanya mengelus rambut ku.

"Sayang.. masukin aja yuuk" Rima menatap ku syahdu sambil memohon. Aku bangkit, dia langsung menyerang ku, hingga aku terlentang, Rima langsung memposisikan tubuhnya dia atas tubuh ku, dia memasukan dan asik menari dengan beringasnya seolah ingin membuat aku keluar dalam waktu cepat. Penis ku bagai di urut, kepala penis ku bagai di hisap, seolah ada cincin yang mampu menjepit, dia hanya menurun dan menaikan cincin di dalam vaginanya, penisku tak mampu bertahan lama, payudaranya bergoyang lincah, kuremas ku nikmati payudara indah milik Mami Rima. Tapi serangan pijitan itu makin menggila. Aku tak tahan.

"Mom...aku mau keluarrrr" tak kuasa Manahan pijitan nikmat vagina Mami.

"Ayo sayang... " Dan kita keluar bersamaan.

Aku di peluk erat Mami Rima, tubuhnya jatuh di pelukan ku. Kita telah mencapai klimaks bercinta bersamaan.

Masih dalam kondisi nafas tersengal-sengal mami Rima rebah di sebelahku, setelah beberapa saat setelah aku bisa menguasai udara yg masuk ke tubuhku dan otak ku, aku menghadap ke Rima, dadanya masih turun naik coba menormalkan kembali pernafasannya, aku memberi jarak agar dia lebih tenang, matanya masih terpejam. Aku memandang Rima saat ini sebagai seorang ibu, sayang ku besar ingin membahagiakan dia, ingin memberikan apa pun asal dia bahagia, hidup ku akan aku pertaruhkan demi kenyamanan dan kebahagiaan hidupnya, dia sosok perempuan yg telah berjuang untuk keluarga, meski sendiri melewati semua masalah hidupnya, aku akan selalu menemani dalam segala permasalahan yang ia hadapi.

Matanya terbuka perlahan, dan melihat ke arah ku, nafasnya sudah lebih teratur. Dia tersenyum ke arah ku. aku membalas senyumnya, tangan ku mengelus rambutnya yang tampak berantakan saking dia bersemangat menari di atas pinggang ku, keringat mengalir di wajah, di pundak, diantara payudara indahnya, lekukan tubuhnya sangat aku kagumi, payudara besar, dengan lingkar puting kecil berwarna kecoklatan, perut rata seperti terawat pola makan dan olahraganya, gundukan sempurna vagina nya yang selalu ku dambakan dan ku rindukan, tampak terawat dan di cukur rapih, menyisakan rambut berbentuk segitiga rapih di atas garis vagina, sisanya polos, membuatku bebas menjilati setiap lipatan dan lekukan miliknya.

Tiba-tiba sebuah tangan menutupi pemandangan ku, aku menatap si pemilik tangan itu. Dia tersenyum dan menggelengkan kepalanya, Tangan ku menghalau tangannya yg menghalangi pemandangan ku, sambil ku tatap matanya dengan sayang.

"Iiihhh Rio, aku malu jangan di liatin" Rima protes dengan nada manja,sambil matanya terpejam.

"Aku suka banget, apalagi sudah di cukur rapih gitu, puas banget ciumin semuanya, makasih ya sayang" ambil aku mengecup bibirnya, awalnya tetap bertahan tanganya ada di situ, kini membiarkan tanganku menghalau jemarinya yang telah menutupinya. Ku ganti dengan pahaku naik menyelipkan kaki ku di situ, kini aku menatap payudara indah mulus putih, di tambah keringat seakan ukiran payudara itu telah di lapisi pernis glowing, kembali tanganya menutupi payudaranya, hanya mampu menutupi putingnya, karena besar payudaranya berbanding kecil tanganya, aku mengelus tanganya, dan menciumi tanganya, aku menggeser tanganya, menuntun jemari itu untuk memainkan Penisku yg sudah mulai lemas. Dia menyambutnya dengan antusias langsung dia mengeluarkan cara yg mampu membangkitkan penisku dalam waktu cepat, dia tau mana bagian paling sensitif dan mana yg harus mendapatkan tekanan khusus agar segera kembali siap tempur. Aku meraba setiap lekukan payudara yg paling aku sukai bentuk dan rasanya. Saat wajah ku menatap sorot mata itu, ada kebahagiaan yg terpancar serta gairah yg tetap hidup abadi di sana. Ku kecup mata itu, dia menatap ku syahdu, ke kecup bibirnya, dia membalas mesra, keningnya. Detik ini Rima di mataku bagai lautan gairah, aku bisa mengarungi setiap sudut yang aku ingin, melihat semua bentuk tubuh Rima, membuatku selalu haus dan selalu menginginkan kepuasan dalam memenuhi dahagaku, sepertinya Rima memahami dahaga ku akan dirinya selalu saja ingin di puaskan. Gejolak masa mudaku selalu saja di sambut hangat Mami Rima, apapun yang menjadi mau ku, menjadi maunya. Kapan pun aku meminta, dia selalu berusaha memberikan. Rima memanjakan aku dengan segala perhatiannya. Membuat aku kecanduan dari nikmat bercinta dengan Mami Rima.

