webnovel

Tamu Cantik

"Dia adalah Maya," kata Andra dari seberang telepon.

"Maya?"

"Iya, dia teman Nico sejak SMP, tapi mereka beda SMA."

"Begitu ya."

"Kenapa memangnya?"

"Tidak. Kukira dia pacarnya Nico."

"Aku juga berpikir hal yang sama, tapi…."

"Tapi kenapa?"

"Maya sejauh ini tidak mementingkan hubungan yang seperti itu."

"Kau tahu dia anak seperti apa sepertinya."

"Iya. Kau ingin bertemu dengannya?"

Nina tersenyum.

Setelah itu, Andra memberitahu alamat di mana Maya bekerja. Nina pun datang ke Cafe Punch sebagai pelanggan pada malam sore hari.

"Silakan minuman dan kuenya," Maya menghidangkan pesanan milkshake dan sepotong kue tiramisu yang penuh cokelat.

Maya menatap Nina beberapa saat. Wanita dewasa itu terlihat anggun, ia duduk dengan menyilangkan kaki dengan ekspresi yang elegan. Ia juga sangat cantik dan terlihat ramah.

"Terima kasih," kata Nina tersenyum.

Maya mengangguk lalu kembali. Nina menatapnya dan ia sepertinya sekilas tahu seperti apa gadis muda bernama Maya itu.

"Masih mahasiswa baru tapi sudah bekerja di cafe? Ahh," Nina menghela napas. "Dia sangat bekerja keras."

Nina menebak kalau sifat Maya bukan tipe yang menghabiskan waktunya untuk pacaran. Ia tipe yang bekerja keras dan menghargai waktunya untuk produktif menghasilkan uang.

"Kau tahu, kata orang miskin bukanlah apa-apa. Padahal itu setara dengan penyakit ganas."

Nina ingat seorang teman pernah mengatakan hal itu padanya saat masih ia tinggal di panti sosial saat ayahnya meninggal untuk kasus KDRT. Ia bertemu dengan seorang anak laki-laki yang mencuri dan dia dimarahi suster. Ia menjawab persis seperti itu. Dan orang yang terlahir kaya tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya. Bagaimana rasanya tidak bisa makan, tidak bisa membeli makanan murah sekalipun yang sangat dimakan, makan enak tanpa melihat tag harga. Nina termenung menatap menatap Maya yang sibuk bekerja melayani pelanggan yang keluar masuk. Ia juga nampak berkeringat namun harus tetap tersenyum. Membawakan nampan bolak-balik berisi pesanan mereka.

Ia termenung.

"Hoi, May. Kau lihat wanita anggun di sana?" tanya Nagita.

"Kenapa, Kak Gita?"

"Sepertinya dia terus menatapmu."

"Apa? Benarkah? Tapi kenapa? Kayak kurang kerjaan saja." Maya menanggapinya sebagai lelucon yang tidak serius.

"Iya makanya aku tanya. Apa kau kenal dia?"

"Mungkin kau salah lihat. Aku sama sekali tidak mengenalnya. Lagipula dia sangat cantik, mana mungkin kenal dengan gadis sepertiku yang…."

"Eh eh coba lihat. Dia mendekat kemari." Nagita menepuk-nepuk lengan Maya.

"Ha? Masak sih?" Maya yang tadinya masih membereskan gelas di meja dan menaruhnya di nampan kini menatap ke arah wanita yang dimaksud.

Maya terkejut, pelanggan itu tersenyum padanya. Ia meletakkan nampannya di meja dan mengelap tangannya yang kotor dengan seragam celemek.

"Apa kau yang bernama Maya?"

"Tuh kan benar apa kubilang," bisik Nagita. Maya terkejut melihatnya.

"I…iya. Aku Maya. Ada…apa ya?" Maya gugup. Wanita itu terlihat sangat cantik, anggun, dan kaya. Ia merasa seperti sedang bicara pada bangsawan. Gaunnya juga indah.

"Perkenalkan, aku Nina." Nina mengulurkan tangannya.

"Anu…tanganku kot…"

Nina seketika menarik tangan Maya lalu mengajaknya bersalaman dengan senyum lebar, atau lebih tepatnya memaksa.

"...tor," sambung Maya dari kata-katanya yang belum selesai tadi. Ia tertegun dan berkedip cepat.

