webnovel

Sky Lynx

Dean adalah pria yang menaungi organisasi underground bernama "Sky Lynx" yang ditutupi oleh perusahaan ekspor impor bersama dengan kawan-kawannya. Ia adalah pemimpin yang kuat, cekatan, penuh strategi bagai singa. Dia pria yang tegas dan tipe pria yang tidak bisa mengungkapkan emosinya dengan baik. Keluarganya adalah pemilik bisnis itu, namun dirinya bukanlah anak kandung, karena itu Dean sangat patuh, ia juga tidak sendirian.

Elias, adalah salah satunya yang bersamanya mengurus perusahaan. Ia adalah dokter berkacamata yang datar dan dingin, angkuh, tapi jenius juga tenang. Dia jarang maju dalam pertempuran, namun sekali kau membuatnya menggila, kau dalam perangkapnya. Dia ahli taktik, jarang tersenyum, sekali lihat kau paham dia orangnya serius. Namun sebenarnya dia penyayang dan kadang-kadang tidak tahu cara mengekspresikannya. Dia sama bodohnya dengan Dean dalam hal mengungkapkan perasaan.

Sano. Dia ahli bela diri, suka makan, tinggi dan berotot namun sebenarnya pemalas. Dia sulit menyembunyikan perasaannya dan tidak bisa mengontrol emosinya. Dia tidak bisa berbohong dan sangat percaya dengan Dean. Dia sangat loyal dan dapat diandalkan. Meskipun dirinya juga memiliki masa lalu yang kelam.

Zen, anak 14 tahun. Bisa dibilang anak semata wayang organisasi ini. Sifat luarnya biasa polos, imut dan penurut. Tapi sebenarnya dia agak gila, bisa dibilang berkepribadian ganda. Dalam pertempuran dia bahkan lebih buas dari Dean dan menjelma menjadi pembunuh berdarah dingin.

Ian, remaja liar yang berkebalikan dengan partnernya, Onyx. Dia liar dan berpikiran serampangan tanpa berpikir panjang. Meskipun bukan tipe pemikir yang cermat, dia bisa diandalkan dalam hal bertarung. Dia tidak suka hal yang rumit dan menyusahkan, ia juga sering cedera. Mereka berdua adalah klop yang sering bolos.

Onyx, partner Ian. Dia adalah pria paling biasa di sini. Membaca buku, minum kopi, melontarkan nasihat yang biasa, bahkan keberadaannya kadang tak diketahui karena saking biasanya. Namun sebenarnya dia adalah informan, penyusun taktik, penengah persengketaan, kadang-kadang seperti cenayang. Dia hobi senyum dan easygoing, karena itu disukai banyak orang. Bisa dibilang dia ini kebalikannya Elias. Usianya sama dengan Ian, 17 tahun. Mereka sekolah di tempat yang sama, Madflower School, sama seperti Kara.

Setelah Dean memutuskan untuk membawa gadis asing yang mereka temukan di jalan sempit kemarin. Mereka berdiskusi di ruang tengah, ia mendengar Ian dan Sano saling beradu mulut. Ia menengahi angkat bicara dan menyuruh semuanya untuk serius.

"Aku tidak mau mendengar apapun lagi tentang gadis itu di pembahasan ini." tatapannya tenang dan tegas. "Selesaikan urusan kita dengan Black Bird, aku tidak ingin ada gencatan lagi atau kompromi."

Setelah mengatakan itu Dean meninggalkan ruang tengah dan menaiki tangga.

"Eeeeh benarkah kita boleh melakukan apapun yang kita suka?" Zen berdiri dengan bersemangat.

"Orang dingin itu menyuruh melakukan apapun yang kita inginkan atau dia hanya mencari alasan tentang gadis itu?" Ian mendecakkan lidahnya. Ia menyandarkan punggungnya di sofa sembari memutar bola matanya sarkas.

"Apa boleh buat. Mereka musuh yang kuat dan bisa dibilang hampir sebanding dengan kita. Jika Dean menyuruh kita menghabisinya, dengan senang hati akan kuturuti." Sano melonggarkan dasinya. Ia nampak bergairah akan menghabiskan keringat di medan perang.

"Apa hanya bertarung hal yang kau bisa?" Ian menyulut pertengkaran lagi.

"Apa? Sialan bocah ini." Sano hendak mengangkat kepalan tangannya namun Elias tiba-tiba berbicara.

"Aku tidak ingin merawat kalian lagi. Pastikan kau tidak membuatku mengurus orang mati."

Elias membersihkan kacamatanya kemudian memakainya dengan gaya elegan. Ia melangkah pergi meninggalkan ruang tengah.

"Setidaknya pastikan kau tidak keliru memberi kami racun dalam obatnya!" teriak Sano sengaja agar dokter dingin itu mendengarnya. Elias hanya melototinya sesaat.

