webnovel

Part 25. Jurus Pamungkas [2]

"Live! Boleh aku bertanya padamu? Tentang.. rencana pernikahanmu...! Bagaimana dengan...!"

Olivia hanya menoleh sekilas lalu fokus lagi dengan lepinya. Rita tau Olivia sudah selesai dengan tugasnya. Dan mendapati Olivia sedang meng-scroll laman berita.

Rita terlihat menguatkan hati. Mempersiapkan diri meski akibatnya dibenci Olivia sekalipun.

Sebagai teman menjadi tugasnya untuk mengingatkan. Ibarat Olivia akan melewati jalan yang licin dan berduri maka Rita akan mengingatkan Olivia agar lebih berhati-hati dan tak lupa berpegangan pada batas yang kokoh agar tidak terjatuh. Kalaupun Olivia sampai terjatuh tentu Rita yang akan sigap memberikan pertolongan pertama kali.

Ada yang sangat sangat.. sangat peduli.. lebih peduli pada Olivia. Rita akhirnya mengakui darinya lah belajar memahami sahabat karib sedari kecil tersebut. Rita bisa lebih mengerti tentang Olivia dari sudut pandang yang berbeda. Dan orang itu adalah Andi.

Olivia tidak menyadari Rita berusaha menjajagi hatinya. Memang dalamnya hati siapa yang tau, tapi ada lah meski setitik tanda menyiratkan apa yang ada di dalamnya. Olivia tidak mengira kalau Rita sedang belajar bagaimana cara untuk menyelami kedalamannya.

".. Kamu pasti mengerti kalo lelaki dewasa itu memerlukan persiapan yang matang untuk melakukan sesuatu yang begitu penting dalam hidupnya! Terlebih lagi kalau ingin menikah dengan wanita pilihannya.."

Rita terhenti. Olivia tidak berminat dengan pembicaraan ini. Ia menutup lepinya.

"Aku ngantuuukk banget! Mending aku tidur kan?!"

"Aku tau kamu jengah tapi aku meminta waktu sedikit padamu... boleh?!"

"Tolong jangan bicara lagi tentang dia! Tolong! Aku sama dia sudah memiliki hidup masing-masing! Jadi hargai keputusan aku!"

"Hufth! Apa aku sedang membicarakan orang lain? Apa aku sudah menyebut nama?"

Olivia mengusap wajahnya. Ia sudah menduga arah pembicaraan Rita. Jadi ia memilih mengakhirinya. Olivia tidak ingin membebani pemikirannya dengan pemikiran orang lain yang belum tentu sama.

Olivia sudah memutuskan sesuatu dan tetap pada keputusannya tersebut. Terserah orang mau apa.

"Aku tau kamu peduli dengan hubunganku sama dia! Tapi bukan berarti kamu bisa mencampuri keputusan aku!"

"Ok's! Aku tidak tau pasti masalah apa hingga Dirimu selalu menghindar dari pembicaraan tentang Andi maupun Rafa! Cuman sampai kapan Dirimu menghindar? Bukankah lari dari masalah malah akan menambah masalah baru?"

"Please Rita!"

Olivia dengan malas

"Mana mungkin Aku berharap lelaki yang tidak serius akan segera membuktikan cintanya dengan menikahiku? Toh! Andi punya seorang wanita selainku yang bisa jadi sederajat dengan kedudukannya... Oh! Mungkin bukan hanya seorang?"

Antara Andi dan Olivia ada kesalahpahaman. Duh! Bagaimana menghilangkan kesalahpahaman itu kalo kedua-duanya tidak mau memperbaikinya?

"Dan akhirnya Kamu tau kalo wanita yang Kamu maksud adalah adik angkatnya yang tidak mungkin menjadi istrinya karena mahram!"

"Tapi Aku bukan prioritas bagi seorang

Pangeran Arya Andi Kusuma Padma Atmaja"

Olivia berbalik memandangi sahabatnya lekat. Sudah lama mereka tidak berbincang sedekat ini. Seolah Rita ingin menariknya lagi untuk kembali. Dan Olivia tidak ingin mengingat yang telah lalu. Sudah saatnya ia melangkah ke masa depan

"Rita... wanita mana, sih yang tidak ingin diperjuangkan?

Tentu semua wanita ingin diperjuangkan!

Bukti kalau kehadirannya memang diinginkan!"

"Mungkin kamu tidak tau atau tidak mau tau hingga tidak menyadari ada yang sedang gigih memperjuangkan Dirimu...?"

Olivia tertawa tertahan. Membelakangi Rita. Hendak masuk ke kamarnya.

"Aku tidak yakin ada yang berusaha mempertahankan aku sementara aku sudah berpikir lalu memutuskan tidak ada lagi yang tersisa dari kebersamaan kami!"

