webnovel

BAB 5

Liam bersandar nyaman pada sandaran sofa empuknya dan ditemani oleh secangkir teh hangatnya. Setelah ia memastikan Jika gadis yang barusan ia tolong sudah beristirahat dengan nyaman di kamarnya, Liam memilih untuk mengistirahatkan dirinya sejenak diluar kamar.

Sebenarnya dia sedikit lelah, Liam ingin sekali mengistirahatkan tubuhnya, berbaring nyaman diatas tempat tidurnya. Namun, kali ini sepertinya pria itu harus mengalah, dikarenakan dia kedatangan tamu dadakan. Tamu yang ia bawa sendiri ke tempat huniannya.

Gadis yang hampir saja dilecehkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, gadis yang sempat menabrak bahunya saat di toilet klub, kini sedang bersamanya.

Sebenarnya, Liam bukanlah tipe pria yang terlalu peduli dengan hal semacam ini, namun entah kenapa saat ia melihat gadis itu keluar dari klub dengan raut sedikit khawatir, hal itu sontak membuat hati Liam tergerak untuk kembali mengikutinya dan akhirnya dia menyelamatkan gadis itu.

"Hahh! Sebaiknya aku mandi saja" gumam Liam.

Pria itu beranjak dari duduknya, meraih cangkir bekas teh hangatnya dan membawanya ke dapur. Setelah dari sana, Liam masuk kedalam kamar dengan langkah pelan. Disana dia melihat Cherry yang masih terlelap dan kemudian dia terus melanjutkan langkahnya masuk kedalam kamar mandi. Liam memilih membasuhkan tubuhnya sebelum beristirahat.

***

Malam sudah berganti pagi, bahkan saat ini jarum jam sudah menunjukan pukul 07.42 pagi. Disana, lebih tepatnya diatas ranjang, Cherry nampak mulai menggeliat pelan. Sepertinya gadis itu akan terbangun.

"Eenggh" kedua matanya mulai terbuka pelan.

Cherry berusaha untuk menyesuaikan penglihatannya sehingga tak berselang lama tiba-tiba suara bariton itu kini terdengar jelas di indera pendengarannya.

"Sudah bangun?!" Tanya Liam yang saat ini sedang duduk bersandar di atas sofa tak jauh dari ranjang.

Deg!

Refleks, Cherry menegakkan tubuhnya. Bahkan saat ini selimut yang membungkus tubuh polosnya pun tersibak begitu saja. Cherry belum menyadari jika tubuh atasnya hanya mengenakan bra.

Glek!

'Oh shittt!' Batin Liam mengumpati akan apa yang terpampang jelas di depan matanya.

Pria itu menatap tajam kedua benda bulat yang terlihat menyembul dibalik bra. Lagi-lagi Liam kembali dihadapkan dengan pemandangan seperti itu.

"K-Kamu…" Cherry terkejut sekaligus takut.

"Benarkan selimutmu!" Ujar Liam datar. Cherry merunduk dan mendapati tubuh atasnya yang hanya mengenakan bra.

"Astaga!" Cherry terkejut, dengan gerakan cepat, ia menarik selimut dan membungkus kembali tubuhnya. Gadis itu menatap takut ke arah Liam.

"Apa yang…" Cherry hendak bertanya namun Liam menyela cepat.

"Sebaiknya kau ingin-ingat lagi kejadian buruk apa yang menimpamu semalam, sebelum kau menuduhku yang bukan-bukan" ujar Liam sambil beranjak dari atas sofa. Pria itu melangkah ke arah Cherry setelah ia meraih kain yang sebelumnya ia letakan diatas meja di depannya.

Sementara Cherry, gadis itu beringsut takut sambil meremas kuat selimut tebal di tubuhnya saat melihat langkah Liam yang semakin dekat dengannya.

"Bersihkan tubuhmu, lalu pakailah ini" ujar Liam setelah berdiri di bibir ranjang. Ia meletakan satu kemeja berwarna putih miliknya di samping Cherry. Gadis itu menatap kemeja yang diletakan Liam lalu ia mendongak.

"Aku hanya punya ini. Aku tidak punya dress atau semacamnya. Aku juga tidak punya bra dan celana dalam wanita karena aku tidak memakai barang tersebut!" ujar Liam menjelaskan. Dia sungguh kaku sekali, pikir Cherry.

"Jadi, aku hanya bisa memberikan ini untukmu. Pakailah dan segera bersihkan tubuhmu" lanjut Liam kemudian memutar tubuhnya keluar meninggalkan Cherry. Namun dalam langkahnya, ia masih bisa mendengar kalimat pelan yang diucapkan Cherry.

"Terima Kasih" ujar Cherry namun Liam tidak menggubris hingga pria itu menghilang dari sana.

Beberapa detik kemudian, Cherry berusaha mengingat apa yang terjadi dengannya semalam. Gadis itu memaksakan otaknya untuk kembali mengingat kepingan kejadian buruk yang dialaminya.