"Aku sangat butuh kamu, aku mau selalu ada di setiap hidup kamu, susah ataupun senang, aku sayang kamu" aku peluk erat tubuhnya, tubuhnya berputar menghadap ku dan memeluk erat tubuhku. Dalam tubuh polos seperti ini, ketika berpelukan ada sensasi lain. Yg aku yakini setiap lekukan pada lelaki, dan lekukan pada wanita, ketika di satukan atau di tempelkan akan menimbulkan rasa nyaman, rasa damai, setiap lekukan seperti menemukan tempat yg pas, tak ada rasa sakit dalam benturan tubuh ini. Gelombang cinta saling memancarkan dan menerima hingga terbentuk satu ikatan kuat dia antaranya.

"Makasih ya sayang, aku juga makin membutuhkan kamu, sekarang aku sudah terbiasa ada kamu, maunya setiap hari ada kamu, jadi kalo sehari aja engga liat kamu aku tersiksa, jangan bikin aku tersiksa lama-lama ya, aku mohon sama kamu. Biarkan aku merasa memiliki kamu di setiap menit yang kamu lewati." Aku merasakan cairan hangat di pundak ku. Sepertinya dia menangis, aku merapatkan pelukannya.

"Udah dulu ya, kamu belum makan, aku bikinin spaghetti mau?" Rima tersenyum menatap aku. Aku menganggukan kepala, Rima bangkit duduk sambil mengenakan piyamanya, dan CD hitam yg sexy terasa pas di tubuhnya, tetap mempertontonkan bokong indahnya. Saat akan bangkit dari sofa lebarnya, aku duduk dan memeluknya, dia mengelus kepala ku dan mencium kening ku. Wajah ku masih di perutnya terhalang piyama, Rima berdiri di sisi sofa, kaki jenjangnya hanya ada CD.

"Udah dulu Rio sayang..jangan bikin aku horny terus..kamu harus makan dulu".

Aku bangkit sambil mengenakan boxer saja, ikut berjalan menggenggam tanganya ke arah Pantry. Aku di buatkan kopi dan di suruh duduk di kursi Bar yg ada di situ, sambil menyaksikan dia memasak memperagakan ke ahlian lainya, Rima tak hanya pandai di ranjang, tapi di dapur dia juga lihai memasak, aku suka rasa masakannya, dan Rima selalu bisa memadukan baju yg dia pakai, terkadang tampil elegan, kadangkala tampil sporty juga sexy membentuk indah tubuhnya, saat hendak ingin bercinta tampilannya bisa begitu menggoda membuat aku tak pernah lepas menatap tubuhnya, saat di butuhkan dewasa iya bisa tampil bagai seorang ibu yg modis, saat jalan berdua dengan ku dia bisa tampil santai mengimbangi gaya ku yg santai, Rima kini sering memakai baju planel,atau kaos oblong dengan rok atau celana PDL seperti yg biasa ku pakai atau jeans belel. Dia wanita sempurna di mata ku. Aku melihat remote kecil di ujung meja pantry seperti remote player music, aku memijit logo play, mengarahkan player dekat koleksi disc nya, mengalun nada romantis dengan bite slow, ternyata lagu Bésame Mucho yang di nyanyikan Andrea Bocelli mengisi ruangan ini, Rima menoleh ke arah aku, sambil mengerutkan keningnya.