"Apa itu alasannya? Hingga Kau lebih memilih bersama mereka daripada Aku atau yang lain? Apa Kau mencoba untuk membuktikan sesuatu? Atau apa?... "

Rita menahan lengan Olivia lalu melepaskannya begitu Olivia berbalik menghadapnya dengan memicingkan mata. Sebelum Olivia mengeluarkan kata-kata

"Kamu tidak perlu menghindar seperti ini kalo memang tidak ada masalah, kan...?"

Rita penuh penegasan. Olivia mengatupkan kembali mulutnya.

Rita fokus memperhatikan tingkah Olivia yang mendadak canggung. Olivia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Selama ini mengenal Olivia yang ceria dan easy going. Selalu terbuka padanya.

Rita mulai kehilangan sahabatnya ketika Olivia malah nyaman bersama mereka.

Olivia itu baik. Terlalu baik malah. Saking baiknya tidak pernah bisa menolak permintaan orang.

Menjadikannya pacar misalnya. Tapi di sisi lain Olivia melupakan hal padahal yang lebih dulu telah disepakatinya.

Jangan heran kalo Rita sering dibuat jealous menunggunya di mal karena sudah janjian di suatu sore. Di sore yang sama Olivia malah bersama dengan temannya yang lain. Dengan rasa tak bersalah. Olivia berdalih karena Rita tidak mengonfirmasi padanya. Menganggap kesepakatan mereka hanya sepihak.

Betapa Olivia merasa nyaman di lingkungan barunya. Mereka tidak pernah mendikte keputusannya.

Hampir terlupakan kalau kenyamanannya curhat masalah pribadinya memberikan peluang orang memanfaatkan hal yang semestinya Olivia hindari.

Disinilah kebaikan Olivia tengah teruji. Rita sebenarnya sedang mengingatkan Olivia agar menjadi bijak dalam mengambil keputusan. Tidak hanya baik tapi sekaligus juga bijak.

"Bijaklah Olivia!"

Rita tidak mampu mencegah pelupuk matanya yang memanas.

Olivia menangkup wajahnya.

"Melow banget, sih Sahabatku ini! Jangan setengah-setengah memahami sesuatu! Gini nih kalo bergaul dengan orang berilmu tapi Kamu nggak mampu memahaminya!"

Olivia tersenyum indah sekali lalu memeluk sahabatnya yang sudah ia anggap saudara kandung. Beda ayah beda ibu.

"Kamu pikir Aku punya gangguan mental gituh?"

Bagaimana pun Rita pernah menyinggung kelalaiannya dan mudahnya gonta-ganti pacar semudah ganti baju.

Berbanding terbalik dengan Rita yang memilih tidak punya pacar. Karena menurut Rita pacaran itu hubungan tanpa status. Hubungan bo'ong-bo'ongan.

Dan mengenal seseorang itu tidak musti dengan pacaran. Yang seringnya hanya menampakkan sisi baik dan menyembunyikan sisi yang buruk.

"Aku tidak asal menuduh, lho! Aku cuman ngingetin Kamu! Cobalah bijak sama diri Kamu sendiri! Agar keputusan yang Kamu ambil tidak merugikan diri Kamu sendiri! Itu semua untuk kebaikan Kamu, Live! Tolong Pertimbangkan lagi!"

"Aku sudah mengambil keputusan, My Little Brittel Crunch! Yang renyahnya ngalahin tempe krispinya Mbak Ifa"

Si Renyah Rita kalo ngasih tau Olivia.. kress.. kress.. rasanya garing dan remuk tapi itulah sensasinya. Mengapa Olivia tidak bisa mengabaikan kalau Rita yang mengingatkan pasti sesuatu yang mengena bagi dirinya. Pertama memang nyeri terasa di telinga sampai di hati tapi seiring terbukanya pikiran dan nurani semua masalah ada pintu keluar guna mengatasi.

Dan

Iya, Mbk Ifa bukan hanya jago bikin juz tapi juga lihai masalah gorengan yang serba renyah. Dan tempe goreng krispi itu kesukaan Rita. Dimana Olivia juga punya favorit roti goreng atau es krim gorengnya. Roti dengan isian es krim yang digoreng krispi.

"Aku harap Dirimu tidak terjebak dalam sangkar emas hanya karena merasa nyaman dalam satu lingkaran padahal lingkup pergaulan Kamu begitu luas!"

Rita terduduk lesu di sofa sambil menopang kepalanya. Olivia yang masih berdiri sukses tertegun di tempatnya.

Suara nyaring ketukan di pintu mengagetkan keduanya.

Rita terlonjak menuju pintu. Tidak serta-merta membukakan tapi mengintip dari lubang kunci sambil menempelkan telinganya.

"Siapa?"

Demi mendengar suara di luar. Olivia menggumam sambil memutar handle kunci.

"Pakdhe Dirun dan pakdhe Sukur!"