Sementara di luar ruangan, Liam melangkah menuju dapur mininya. Pria itu lekas menyiapkan sarapan paginya. Bukan hanya untuknya saja tapi juga untuk Cherry. Meski hanya sandwich Liam mau berusaha membuatnya untuk orang lain yaitu sally. Liam adalah tipe pria yang sulit peduli dengan orang yang baru ia kenal.

Namun entah kenapa, sejak awal sepertinya Cherry mampu menarik perhatiannya lebih jauh. Liam berusaha untuk tidak peduli namun hatinya seperti menolak. Ia melihat Cherry seperti berbeda. Entahlah dia sendiri bingung dengan pemikirannya.

"Haahh! Aku hanya kasihan saja dengannya" gumam Liam setelah beberapa saat memikirkan Cherry.

Menit berlalu, Liam mulai menata dua piring sandwich dan secangkir teh hangat juga segelas susu diatas meja disana. Sarapan yang ia buat sudah selesai dan kini ia hanya tinggal menunggu gadis itu keluar dari kamarnya.

Ddrrttt… ddrrttt… ddrrttt

Tuan Margatama is calling…

Liam mengerutkan keningnya saat melihat nama Tuannya disana. Tanpa mau berlama-lama, Liam lekas menjawab panggilan tersebut.

"Selamat pagi, Tuan" sapa Liam dengan suara baritonnya.

"Pagi, Liam. Maaf mengganggu waktu pagimu" ujar Damian diseberang sana.

"Sama sekali tidak, Tuan. Apa ada yang bisa saya bantu?" Tanya Liam paham.

"Yeah! Aku ingin minta bantuanmu, Liam" ujar Damian.

"Saya bersedia membantu, Tuan"

Hening… dan tak berselang lama suara Damian kini kembali terdengar.

"Tolong selidiki tentang wanita yang saat ini sedang dekat dengan Daren. Aku mencurigainya Liam" ucap Damian. Liam masih mendengarkannya.

"Daren sepertinya semakin serius dengan wanita itu dan aku sama sekali tidak yakin dengannya" lanjut Damian.

"Baik Tuan. Saya akan memulainya dari hari ini" balas Liam.

"Terimakasih, Liam. Maaf mungkin tugas ini akan sedikit menyita waktumu. Aku tahu kau sibuk dengan pekerjaanmu dan…"

"Apa pun akan saya lakukan untuk anda. Tolong berhenti meminta maaf, Tuan. Justru jika anda meminta orang selain saya, itu akan terasa aneh untuk saya. Tetaplah seperti ini, anda bisa menghubungi saya kapanpun yang anda mau" jelas Liam panjang lebar.

"Terimakasih banyak, Liam" ujar Damian.

"Sama-sama Tuan. Saya akan segera menghubungi anda jika saya sudah mendapatkannya" balas Liam.

"Baiklah kalau begitu" ujar Damian.

Tuuttt… tuuttt… tuuttt

Panggilan terputus, sejenak Liam masih tetap berdiri didepan meja makan disana. Ia mulai memikirkan cara untuk menyelesaikan tugas barunya.

Damian Margatama adalah pria paruh baya yang pernah menjadi Tuan mendiang Ayah-nya, Johan Sanjaya. Setelah ayah-nya meninggal maka Liam lah yang menggantikan posisi sang Ayah untuk menjadi tangan kanan Damian. Damian sangat mempercayai Liam yang menurutnya tak jauh berbeda dengan dengan sang ayah pria itu, Johan.

Namun setelah Damian menyerahkan penuh perusahaannya pada sang putra yang bernama Daren Margatama, sejak saat itulah pekerjaan Liam mulai berkurang. Damian mengusulkan Liam untuk bergabung dengan Margatama Corporation namun Liam menolaknya. Liam lebih tertarik untuk mengembangkan usahanya sendiri.

Usaha yang saat itu baru berjalan satu tahun lamanya hingga saat ini. Liam membangun sebuah restoran yang awalnya sederhana namun kini bisnisnya mulai berkembamg pesat bahkan dia sudah memiliki cabang dimana-mana. Bisa dibilang jika Liam sangat sukses dalam bisnisnya.

Namun begitu, Liam masih tetap bekerja dengan Damian jika sewaktu-waktu pria paruh baya itu membutuhkan bantuannya maka Liam pasti akan langsung melakukannya seperti halnya saat ini. Dia begitu sangat menghormati Damian. Dihati kecil Liam, Damian sudah seperti Ayah kandungnya sendiri. Bahkan Damian sering memarahinya karena Liam yang selalu saja memanggilnya dengan sebutan Tuan.

Damian ingin jika Liam memanggilnya Uncle atau semacamnya asalkan bukan Tuan. Namun Liam selalu saja menolak sehingga Damian menyerah untuk terus memaksanya.

Beberapa menit Liam berdiri disana, sementara di belakangnya, ternyata Cherry juga sudah berdiri sejak beberapa menit yang lalu, memandang punggung lebar Liam yang masih belum menyadari kehadirannya. Cherry melangkah semakin semakin dekat hendak menyapa Liam.

"Pak…" panggil Cherry, Liam berbalik.

Buughh

"Aakhh!"

Ceettarrrrr