"Tidak apa-apa," kata Nina.

"Anu Kak Nina, sebenarnya aku tidak tahu Kakak siapa," Maya gugup.

"Maaf ya mengagetimu. Aku tahu kok. Bisakah kita bicara setelah kau selesai bekerja."

"Eh tapi aku ada shift malam sampai jam 10."

"Oh cukup lama ya," Nina memikirkan sesuatu. "Baiklah, aku akan menunggu."

"Apa?" Nagita dan Maya menjawab bersamaan.

"Itu bukannya terlalu lama ya?" sahut Nagita.

"Tidak apa-apa, aku punya urusan di sekitar sini. Nanti aku akan kembali sekitar jam kerjamu selesai. Maaf ya aku sudah mengganggu waktumu bekerja." Nina tersenyum lebar.

Nagita dan Maya terpana melihat kecantikannya yang seolah bersinar tiada tara. Seperti bidadari yang jatuh dari surga di hadapan mereka. Ea. Mereka menganga.

Sepulang dari kerja, Maya membuang sampah di belakang lalu bersiap pulang. Ia mengambil tas di loker staf dan berpamitan ke Nagita. Oska dan Maya memutuskan untuk memberitahu orang kafe tentang mereka yang tetanggaan. Jadi keduanya tidak pernah pulang bareng. Beberapa kali Maya ditawari dibonceng Oska dengan motor namun Maya menolak. Ia memilih jalan kaki. Sedangkan Oska sendiri tidak langsung pulang, ia mengerjakan pekerjaan yang lain di atas jam 10. itu yang setidaknya dikatakan pada Maya. Maya tidak berhak bertanya meskipun penasaran pekerjaan macam apa itu harus lewat jam 10 malam. Meskipun kadang-kadang Oska memang langsung pulang.

"Apa kau tidak mau pulang bersamaku hari ini?" tawar Oska lagi padanya. Mereka berdua berbincang di depan loker staf.

"Tidak perlu," Maya melihat kanan kiri. Lalu meminta Oska menunduk sebentar. "Sebaiknya kau tidak mengajakku saat masih di kafe, bisa gawat kalau yang Kak Gita tahu," bisiknya di telinga Oska. Hingga tanpa sadar membuat pria itu melotot mendengarnya.

Oska menatapnya. "Apa kau selalu berbisik di telinga orang seperti ini?"

"Eh? Kenapa? Tidak terlalu sering kok."

"Astaga, ck ck." Oska menyipitkan matanya. "Sebaiknya jangan kau lakukan lagi pada pria lain."

Setelah mengambil tas ransel dan helm, Oska menutup lokernya lalu keluar dari ruang staf.

"Eh? Apa aku buat kesalahan? Kak Oska!" panggil Maya namun Oska terlihat dingin dan dalam mood yang buruk. "Kenapa dia sih?" Maya mengedikkan bahunya dan tidak mempedulikan sifat dinginnya itu.

Vrooommm vroooom

Di luar, Oska menghidupkan motornya lalu meninggalkan kafe.

"Gadis itu benar-benar polos atau bagaimana sih? Ck." gaumamnya sebal.

Maya pulang, ia berjalan kaki menuju kompleks apartemennya. Hingga sebuah sinar mobil dari belakang mengejutkannya. Ia menoleh. Seorang wanita turun dari pintu depan bagian penumpang, dia memiliki supir pribadi. Wanita itu mendekatinya.

"Maya," sapanya.

"Oh Kak Nina?" Maya tidak menyangka wanita cantik yang datang tadi sore beneran datang menemui sepulang kerja. Ia penasaran kali ini.

"Kau benar-benar datang menemuiku?"

"Tentu saja,"

Nina melihat penampilan Maya dari atas sampai bawah. Ia memakai kaos putih biasa, celana jeans dan tas ransel perempuan yang imut berwarna biru gelap. Rambut panjang yang dikuncir tengah dan poni yang lebat menutupi dahi. Maya juga perempuan yang terhitung pendek, dia sangat imut dan lucu. Meskipun begitu semangatnya lebih tinggi dari tinggi badannya. Mereka lalu duduk di bangku taman sekitar apartemen.

"Kakak ini sebenarnya siapa?"