" Lagunya terlalu tua buat kamu " dia senyam senyum. Aku menghampiri Rima, memeluk nya dari belakang tangan ku menekan perutnya agar lebih rapat dengan tubuh ku, aku bernyanyi pelan mengikuti Bocelli bernyanyi. Dia menoleh ke arah ku dengan wajah kaget.

"Kok bisa apal lagu ini?, katanya

"cashing nya aja deh yg muda, seleranya sama yang tua." Mami meledek aku, sambil menggoyangkan bokongnya saat menempel ke tubuhku.

"Aku suka lagu ini, romantis banget, tadinya suka denger mama puter lagu ini. Terus jadi ngebayangin punya pacar seperti apa yg di ceritain lagu ini, sekarang pas waktunya, ada lagunya ada kamu juga" aku memutar tubuhnya memeluk erat tubuhnya, mencium bibirnya, Dalam diam aku menikmati lagu ini, Rima mengajarkan aku sedikit berdansa dalam pelukannya. Berdansa dengan wanita yang hanya memakai piyama dan CD saja, berpasangan dengan lelaki hanya ber boxer saja bertelanjang dada, tapi malam itu selalu kita kenang setiap mendengar lagu "Bésame Mucho".

Selesai makan malam, kita masih duduk santai di teras belakang, sambil ngopi dan merokok, sebenarnya Mami melarang aku merokok, tapi karena aku sudah terbiasa dia hanya meminta untuk mengurangi saja, demi kesehatan semata. Beberapa kali kulihat mami sudah menguap, tapi tetap menemani aku di luar akhirnya aku mengalah untuk mengajaknya masuk ke kamar. Di dalam kamar mami melepas piyamanya, dan hanya memakai CD, tubuhnya ditutupi selimut, dia memeluk ku saat aku masih bersandar di sisi ranjang.

"Kamu engga ngantuk sayang?" Tanya nya pada ku.

"Belum, mami aja duluan tidur"

"Aku engga ngantuk kok" jawabnya berbohong pada ku.

" Beneran?" Tanya ku ragu.

"Ngantuk tapi masih bisa di tunda." Jawabnya senyum.

"Mom, mau tanya?"

"Apa sayang?"

"Waktu itu aku pernah buat mami nangis di mobil, padahal aku hanya berniat mempertanyakan hal kecil, tapi respon mami di luar dugaan aku" aku berhenti sejenak untuk memastikan tak akan jadi masalah bila aku bertanya.

"Trus.." mami masih tenang, meski ada sesuatu yg siap dia ceritakan.

"Iya, aku bingung kenapa mami nangis, apa yg mami harapkan dari pertanyaan aku"

"Dari awal aja ya aku cerita, nanti bisa cross cek ke mama kamu " Rima mengawali ceritanya. Tiba-tiba aku ragu, khawatir cerita ini merusak malam romantis kita.

" Tapi tunggu, kalo cerita itu akan merusak suasana malam ini. Saran aku tunda aja ceritanya, aku engga mau kehilangan momen ini." Aku menatap wajah Rima .

"Mmm, aku mau cerita tapi mungkin akan bikin kamu kecewa. Nah kalo Memeng itu akan merusak mood kamu, lebih baik di tunda, silahkan pertanyakan lagi nanti" jawab mami singkat.

"Ya udah nanti aja." Jawab aku segera dari pada harus merusak suasana malam ini.

"Kamu lelah ya mam? Seharian ngapain aja?" Tanya ku sambil memeluknya dan mengelus rambutnya.

"Engga juga, pagi berangkat kerja jam tujuh-an, pulang jam lima sore, kalo normal tidak ada meeting, Senin sampai Jumat, ada senam hari Rabu malam jam tujuh malam sama Sabtu jam delapan pagi. Kalo Minggu bebas, kadang olahraga atau diam aja di rumah. Kalo kaya sekarang engga ada ibu Tami, aku harus berbagi bersih-bersih rumah juga." Dia menjabarkan semua kegiatannya.

"Hari ini aku berangkat pagi, pulang lebih awal karena janjian sama kamu, jam tiga udah otw" penjelasan mami.

"Kalo jam tidur?" Tanya ku lagi.

"Jam delapan atau jam sembilan udah tidur, kan engga ada siapa-siapa di sini, beda kalo ada kamu atau ada Caca anak Mami yg dari Yogyakarta, jadwal berubah semua" penjelasan mami dan dia menyambung pembicaraan.

