webnovel

Forgive Me, Snow

Dia Little Snow yang harus tinggal bersama dengan ibu tirinya dan juga harus menerima semua banyaknya kebencian orang-orang yang ada di sekitarnya. Kehidupan Snow tak seindah dengan kehidupan Snow yang ada di film Disney. Snow harus berusaha untuk menerima semua kehidupannya yang begitu menyedihkan dan selalu dianggap tak berguna oleh semua orang yang ada di lingkungannya. Snow tak pantang menyerah, dia lebih memilih untuk menerima semuanya dengan ikhlas. Ah... Apakah Snow akan berakhir happy ending sama seperti film Snow White pada film Disney yang dia tonton? *** "Anak sialan! Kamu hanya menumpang di rumah saya, jadi kamu harus bekerja lebih banyak untuk saya!" - Andin Acheyya. "Wanita menjijikkan seperti lo itu nggak pantas untuk ditolong dan dikasihani." - Aldean Pranegara. "Dia adalah Puteri di dunia nyata. Tidak seperti kamu yang berperan sebagai iblis di dunia nyata, Kinara!" - Anggara Arcale "Snow selalu di bawah gue! Dia nggak akan pernah berada di atas gue!" - Kinara Acheyya "Aku tidak butuh harta ataupun sejenisnya, aku hanya butuh kasih sayang dan juga sedikit kebahagiaan. Itu sudah cukup dan sudah banyak bagiku." - Little Snow. *** Ikuti kisah Little Snow di dalam buku ini. Selamat membaca ^^

Fitriani_nstr · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
134 Chs

Tak Ada Yang Percaya

Proses belajar mengajar sedang berlangsung, bahkan semua siswa dan siswi fokus untuk mendengarkan penjelasan guru sejarah yang ada di hadapan mereka semua.

"Apa kalian tahu makna dari kalimat ini?" tanya sang guru sambil menunjuk sebuah kalimat yang beberapa detik yang lalu dia tulis di papan tulis.

"..."

Hening dan tak ada jawaban sama sekali, hingga pada akhirnya seorang siswi berteriak dengan begitu kencang.

"Snow katanya tahu, Bu!" teriaknya sambil menunjuk seseorang yang baru saja masuk ke dalam kelas.

Snow yang berdiri di ambang pintu langsung menghentikan langkahnya sambil menatap kaget ke arah siswi yang baru saja menunjuk dirinya.

"Aku?" tanya Snow sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Ya lo, lah! Emangnya, yang namanya Snow disini siapa aja, sih?!" tanya siswi itu kesal.

Snow menelan ludahnya dengan sulit sambil mengarahkan kedua matanya untuk menatap ke arah papan tulis hitam itu.

"Maaf, Bu. Tapi-"

"Kerjakan," potong sang guru dengan datar.

Snow mulai berkeringat dingin, dia menggigit bibir bawahnya dengan gugup.

Ah... Satu hal yang juga wajib kalian ketahui tentang Snow, dia tak pandai dalam setiap mata pelajaran.

Snow mengambil spidol yang dipegang oleh guru sejarah itu dengan ragu-ragu, sedangkan semua murid yang ada di dalam kelas itu sudah menahan tawa mereka.

"Kerjain cepetan lah! Kita mau pindah ke materi selanjutnya, nih!" seru seorang siswi.

"Iya, nih! Lo jangan lama banget lah. Kita sekolah bukan buat cuma lihat lo di depan papan tulis doang woy!" sahut siswi lainnya.

"Ck... Udah tahu kalau dia orangnya idiot. Ngapain malah minta dia buat naik kerjain tugasnya, sih?!" tanya seorang siswa dengan kesal.

"Siapa tahu aja dia punya kekuatan tiba-tiba, kan? Langsung jago kerjain soal yang ibu kasih," ledek seorang siswi.

"Kekuatan dalam apaan? Dari luar aja udah buluk!" pekik seorang siswa dan semuanya tertawa dengan begitu keras.

Snow hanya bisa menundukkan kepalanya sambil menggenggam spidol yang dia pegang itu dengan begitu kuat, dia berusaha menahan kesedihan dan juga rasa sakit hatinya karena kalimat sarkas dari teman sekelasnya.

"Anggap aja kalau itu hukuman buat lo, Snow. Siapa suruh terlambat masuk kelas, kan?" sahut seorang siswa.

"Snow terlambat masuk kelas karena tadi ada yang usil sama Snow. Ternyata cairan licin di lantai itu minyak kelapa," ucap Snow menjelaskan.

Ya, alasan Snow tadinya terpeleset di lantai depan kelasnya karena seseorang dengan usil menyebar minyak kelapa di atas lantai dan alhasil Snow yang memang menjadi target utama jebakan mereka terperangkap.

"Apa benar yang dikatakan oleh Snow?!" tanya sang guru tiba-tiba, dia kaget dengan penjelasan Snow.

"Nggak, Bu!" jawab teman sekelas Snow serempak.

Snow membulatkan matanya dengan lebar, dia tak menyangka kalau seluruh teman sekelasnya berbohong kepada guru sejarahnya yang terkenal killer itu.

Snow mengalihkan pandangannya dan menatap gurunya dengan tatapannya yang penuh protes, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Snow, kamu sudah berbohong dengan saya?!" tanya sang guru dengan nada suaranya yang meninggi.

