webnovel

Sky Lynx

Setelah masuk ke Black Bird, bersamaan dengan itu, Richy mengetahui kalau Raya adalah penyusup. Oska memberitahu semua detailnya. Richy dan Oska adalah partner.

Suatu sore, dia mengikuti Raya diam-diam yang keluar rumah. Tanpa pengawalan dari penjaga ataupun anggota Sky Lynx. Ia kaget saat mengetahui Raya datang ke rumah sakit. Saat di koridor sepi, dia menutup mulut Raya dari belakang lalu menyeretnya ke tempat yang tidak ada CCTV.

Raya berontak, Richy lalu melepaskannya.

"Rich....Richy? Ternyata kau?" Raya tahunya Richy adalah anggota Sky Lynx.

"Aku sudah tahu semuanya!" Richy marah. Ia menyudutkan Raya ke dinding. "Apa yang kau lakukan gadis ular?"

"Apa maksudmu?"

"Jangan pura-pura lagi! Aku tahu kau penyusup. Kau anggota Black Bird sialan itu!"

Raya terkejut. Ia hendak lari namun terlambat, Richy meraih lehernya dan mencekiknya.

"Aku akan membunuhmu!" Richy berapi-api. "Beraninya kau membuat Elias tunduk padamu! Beraninya kau menyusup ke dalam house utama!"

"Arggh...A...aku..." Raya berusaha menjelaskan. Ia memukul-mukul tangan Richy. "Aku punya adik."

Richy kaget. Ia menatap Raya yang kesulitan bernapas. Perlahan ia melepaskannya. Raya terbatuk-batuk. Ia lalu mengeluarkan ponsel dan membuka sesuatu lalu menunjukkannya pada Richy.

"Aku tidak berniat membunuh siapapun. Aku melakukannya untuk uang," Raya menunjukkan isi rekeningnya yang berisi 500 juta. Richy kaget, ia mendapatkan transferan uang dari Rey. "Aku akan kabur dengan uang ini bersama adikku. Kudengar kau juga punya adik. Kau pasti tahu bagaimana rasanya, kan?"

Richy tak bisa menyangkal. Ia tidak percaya Raya melakukannya demi uang. Demi adiknya ia rela melakukan apa saja bahkan membahayakan nyawanya sendiri. Richy memikirkan kembali, bahwa yang ia lakukan juga sama. Setiap bulan ia selalu memberikan setengah dari gajinya pada pamannya agar Maya kecukupan.

"Uhuk!" tiba-tiba Raya muntah darah.

Richy panik dan menangkap tubuhnya yang hampir pingsan.

"Kau kenapa?"

"Aku....tidak punya banyak waktu lagi."

"Apa yang kau katakan? Beritahu aku dengan jelas."Hidupku tidak lama lagi. Mungkin hari ini aku akan mati."

"Apa?!" Richy shock mendengarnya. Ia mendudukkan Raya dan menyandarkan kepalanya di dinding. "Apa kau kemari untuk berobat? Maafkan aku, Raya! Aku tidak tahu situasimu. Kenapa kau jadi seperti ini? Kenapa sakitmu separah ini?!"

Richy panik, ia lalu memapah Raya dan membawanya ke dokter. Ternyata hari itu adalah jadwal kemoterapinya yang terakhir. Raya ingin mengehentikan pengobatan yang menyakitkan itu. Dari luar, Richy melihat Raya yang memakai kupluk, semua rambutnya sudah habis. Richy mengacak rambutnya frustasi.

"Kenapa jadi seperti ini? Bagaimana dengan Elias? Bagaimana dengan...adiknya?"

Oska mendengar bahwa Raya di rumah sakit. Demi menjalankan perintah dari Re, Oska lalu secepat kilat menuju ke sana. Saat ia berjalan di lorong, ia melihat sekilas ada seseorang yang mirip dengan Richy, rekannya.

"Apa itu tadi Richy?" Oska mengikutinya, dan memang benar itu adalah dia. Saat hendak menyapanya, tiba-tiba ia terkejut saat dia menelpon seseorang.

"Halo, Sano."

"Apa kau mendapatkan sesuatu disana?"

Richy tak bisa memberitahu karena semua orang akan membunuh Raya. Ia berbohong dan mengatakan bahwa hanya dugaannya benar, namun tak bisa beritahu sekarang. Sano khawatir dna memintanya berhat-hati dan selalu mengabarinya.

"Kau!" Oska datang dari belakang. Richy panik dan menutup panggilannya mendadak.

"Oska!"

"Kau penyusup?!" ia meraih kerahnya dan memukul wajah Richy.

Richy membalas pukulannya.

"Apa kau dari Sky Lynx?" Oska berharap bukan.

"Maafkan aku. Aku senang memiliki partner cerdas sepertimu, tapi...."

"Sialan!" Oska tidak peduli dan memukulnya lagi. Mereka berdua berkelahi.