"Si Dingin Dean dan si Kacamata itu memang tidak ada bedanya, cih," gerutu Ian.

"Setelah ini gadis itu pasti akan merepotkan," kata Onyx. "Apa Mary sudah mendengar tentang ini?"

Mary, wanita dewasa yang bisa dibilang kakak satu-satunya bagi pria-pria di Sky Lynx, dia dihormati dan dicintai. Dia mengelola bar beserta plus-plusnya, karena itu dia banyak tahu informasi mengenai underground, termasuk para pejabat menyebalkan yang langganan di tempatnya. Dia orangnya santai dan dekat dengan Onyx, sekaligus atasan Maya.

"Kak Mary kemarin ke sini," sahut Zen. "Tapi dia pulang lagi."

"Benar-benar situasi yang tidak tepat. Apa ada alasan tertentu Dean membawa gadis itu? Parahnya dia membawanya ke rumah ini." Onyx mengeluh.

Onyx sering berpikir jarak panjang. Di kediaman Sky Lynx yang dipenuhi pria, bisa dibilang mafia kalangan atas, belum lagi keterlibatan dengan organisasi lain seperti gencatan senjata dengan Black Bird saat ini. Wanita di rumah itu hanya akan memperburuk situasi, bagi organisasi maupun perusahaan. Sedang masih harus ada laporan rutin pada atasan, yaitu ayah angkat Dean, Pimpinan Utama, Tuan Gabriel.

"Apalagi yang kau pertanyakan. Dia pasti ingin bersenang-senang dengan gadis itu sendirian," celetuk Ian menanggapi kekhawatiran Onyx.

"Jaga mulutmu itu!" Sano melotot ke arah Ian.

"Dean bukan orang seperti yang kau bayangkan. Bar itu Mary yang menjalankan, meskipun dari izinnya, Dean bukan orang payah yang memangsa perawan asing. Lagipula zaman sekarang dimana ada perawan polos tersesat seperti gadis itu? Dean tidak serendah itu. "Mungkin ia akan memulangkan gadis lugu itu. Kau saja yang bersemangat menggodanya kemarin."

"Kau menganggap aku ini apa? Binatang, Huh?!" Ian menaikkan nada suaranya pada Sano. "Aku tidak pernah bilang Dean akan memperkosanya atau menjualnya pada Mary, kan? Aku mengatakannya hanya untuk bersenang-senang!"

Mereka memang hobi adu mulut.

"Hei kalian berhentilah bertengkar!" Onyx berusaha memisahkan mereka.

"Kalau begitu kau tidak seharusnya bersenang-senang dengan lidahmu itu. Jika kau ingin main, cari saja wanita di bar sana, cih," Sano berdiri lalu melangkah pergi dari ruang tengah dengan menahan sungut di kepalanya.

"Kita ini baru 17 tahun," sahut Onyx. "Bisakah kau berhenti meminta kami main dengan gadis ke bar? Bukannya menasehati malah begitu.

"Orang itu hanya badannya saja yang kekar, cih!" Ian juga pergi meninggalkan ruang tengah.

"Kau juga salah! Berhenti bertengkar dan kembali ke kamarmu sana!"

"Malah kau yang marah sekarang," Ian menggeleng pelan.

Zen ikut berdiri dengan matanya yang sibuk melihat layar game di tangannya. Ia lalu kembali ke kamarnya.

"Ya ampun," Onyx kembali duduk dan memegang kepalanya. Sekarang hanya ada dia di ruang tengah.

Sementara itu Dean tengah berjalan menuju kamar dimana gadis itu tertidur. Ia membuka pintu dan menutupnya kembali. Namun saat dia menyingkap selimut gadis itu tidak ada di ranjang.

"S...siapa kalian sebenarnya?!" teriak dari arah belakang.

Dean menoleh dan sesaat matanya melebar melihat gadis mungil berambut panjang dengan balutan piyama tidur pendek tipis, memegangi pistol dengan gemetaran dan mengarahkan kepadanya. Dean melihat lekuk tubuhnya yang terlihat jelas, bibir kecil yang gemetaran benar-benar minta dilahap. Ia sekejap berpikir akan terangsang atau tidak. Namun ia hanya tersenyum kecil.

"Kenapa kau tertawa?!"

"Apa kau sadar apa yang kau pegang itu?"

Dean tak sedikit pun takut, ia bahkan memasukkan telapak tangannya ke saku celana dengan santai. Ia maju selangkah namun gadis itu lagi-lagi berteriak.

"A…aku benar-benar akan menembakmu jika kau mendekat!"

"Tembak saja," kata Dean sambil terus melangkah mendekatinya dengan tenang

"Kubilang jangan mendekat!"

Duar!