"Oh iya kamu belum kenal sama Caca ya, kamu harus kenal loh, kalo kamu ada libur 1 Minggu kita bisa ke Yogya.mau engga?" Tanya mami.

"Aku mau aja kenal Caca, ke Yogya aku suka banget, tapi gimana caranya Caca bisa terima aku, karena aku deket sama maminya, pasti dia benci aku." Jawab ku sambil membayangkan apa yg Caca rasakan saat tau aku kekasih mami nya.

"Rio..kenal dulu aja, tentang kita, nanti mami yg atur, nanti mami bilang sama Caca kalo kamu suka bantuin mami di sini, dan mami juga akan cerita kalo kamu putranya Tante Suci. Dia tau kok mama kamu." Jelas mami sambil memegang pipi ku. Tangan mami sudah meraba dada ku, jemarinya mulai memainkan puting ku, otomatis membuat kemaluan ku bangkit dari tidurnya, secepat itu, karena payudara mamai sudah menempel sedari tadi di tubuhku, benda hangat di pangkal paha mami menempel sempurna di paha ku, hanya terhalang CD tipis transparan berwarna hitam.

"Kamu pasti cocok deh sama Caca dia juga suka camping dan naik gunung" keterangan mami.

"Caca tuh tomboy ya mam?" Tanya ku lebih lanjut.

"Sebenernya anak manja, tapi entah kenapa suka naik gunung"

" Kalo suka naik gunung, kita bisa pergi bareng, biar lebih akrab" saran aku.

"Kalo dia mau, silahkan aja. Mami lebih setuju kalo dia pergi sama kamu dari pada sama temen-temennya" jawab mami. Kini tangan mami mulai mengelus penisku yg mulai mengeras, aku rasa dia menyadari itu. Ada benda hangat yg mulai memanjang. Dan menyentuh pahanya.

"Desember nanti Caca mau pulang, rencananya aku mau ke Yogya, sambil jemput dia, kalo ada kamu, aku mau jalan-jalan di Yogya dulu. Dua atau tiga hari baru kita pulang ke Jakarta bareng Caca."

"Wah asik tuh mam, aku mau ikut" jawab ku membayangkan bisa menikmati liburan sama Mami. Tangan ku mulai merada payudara mami yg menempel di tubuhku, mami sengaja meregangkan pelukannya agar aku bisa menyentuh payudaranya lebih leluasa, aku menelusuri setiap lekukannya, puting nya, saat aku meremas perlahan payudara itu, mami mendesah.

"Sssssshaaa hhhhh"

"Mam, jangan pernah tinggalin aku ya" aku tiba-tiba membayangkan banyak lelaki hidung belang atau lelaki yg telah sukses coba mendekati Rima, berusaha bisa kencan dengan nya, karena kecantikan wajahnya, atau melihat bodynya yg sexy ini.

"Iiih kamu kok ngomong gitu" mami menatap ku, kini tubuhnya naik keatas tubuhku, tubuhnya berada di sela-sela kaki ku, tanganya memegang pipi ku. Aku hanya terdiam. Mengusap punggungnya.

"Apa yg kamu pikirkan sampe keluar kata-kata itu?" Wajah mami serius memandang ku. Aku menatap matanya, menyingkirkan rambut yg menghalangi wajahnya, Rima masih terlihat cantik di umur sekarang ini, aku saja jatuh cinta dengan wajahnya, apa lagi lelaki yg lebih tua dan mapan.

"Rioooo kmu engga menjawab pertanyaan Mami" mami menggeser tubuhnya lebih mendekat ke wajah aku. Apa yg harus aku katakan toh semua memang begitu adanya, mereka bisa memanjakan mami dengan berbagai fasilitas dan benda berharga yg wanita sukai, sedang aku tak akan mampu melakukan itu semua.

"Rioo sayang, kamu kenapa?" Mami mencium bibir ku, aku membalasnya.