Sementara Raya, ia kembali berpakaian rapi dan memakai wignya. Ia menulis sebuah catatan pendek dan memasukkannya bersama dua buah foto ke dalam amplop. Foto tunangannya bersama dengan anggota Sky Lynx dan foto dirinya bersama Ria, adiknya. Catatan itu berisi

"Jika aku kenapa-kenapa, tolong beritahu Ria, bahwa aku baik-baik saja." kemudian ada alamat sekolah Ria di sana.

Saat keluar tiba-tiba ia melihat Richy berlarian di lorong dengan panik. Richy melihatnya dan meraih tangannya dengan segera, dan mengajaknya berlari.

"Kau bisa berlari?"

Raya mengangguk. Ia sadar dirinya sedang dikejar. Mereka bersembunyi di dekat garasi rumah sakit. Richy menoleh ke Raya dan melihat dengan jelas bahwa wajahnya sangat pucat. Tangannya dingin dan dia terlihat lelah berlari.

"Oska mengejar kita. Dia tahu kita komplotan," kata Richy. Ia membuka jaketnya dan memakaikannya ke Raya. "Pakai ini. Tubuhmu dingin sekali."

Tak jauh dari sana, ada motor terparkir dan ada jaket tersampir di spion. Richy berlari dan mengambilnya lalu memakainya.

"Kita harus pergi dari sini." Richy menggandeng erat tangan Raya, namun Raya mencegahnya.

"Richy...." napasnya terengah.

Richy berjongkok dan memeriksa dahinya. "Badanmu semakin dingin. Kau bisa berjalan?"

Raya menggeleng. Richy frustasi. Raya memberinya sebuah amplop tadi.

"Apa ini?" Namun Richy yang panik hanya menerimanya dan memasukkannya ke dalam jaket.

Tiba-tiba sebuah pistol ditodong di kepalanya. Ia kaget dan berbalik.

"Mau lari kemana kau?" itu adalah Oska.

"Uhuh! Uhuk! Uhuk!" Raya batuk parah. Darah segar muncrat dari mulutnya, hingga darahnya muncrat ke celana Richy.

Oska terkejut melihatnya. Ia melihat wajah Raya yang sangat pucat. Badannya lemas dan napasnya sesak. Richy memegang kepalanya dan menyandarkannya di bahu. Ia menggunakan kausnya untuk mengelap darah di mulut Raya.

"Waktuku ....tidak banyak, Richy," katanya dengan susah payah.

"Jangan bicara dulu! Bertahanlah Raya!" Richy panik. "Bisakah kau berhenti menodong kami!" teriaknya pada Oska.

"Kalian pengkhianat!"Oska tidak bisa lembek pada pengkhianat. "Apa yang kalian rencanakan?"

Dengan terpaksa, Richy mendudukkan Raya, ia berdiri dan berusaha melumpuhkan Oska. Saat Oska limbung dan jatuh, Richy menggendong Raya di punggung dan membawanya kabur. Oska kehilangan jejak mereka. Ia kesal dan marah, lalu menghubungi Rey.

"Ada apa, Oska? Kau sudah mendapatkan gadis itu?"

"Richy, pria sialan itu, dia berkomplot dengan Raya! Mereka adalah orang Sky Lynx!"

"Apa!" Rey marah besar mendengarnya.

Ia dengan penuh amarah yang meluap, mengerahkan seluruh anggota untuk menyerang markas mereka. Saat itu rumah utama Sky Lynx masih yang lama.

"Richy..."

"Sebentar lagi kita sampai di rumah Elias, bertahanlah Raya."

Pengawal kaget melihat richy menggendong Raya yang bersimbah darah, itu adalah darah muntahannya. Namun, saat Dean dan yang lainnya keluar ke depan, mereka salah paham melihat darah itu. Onyx menutupi mata Zen agar tak melihatnya.

Richy menurunkan Raya. Elias terkejut dan hendak menghampirinya, namun Dean merentangkan tangan kanannya dan mencegahnya.

"Tunggu, El. Darah itu....mereka..." Dean menolak percaya, tapi ada kemungkinan keduanya adalah pengkhianat.

"Jika aku mulai menodongkan pistol ke Elias, tembak aku, Richy," bisik Raya pelan. Ia sudah tidak kuat berbicara keras.

"Tidak bisa! Aku tidak bisa melakukannya!" Richy menggeleng dalam diam seolah menolak.

Raya memegang jaketnya erat, lalu menoleh ke arah Elias sekilas.

"Kau bisa. Aku percaya padamu. Waktuku tak banyak lagi. Aku akan segera mati. Mereka pasti akan segera datang dan mengepung kemari. Aku tidak mau mati di tangan mereka."

"Berhenti bicara, Raya!" teriak Richy. Ia menatap semua orang di sana yang malah menatapnya dengan curiga. "Apa yang kalian lakukan?! Kalian diam saja melihat Nona Muda tersiksa seperti ini?!"