"Tidak, Bu. Snow tidak berbohong," jawabnya.

"Mana ada maling mau mengaku, Bu! Snow mah cuma cari perhatian sama ibu. Dia, kan, terlambat masuk kelas, Bu. Jadi, cari alasan aja, kan?!" ucap seorang siswi dengan sinis.

Snow menatap nanar satu persatu teman sekelasnya, sedangkan yang ditatap hanya mengalihkan pandangan mereka sambil menahan tawa.

"Tuhan... Kenapa harus seperti ini? Apa salah Snow?" tanya Snow di dalam hatinya sambil memegang dadanya, dia merasa sedih dan sesak melihat seluruh kebencian teman sekelasnya.

"Yang dikatakan oleh teman kamu sangat benar, Snow. Kamu sepertinya hanya mencari muka dengan ibu agar ibu tidak menghukum kamu yang terlambat masuk kelas ibu, kan?" tanya sang guru.

"Tidak, Bu. Snow-"

"Kamu lari keliling lapangan sebanyak sepuluh kali. Itu hukuman kamu karena terlambat masuk ke dalam kelas saya," kata sang guru usai memotong ucapan Snow.

"Dan bersihkan kamar mandi guru setelah itu. Itu hukuman untuk kamu yang berbohong kepada ibu dan juga memfitnah teman kamu," kata sang guru lagi.

Snow hanya bisa menghela nafas berat sambil mengikuti perintah gurunya.

Untuk apa dia melawan? Snow tak memiliki malaikat yang berpihak kepadanya, kan?

***

Snow kini sudah berada di lapangan yang dimana panas matahari sangat menyengat kulit karena mengingat jikalau sekarang sudah masuk jam dua belas siang.

"Astaga... Panas banget lapangannya," gumam Snow sambil mengarahkan kepalanya untuk menatap tengah lapangan.

"Tapi mau gimana lagi? Udah hukuman, Snow, kan?" gumamnya lagi, lalu kemudian menghela nafas panjang.

Snow berlari kecil menuju lapangan, tetapi hal naas terjadi kepada dirinya.

Bugh!

Snow langsung terjerembab di atas lapangan saat sebuah bola voli berhasil melayang dan mengenai kepalanya.

Snow meringis pelan sambil memegang kepalanya yang terasa berat karena bola voli itu.

"Aww..." ringisnya.

Seketika tawa menggema di sudut lapangan dan itu berhasil mengalihkan perhatian Snow.

Snow memicingkan kedua matanya untuk melihat pemandangan yang ada di sudut lapangan itu, dimana banyaknya murid yang menertawakan dirinya dan tak ada satupun yang berniat untuk menolongnya.

"Jiahhhh! Kepalanya ciuman sama bola voli dong!" pekik seorang siswa dan Snow hanya bisa menundukkan kepalanya.

"Hati-hati, An! Itu bola lo nggak ada virus, kah?!" tanya salah satu teman sang pemilik bola voli.

"Penuh virus lah! Kan, volinya kena cewek bervirus!" pekik seorang siswa.

Aldean tertawa beberapa detik karena tingkahnya itu, tetapi beberapa detik berikutnya dia memasang tampang wajah yang terlihat datar.

Aldean berjalan mendekati Snow dan mengambil dengan kasar bola volinya yang ada di hadapan Snow.

"Ck... Sampah kayak lo, kenapa bisa ada di lapangan, sih?" tanya Aldean sinis.

"..." Snow bergeming.

"Hah... Selain lo yang jeleknya minta ampun, ternyata lo bisu juga, yah?" tanya Aldean karena Snow hanya diam saja.

Aldean menjatuhkan pandangannya untuk menatap bola volinya yang dia pegang, lalu dia perlahan menyunggingkan senyuman menyeringainya.

"Salju!" pekik Aldean dan Snow langsung mengangkat pandangannya sambil menatap Aldean dengan heran.

Bugh!

Detik berikutnya Snow bisa merasakan jikalau tubuhnya seakan melayang begitu saja dan penglihatannya mulai menghitam dan pudar.

Snow tak sadarkan diri usai Aldean dengan sengaja melempar wajah Snow dengan menggunakan bola volinya.

"Jiahhhh! Langsung wasted dong!" pekik salah satu teman Aldean dengan begitu antusias.

"Gak seru banget ah! Ngapain si cewek buluk itu langsung nggak sadarkan diri, sih?!" tanya seorang siswa dengan kesal kepada Aldean.

Aldean mengalihkan pandangannya dengan cepat sambil menatap siswa itu degan tajam.

Bugh!

Detik berikutnya, bukan lagi Snow yang terkena bola voli Aldean, tetapi siswa yang sempat meremehkan Aldean ikut menjadi target bola voli Aldean.

"..."

Seketika suasana menjadi hening, aura yang tadinya terasa lucu dengan menjadikan Snow sebagai bahan tawa mereka kini terganti menjadi aura ketakutan karena Aldean.

"Jangan pernah ada yang berani sama gue!"

Peringatan yang keluar dari mulut Aldean seakan memerintahkan seluruh murid yang mendengarkannya langsung menganggukkan kepala mereka dengan cepat, mereka benar-benar sangat takut dengan Aldean.