"Kenapa aku mesti tinggalin kamu, semenjak ada kamu, hidup aku berbeda jauh, lebih bahagia. Banyak hal yg aku temukan dari kamu, bikin hidup aku lebih berarti, banyak hal yg mereka lakukan untuk bisa terlihat bahagia, postingan di sosial media, di umur mereka yg sudah tidak muda lagi, itu cuma agar orang melihat mereka bahagia. Di dalam hati mereka tidak menemukan itu. Mereka masih mencari itu. Aku sudah menemukan itu, tidak perlu lagi pendapat orang atau pengakuan orang kalo aku sedang berbahagia. Itu karena aku memiliki kamu. Kamu yg membuat lengkap hidup aku, trus apa alasan aku yg kamu pikirkan untuk tinggalin kamu" posisi mami sekarang berubah duduk di pangkuan aku, dan aku duduk bersandar di tepi ranjang, sambil berbicara dia terus menatap mata aku. Tangan ku merangkul pinggangnya.

" Mami cantik, mami sexy, mami banyak ketemu lelaki dewasa yg sudah mapan dan siap memanjakan mami dengan segala apa yg di butuhkan mami, mereka bakal mencoba terus untuk bisa memiliki mami, kalo lelaki mapan akan selalu tampak keren di mata wanita. Dan mami seringkan bertemu sosok mereka. Suatu hari aku akan tersingkir, yg aku tawarkan hanya sayang karena cinta. Mereka lebih dari itu" tiba-tiba kata itu keluar dengan rasa bergejolak aku tak mampu berbicara sambil terus menatap matanya, hanya sesekali saja. Mata itu begitu teduh dan mampu meredakan gejolak yg tiba-tiba muncul di hati ku.

"Rio sayang..." Mami tak meneruskan perkataanya, dia mencium bibirku yg gemetar, dan memelukku erat. Lama dia diam di pelukan ku. Sepertinya dia menunggu aku tenang.

"Ada lagi yg mau kamu sampaikan ke Aku?" Tatapan mata mami begitu teduh. Aku menggeleng kan kepala.

"Sepertinya ini buntut dari rasa penasaran kamu, kenapa aku menangis saat kamu bertanya di mobil waktu itu, dan pikiran kamu jadi makin liar kemana-mana berfikirnya. Aku mau cerita dari situ dulu ya, boleh??" Tanya mami dengan tatapan lembut, dan intonasi penuh kesabaran yg mami membuat ku reda dengan gejolak tadi.

Aku hanya menganggukan kepala.

"Awalnya aku pikir kamu mencari informasi tentang aku, lewat mama mu, lewat teman mama mu, atau lewat siapa saja yg kenal dengan aku, meski mereka hanya melihat dari mata saja tak pernah mendengar cerita langsung dari aku, karena aku menutup semua kisah aku, untuk aku sendiri. Termasuk ke mama kamu, aku engga pernah cerita tentang kehidupan pribadi aku." Mami diam sejenak.

" Sebentar.." mami bangkit dari pangkuan ku turun dari ranjang, mengambil piyamanya, mengenakan asal dan keluar kamar, tak lama dia membawa segelas air putih, di berikan kepada ku, aku meminum air itu dan menambah rasa sejuk dan tenang di hatibku, sisanya mami minum dan meletakan sisa air dan gelas di meja kecil sisi ranjang. Dia kembali duduk di pangkuan aku dengan piyama yg tidak di kancing, lengannya merangkul leherku. Aku kembali memegang pinggulnya.

"Iya semenjak, om sakit tak mampu lagi memberikan nafkah batin, itu berjalan hampir dua tahun lebih, gejolak hasrat yg ada aku coba redam dengan berolahraga atau apa saja yg membuat aku sibuk dan lelah. Terkadang ada juga teman kantorku yg coba memanfaatkan situasi itu, awalnya pulang bareng, makan siang bareng, ujungnya mengajak kencan, ada yg awalnya sebagai teman curhat, ngopi bareng tetap saja ujungnya kesana, terlebih saat om sudah tiada. Mereka makin gencar berusaha mengisi posisi om. Aku risih tapi tak mau menyakiti hati mereka, pada dasarnya mereka kan baik mau coba menemani aku, dengan perhatiannya, entah itu tulus atau hanya karena menginginkan yg lain kita tidak bisa tau pasti. Setelah mereka mengungkapkan keinginannya, baru aku menolak dengan cara yg baik. Orang akan melihat banyak lelaki yg sering pergi dengan aku, ada juga yg sampai datang ke rumah. Tapi syukur mereka tak pernah memaksakan apa yg mereka mau, aku tetap baik dengan mereka. Yg mengetahui persis apa yg terjadi antara mereka dengan aku, hanya kita. Aku tetap menjaga privasi mereka. Jangan sampai orang lain tau kalo mereka mengajak aku menikah, mengajak aku kencan, menjebak dengan kedok berbisnis padahal ingin tidur di hotel. Ada yg coba memberi ku berbagai macam hadiah agar aku bisa jadi istri simpanannya, ada juga yg menawarkan jadi istri keduanya, hasrat itu akhirnya Reda dengan sendirinya karena prilaku mereka. Yang membuat aku malas berhubungan dengan lelaki dewasa. Mereka hanya ingin tubuh aku, bukan sosok aku sesungguhnya. Saat itu aku lelah dengan semuanya, saat aku mulai bisa damai dengan segala yg aku miliki, punya Caca, punya temen-temen perempuan yg baik, punya ibu Tami yg sayang. Hidup aku lebih berarti. Saat bisa menikmati itu semua. Ternyata aku malah di kasih kamu juga. Yg bisa melengkapi kebutuhan hidup aku. Yg sayang, yg selalu perhatian, siap membantu kapan aja, dan.." mami membenarkan posisi penis ku agar tepat berada di belahan hangat vaginanya. Mencium ku.

