webnovel

Gadis Malang dan Calon Pewaris

Keisha adalah seorang gadis dengan kelas menengah ke bawah. Tetapi karena prestasi yang ia miliki, gadis belia itu bisa belajar di sekolah ternama. Namun kebahagiaan seketika hilang dari kehidupan gadis Malang itu. Sejak ibunya meninggal dunia dan sang ayah menikah dengan seorang wanita. Ibu tirinya selalu menyiksa Keisha. Maulida sering memukul tubuh Keisha dengan menggunakan sebuah ikat pinggang. Membuat tubuh gadis itu sering berdarah dan terluka. Aska adalah seorang pewaris tunggal dari perusahaan raksasa. Bagaimanakah pertemuan Aska dan juga Keisha?

Eva_Sastri · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
401 Chs

Luka Yang Semakin Parah

"Bertahanlah anakku! Bertahanlah agar kamu bisa berdiri di kedua kaki mu. Bertahanlah agar kamu bisa berbicara dengan lisanmu. Bertahanlah agar setidaknya kamu bisa menikmati hidup. Kamu bisa menemukan tujuan hidup. Dan kamu bisa bahagia diatas kehidupanmu sendiri," wanita paruh baya itu kembali memeluk Putra kesayangannya. Seorang ibu yang benar-benar berharap dan berjuang demi kebahagiaan anak mereka.

***

Keisha berjalan meninggalkan sekolah untuk kembali pulang ke rumah. Lalu ia berhenti saat melihat sungai yang mengalirkan air memintanya untuk duduk di sana menikmati suara aliran sungai yang bisa menentramkan jiwanya. Namun gadis berkulit hitam itu mengurungkan niatnya, ia terus berjalan melangkahkan kaki yang gontai menuju rumah dimana terus memberikan kepedihan dan luka ke dalam hati.

Saat tiba di rumah, Keisha bergegas mengganti pakaiannya lalu ia pergi untuk menunaikan tugas yang setiap hari harus ia lakukan tanpa bisa mengeluh. Dengan peluh bercucuran Ia terus mencuci gundukan pakaian.

Bruuk...

Di saat yang bersamaan tiba-tiba ibunya datang yang lalu memukul Keisha yang sedang bekerja dari belakang hingga gadis Malang itu tersungkur jatuh ke lantai. Keisha sangat terkejut mendapatkan pukulan yang tiba-tiba dari ibu tirinya. Punggungnya terasa sangat sakit karena Maulida memukul dirinya dengan menggunakan kayu.

"Aduh!" rintih gadis Malang itu tertahan.

"Bangun!" Maulida meminta Keisha bangun, namun tubuh gadis berkulit hitam itu sudah sangat lemah hingga ia sulit sekali mengangkat tubuhnya.

"Bangun!" perintah yang sama untuk kedua kali terlontar dari lisan Maulida. Dengan segenap kekuatan yang tersisa, Keisha mencoba bangun dari lantai yang terasa dingin. Lalu ia berdiri di hadapan ibu yang selama ini selalu memberikan penyiksaan terhadap dirinya.

"Angkat rokmu!" perintah Maulida kepada gadis Malang itu. Tanpa menunggu perintah kedua Keisha mengangkat roknya hingga setinggi lutut lalu pukulan pun mulai mendarat di kedua kakinya. Kedua tangan Keisha mengepal memegangi kedua sudut roknya. Perih juga sakit sangat ia rasakan. Air mata yang tertahan ingin membasahi kedua wajahnya. Namun tidak berani menampakkan diri.

Maulida terus memukuli kedua kaki anak tirinya. Dari balik jendela terlihat seorang pria paruh baya yang menitikkan airmata melihat penderitaan yang dialami oleh Putri kandungnya. Ingin sekali rasanya Ia datang menghampiri lalu menyelamatkan putri kesayangannya namun ia tidak memiliki daya dan kemampuan untuk melakukan nya.

Banyaknya pukulan yang mendarat di kedua kaki Keisha membuat kakinya lemah dan ia pun tersungkur kembali ke atas lantai yang basah. Gadis Malang itu tidak memiliki kekuatan lagi untuk berdiri di kedua kakinya.

"Bangun!" perintah Maulida kembali terdengar. Namun, meski Keisha terus berusaha untuk berdiri tapi kemampuannya terbatas Ia pun kembali tersungkur.

"Bangun!" Maulida semakin tersulut emosi karena anak tirinya tidak mau menuruti perintahnya. Karena marah ya kembali mengangkat kayu yang ada di tangannya dan memberikan pukulan bertubi-tubi ke atas tubuh gadis Malang itu.

Keisha meletakkan kain di dalam mulutnya untuk menutupi teriakan yang keluar tanpa sengaja dari sana. Air matanya tumpah diantara jeritan tertahan yang terus terlontar namun tak terdengar. Air matanya terus menetes membasahi relung hatinya.

