webnovel

Saling Tidak Memahami

Terima yang sudah terjadi. Ikhlaskan apa yang tidak bisa diubah. Betulkan apa yang harus diperbaiki. 

***

"Ini, list perkara yang sedang atau akan kita hadapi bersama Firma Hukum Bagaskara dan Rekan," ucap Rafa sambil menyodorkan map merah yang dia dapatkan dari Sita Adista. 

Tanpa pikir panjang Firman lantas menjulurkan tangannya untuk meraih map tersebut. 

Melihat apa yang tertuang di sana rasa-rasanya Firman baru saja mendapatkan harta karun yang tak ternilai harganya sama sekali. 

"Lo kelihatannya bahagia sekali, padahal itu baru hidangan pembuka, kita belum ke hidangan inti dan juga penutup, loh." Mungkin itu adalah bentuk sindiran. Tapi tak peduli apa pun bentuknya, ketika itu masih ada kaitannya dengan Suci Indah Lestari, maka itu akan terus menjadi candu untuk seorang Firmansyah Satria Utama. 

"Karena apa  pun yang berhubungan dengan Suci itu selalu sukses untuk membuat gue candu," jawab Firman masih dengan senyum renjana di kedua bibir ranumnya. 

"Terus Siska?" tanya Rafa?

"Fa … mood gue lagi bagus. Bisa nggak? Nggak usah bahas sesuatu yang justru buat mood gue jadi rusak?" tanya Firman dengan nada yang tak ada kesan santainya sama sekali. 

"Informasi tentang Suci mana?" tanya Firman lagi. 

"Are you ready?" tanya Rafa meyakinkan Firman, seolah-olah ekspresi  yang sedang dia perlihatkan itu adalah tanda kalau ada hal buruk secara tersirat yang mungkin akan terjadi ke depannya.

"Everything about Suci, I'm always ready," jawab Firman dengan sangat mantap. 

"Okay … as your choice, Man." 

***

Firma Hukum Bagaskara dan Rekan ….

"Pagi, Ghe!" Sapaan halus dan juga lembut dari orang nomor satu di Firma Hukum ini mau tidak mau akhirnya mengalihkan atensi dari seorang Ghea Luarensia. 

Kedua iris pekat milik Ghea terus menelisik inci demi inci lekuk wajah Malik. Seperti ada yang berbeda kali ini dari wajah sang atasan. Aura ketampanan yang dia miliki semakin menjadi-jadi. Entah apa yang membuat seorang Malik Bagaskara tampak berbeda kali ini, Ghea belum menemukannya. 

Kedua manik mata milik Ghea secara tidak sengaja menilik jam dinding yang ada di salah satu sudut dinding. 

"Sudah jam delapan lewat dan Pak Malik baru datang?" Sayangnya apa yang menjadi pertanyaan Ghea itu hanya bisa tertahan di bibirnya saja tanpa dia implementasikan lewat kata-kata. 

"Ada apa, Ghe?" tanya Malik yang mulai  menangkap ada yang aneh dengan wanita yang sangat dia cintai itu. 

Tapi sayangnya Ghea tidak punya cukup nyali untuk menanyakan kenapa Malik baru masuk sekarang. Tapi sejurus kemudian seakan-akan semua tanya itu lenyap seiring dengan jejak air wudhu yang masih tertinggal di rambut seorang Malik Bagaskara. 

"Bapak abis sholat?" tanya Ghea. Dia pun tahu dari mana dia mendapatkan keberanian seperti itu. Tapi satu hal yang dia yakini kalau lidah itu tidak bertulang. Mungkin itulah adalah jawaban yang paling tepat untuk menggambarkan seorang Ghea Laurensia sekarang. 

"Hah?!" Malik bukannya tidak mengerti, hanya saja dia butuh jawaban yang bagaimana bisa Ghea memiliki ilmu telepati yang sangat tinggi mengingat basic dia yang seorang pengacara perdata. 

"Ada jejak kebasahan rambut, Bapak," jawab Ghea sambil membawa arah telunjuknya pada rambut milik Malik. 

Malik pun sama dia membawa kedua manik mataya menuju arah yang sedang ditunjuk oleh Ghea saat ini. 

"Oh ini?!" tanya Malik memegang rambutnya yang masih basah itu. Dengan polosnya Ghea hanya mengangguk atas apa yang dipertanyakan oleh wanita yang secara tidak langsung telah mencuri detak jantungnya dan menjadi jatuh cinta paling indah untuk lelaki berusia 27 tahun. 

"Saya masih ada wudhu, tadi abis sholat dhuha dulu di musholla." Rahang bawah milik Ghea sebenarnya ingin terbuka dengan sangat lebar, tapi dia harus lebih mengontrol dirinya. 

Tidak, Ghea tidak boleh hilang kendali untuk itu. 

"Kalau kamu butuh imam, kamu bisa hubungi saya, kok." Perkataan Malik yang seperti itu membuat Ghea harus memutar otaknya secara keras saat mendengar hal tersebut. 

Tapi  tak peduli seberapa keras Ghea untuk berusaha menemukan jawabannya tetap saja dia tidak bisa untuk mencernanya dengan baik. Malik dan semua pola pikirnya terlalu sulit untuk Ghea pahami. 

"Maksud bapak apa, ya? Kok saya tidak mengerti?" tanya Ghea memberanikan dirinya untuk bertanya akan hal itu pada orang yang paling disegani oleh Firma Hukum Bagaskara dan Rekan. 

"Hah, memangnya saya tadi bilang apa ke kamu?" Mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh Malik, Ghea  benar-benar ingin mengumpatnya. Tapi sayang dia masih butuh jabatan ini, jadi hal tersebut urung dia lakukan. 

"Bapak bilang kalau saya butuh imam saya boleh hubungi bapak." Saat ini rahang bawah milik Malik terbuka dengan sangat lebar saat mendengar apa yang dikatakan Ghea. Memang lidah tak bertulang. Dia tak tahu setan dari arah mana yang sedang mengambil alih dirinya sehingga berkata seperti. 

"Maaf saya cuma bercanda," jawab Malik dengan nada menahan malu pada wanita yang ada tepat di hadapannya saat ini. 

"Iya, nggak apa-apa kok. Beneran juga saya nggak keberatan," kata Ghea dengan menunduk dia seperti tidak punya keberanian untuk sekedar menatap Malik. 

Kini giliran Malik yang terlihat kesulitan dalam mengartikan apa yang dikatakan oleh Ghea. 

"Hah, kok begitu?" tanya Malik dengan terbata-bata. 

Bersambung ….