"Bisa bikin aku klimaks dalam menyalurkan hasrat ku, yg telah lama aku pendam jadi kenapa harus aku tinggalin, engga mungkin ada di dalam khayalan aku, untuk pergi jauh dari kamu." Rima memeluk tubuh aku erat.

"Saat kamu bilang mau tanya masa lalu aku, aku berpikir kamu akhirnya mendengar cerita aku dari mereka, kemungkinan kamu akan percaya cerita mereka karena banyak yg berbicara tentang banyak nya lelaki yg sering pergi dengan ku. pasti kamu berpikir aku dengan mudahnya memberikan segalanya buat lelaki itu, karena aku langsung jatuh cinta sama kamu dan memberikan apa saja yg kamu mau asal kamu tetap bersama aku. Aku sempat menyesal kenapa aku begitu cepat dan pasrah di ajak bercinta Sama kamu, sehingga kamu akan berpikir, semua lelaki aku lakukan sama seperti kamu. Aku takut di pandang jelek dan hina di mata kamu. Aku takut kehilangan kamu. Aku sedang dalam kebahagiaan yg abadi aku terlena karena kamu. Aku takut..takut kehilangan kamu." Rima bercerita sambil berkaca-kaca matanya, hilang nada lembutnya. Gejolak di hatinya tampak dia ceritakan, meski terasa sesak di dadanya. Rima menyembunyikan isaknya di bahu ku. Aku memeluk erat tubuh polosnya. Aku mampu merasakan emosi di setiap cerita yg dia sampaikan. Berarti kita berdua sama-sama takut kehilangan. Karena kita saling membutuhkan dan saling mencintai.

"Jadi sebenernya kita takut saling kehilangan, apa kita beneran saling jatuh cinta?" Tanya ku, polos karena aku tak pernah merasakan sedalam ini dengan perempuan apalagi belum lama kenal.

Rima tak menjawab. Dia hanya diam dalam pelukan ku.

"Iiih kok pertanyaan aku engga di jawab" sambil aku cubit pinggangnya.

"Aauuuuww..aku engga tau, yg aku tau pasti rasa itu ada di hati aku" Rima masih bersembunyi di bahu ku.

"Jadi kita udah resmi ya beneran pacaran." Sambil aku mencoba melepaskan pelukannya agar aku bisa menatap matanya. Dia tetap berusaha untuk ada di pelukan aku.

"Aku mau liat kamu, buat mastiin kalo itu beneran mau kita jalanin" aku memaksa untuk melihat wajahnya, ternyata wajahnya basah dengan air mata. Dan tanganya berusaha menghapus semua.

"Iiihhh aku kok jadi kaya ABG lagi.. aku malu di liatin kamu" sambil tanganya menutup mata ku, agar tak menatapnya.

Malam itu kita bercinta dengan perasaan lepas, gairah yg memuncak entah berapa kali tubuhnya kejang merasakan klimaks, aku pun beberapa kali mengeluarkan sperma ke liang vaginanya dan di luar lubang hangatnya. Aku menikmati apa yg aku suka, dan berharap dia juga menikmati apa yg dia suka, bukan karena terpaksa melakukan sesuatu. Aku menyayangi Rima.