"Ibu!" pekiknya tertahan. Tidak ada yang bisa menghentikan perbuatan Maulida. Tidak juga seorang ayah yang seharusnya memiliki tanggung jawab untuk melindungi anak-anak mereka. Tidak juga seorang Keisha mengatakan kebenaran kepada orang lain untuk menyelamatkan kehidupannya. Karena jika ia berani melakukan itu maka siksaan bukan hanya akan ia terima tetapi sang ayah pun akan mendapatkannya.

Hanya air mata dan jeritan tertahan yang menjadi teman gadis Malang dalam penderitaan yang ia rasakan. Ia lelah, sangat lelah. Ia ingin menjerit menyampaikan penderitaan kepada semua orang yang ingin mendengarkan. Namun lisannta kelu dan kaku tak bersuara. Sementara pukulan demi pukulan terus mendarat ke atas tubuhnya yang sudah sangat lemah.

Setelah Maulida lelah memukuli tubuh anak tirinya, ia pun tersungkur. Cukup lama Maulida terdiam di sana, hingga Keisha bingung akan melakukan apa. Tetapi tiba-tiba Maulida bangun dan pergi meninggalkan Keisha serta bersembunyi di kamarnya seperti biasa. Kini tinggallah gadis Malang dengan penuh luka di sekujur tubuhnya menahankan rasa sakit atas luka yang terkena air yang bercampur dengan sabun.

Gadis belia itu tidak tahu apa kesalahannya. Ia sudah berusaha pulang dengan cepat, namun penderitaannya tetap saja sama. Tanpa alasan ibu tiri terus memukuli tubuhnya. Ia berusaha menghapus air mata yang tumpah membasahi wajahnya yang sembab. Namun air mata tak kunjung mereda. Dia terus mengalir bercampur dengan air cucian pakaian di mana ia sedang bekerja. Gadis Malang dengan tubuh penuh luka kembali meneruskan pekerjaan karena jika ia lalai sedikit saja maka siksaan yang lebih berat akan menimpa dirinya.

Bekas-bekas luka dari siksaan ibu tirinya menjadi terasa lebih sakit saat bersentuhan dengan air cucian. Tetapi dia tidak punya pilihan lain selain menahan semua penderitaan. Kakinya terseok-seok berjalan kesana-kemari dalam menyelesaikan pekerjaan. Setelah selesai melakukan semuanya Ia lalu ke dapur mencari Apakah ada makan siang yang disediakan untuk dirinya hari ini. Saat tiba di dapur Gadis malam itu melihat sebuah piring berisi nasi lengkap dengan lauk. Bibirnya yang pucat menyinggungkan senyuman dan bersyukur karena hari ini ia mendapatkan makanan. Dengan cepat Ia memasukkan semua nasi yang ada di dalam piring ke dalam perutnya. Setelah kenyang Ia pun berjalan menahan seluruh sakit di dalam tubuh untuk pergi ke dalam kamar.

Keisha membuka pakaiannya yang basah, terlihatlah luka luka yang berdarah di sekujur tubuh gadis yang sudah kehilangan ibu kandungnya. Ia mengambil handuk selalu mencoba mengeringkan luka yang berdarah. Tak lupa ia meletakkan kain di dalam mulut untuk menghentikan rintihan kesakitan yang terlontar dari sana. Perlahan ia mengeringkan semua luka lalu memberikan obat ke atas luka agar luka luka itu cepat mengering dan segera sembuh. Meski esok luka baru akan kembali hadir.

Gadis Malang itu telah selesai mengobati semua lukanya namun ada luka yang tidak bisa terobati yaitu luka yang ada di dalam hatinya. Luka itu tidak kunjung sembuh namun sebaliknya terus bertambah parah. Luka yang terus membuat dirinya terdampar dalam kesedihan dan juga dalam penderitaan. Setelah selesai mengganti pakaian, gadis Malang itu mengintip keluar kamarnya. Ingin sekali rasa hati untuk bertemu dengan ayah yang sudah terkurung di dalam kamar selama 1 tahun. Ingin sekali rasanya Keisha memeluk tubuh Ayah kesayangan nya. Tapi ia sangat takut karena Maulida pasti tidak mengijinkannya.

***

Pagi ini langkah Keisha sedikit lambat akibat luka yang masih terasa sakit di kedua kakinya. Namun Ia terus memaksa diri untuk berjalan perlahan agar dirinya segera tiba di sekolah di mana ia bisa beristirahat sejenak. Di mana ia bisa menghirup udara tanpa rasa takut. Dan ia bisa tersenyum, meski luka di seluruh tubuhnya masih belum sembuh. Meski luka hatinya semakin bertambah parah.