Rita yang mendengar segera menegakkan badan. Malam-malam begini kalo tidak ada urusan penting. Kedua paman Olivia tidak akan mengganggunya. Sedikit senyuman tersungging karena tau masalah yang menimpa Olivia akan menemukan jalan keluarnya. Doa kebaikan lah yang kemudian terbesit di hati untuk sahabat sedari kecilnya itu. Semoga Allah Mudahkan segala urusan...

"Kita pulang sekarang, Cah Ayu!"

Orang yang dipanggil pakdhe Dirun oleh Olivia langsung bilang seperti itu begitu pintu terbuka.

Laras dan Tasya ternyata juga berdiri di samping kiri pintu. Langsung masuk merangkul Rita dan Olivia. Kalo Olivia tidak di kost-an, Laras dan Tasya yang bergiliran menemani Rita.

"Besok pagi-pagi ada janjian yang harus Olivia tepati, Pakdhe!"

"Apa ada yang lebih penting dari 'dhawuh' papamu?"

Entah apa itu perasaan Olivia tidak enak. Sepertinya ada hal besar yang akan dihadapinya. Dan Olivia mencari cara agar bisa menghindar. Atau setidaknya bisa menunda.

Bukankah apa yang akan terjadi cepat atau lambat pasti akan terjadi? Tapi Olivia tidak tau apakah itu.

Rita, Tasya, maupun Laras mengusap-usap punggungnya dan meremas lengannya erat layaknya memberikan tambahan ketabahan.

Hape Olivia berdering. Mendapati hapenya, Olivia tersenyum miring

"Maaf! Besok pagi aku tidak bisa! Aku harus pulang!"

-

"Sebentar!"

Olivia menutup dimana letak mikrophon hapenya berada dengan ujung jarinya

"Pakdhe! Saya bisa pergi sebentar menemui teman-teman saya kan?"

Kedua pakdhenya saling berpandangan.

Apa rencana gadis nakal ini?

Setelah saling melempar isyarat

"Baiklah! Tapi cuma sebentar!"

Olivia tersenyum kecut. Tangan kedua pakdhenya memberi tanda agar Olivia segera ikut setelah mematikan sambungan telepon di hapenya.

Untuk kesekian kalinya Olivia berpamitan pada Rita, Laras, dan Tasya. Kesemuanya cipika-cipiki bergantian. Bikin Olivia terharu.

Olivia digiring memasuki mobil MPV hitam.

"Pakdhe! Olivia tidak akan kabur...!"

Olivia merajuk mengetahui kedua pakdhenya duduk mengapitnya di jok tengah. Olivia tidak bisa memperhatikan dengan jelas siapa yang bertindak sebagai sopir karena lampu dimatikan di jok depan.

Pakdhe Dirun mengalah duduk di jok paling belakang dan langsung berbaring di sana agar keponakan manjanya itu berhenti rewelnya.

Lampu dimatikan begitu Olivia sudah merasa cukup dengan omelannya. Olivia menggeremang lagi sambil menyalakan lampu inchase yang redup di atasnya. Semua diam tidak menanggapi daripada mendengar gerutuan Olivia yang makin panjang sepanjang perjalanan.

Olivia berteriak ketika sampai di depan restoran bergaya oriental. Dia turun diikuti kedua pakdhenya.

"Biar Olivia pergi sendiri, Pakdhe! Olivia tidak akan kabur! Tolong!"

"Kamu ikut Kami atau tidak sama sekali!"

Pakdhe Sukur memperingatinya.

Kompak kedua pakdhenya menyekap kedua tangannya untuk balik ke mobil.

Olivia berdecak

"Iya.. iya... baiklah! Terserah Pakdhe saja!"

Olivia berbalik masuk ke restoran seraya menghentak-hentakkan kakinya.

Tanpa bersuara kedua pakdhenya mengikutinya. Geleng-geleng merasakan ulah keponakan putri satu-satunya. Semua sepupunya dari pihak ayah laki-laki. Olivia jadi Ratu kalo kumpul keluarga besar dan tunduk pada apapun kemauan gadis itu

Suasana romantis di penjuru ruangan dimana Olivia melangkah ke sana. Seolah sedang menyambut aktris utama dalam pertemuan itu.

Olivia memasang wajah sumringah. Kedua pakdhenya mengikutinya dengan teliti.

Olivia sejenak menikmati kebersamaan dengan teman-temannya. Kedua pakdhenya tidak mengusiknya sementara waktu.

Tidak lama ada suara menginterupsi kehebohan di salah satu sudut restoran.

Olivia yang tanggap dengan keadaan buru-buru berpamitan pada teman-temannya.

Sebelum kedua pakdhenya merusak suasana yang telah terbangun.

"Tapi aku tidak janji, ya bisa atau tidaknya!"

Olivia berkali-kali mengkonfirmasi jawabannya pada setiap kata perpisahan. Setidaknya mereka tidak curiga bahwa pertemuan di restoran sebagai farewel. Seperti apa yang ada di pikiran Olivia.

*******