webnovel

Nathan's Confess

"Kau sungguh baik-baik saja?" Nando mengeluarkan tas ransel Kara yang cukup besar dari dalam bagasi.

Mereka berada di depan asramanya.

"Jangan khawatirkan aku. Aku bukan anak SD," sahut Kara sembari bersiap masuk ke asrama. "Sampai di sini, Kakak pulang saja."

"Benar nih?"

"Aku bisa menyelesaikannya. Aku pasti akan mendapatkan beasiswa lagi."

"Jangan pikirkan biaya sekolah. Ini bukan tentang beasiswanya, tapi tentangmu."

"Sudah kubilang aku bukan anak kecil, aku bisa menyelesaikan masalahku sendiri. Kakak pulang saja dengan tenang dan kembali bekerja."

"Iya iya. Jangan lupa hubungi aku kalau ada apa-apa." Nando masuk ke mobil.

Kara melambai saat mobilnya mulai melaju. Nando sebenarnya masih khawatir namun itu akan berlebihan jika terlalu membatasinya. Lebih baik memberi kebebasan yang cukup dan kesempatan untuk memperbaiki masalahnya sendiri.

Kara melihat kakaknya yang sudah jauh. Ia lalu masuk ke gerbang asrama dan kembali ke kamarnya. Teman sekamarnya, Mina menyambutnya. Kebetulan ini juga hari libur jadi banyak yang keluar untuk hangout.

"Kukira kau jalan-jalan," sapa Kara saat berdiri di ambang pintu kamar.

"Kara!" Mina terkejut dan langsung menghampirinya dan membantu membawa tas nya yang agak besar. "Akhirnya kau kembali juga. Ah aku sangat kesepian."

"Bilang saja tidak ada yang membantu mengerjakan PR mu."

"Hehe," Mina mengengeh. "Syukurlah kau sudah kembali ceria."

"Tentu saja. Oh ya, ayo nanti malam jajan ke planetbucks."

"Siap."

Mereka berdua cekikikan.

Liburan sekolah telah usai. Kara mulai masuk sekolah kembali. Namun anehnya sejak kejadian geng ratu membulinya kemarin, Nathan tiba-tiba berubah menjadi baik padanya, ya meskipun Kara tidak langsung mempercayainya. Meskipun ia bersyukur Ratu tidak lagi mengganggunya namun tidak tahu juga apa yang akan terjadi ke depannya.

Pagi hari saat ia masuk ke kelas dan duduk di bangkunya, tiba-tiba Nathan mendekatinya. Nathan duduk di bangku berjarak dua kursi dari Kara, dia di depan dan Kara di belakang. Sedang Kara sampingnya sering kosong karena teman sebangkunya sering bolos. Katanya teman sebangkunya itu preman dan pengacau di sekolah. Sayangnya Kara tidak peduli. Baginya Nathan jauh lebih menjengkelkan dari pada siswa bermasalah yang lain. Ia duduk di barisan sebelum terakhir. Sedang belakangnya tepat adalah teman dari teman sebangkunya alias rekan bolosnya.

Nathan berjalan sok cool ke belakang dan tiba-tiba duduk di bangku samping Kara yang kosong.

"Lama tidak bertemu," sapanya.

Entah kenapa Kara menjadi gugup. Sejak saat Nathan menyelamatkannya dari geng Ratu, ia merasa menjadi tokoh utama dalam film. Jujur saja, parasnya yang tampan membuatnya hampir menyukainya.

"Ehm. Lama tidak bertemu," jawab Kara.

Nathan melempar senyum, begitu juga dengan Kara. Mereka berdua malu-malu kucing.

"Nanti jam istirahat, temui aku di UKS ya." setelah itu Nathan berdiri. Kara hendak menjawab namun disela Nathan. "Tidak ada penolakan."

Nathan lalu kembali ke bangkunya. Jam pun berbunyi, saatnya jam pelajaran pertama dimulai. Kara hanya bisa tercengang mendengarnya.

"Cih egois sekali dia," Maya menahan senyumnya.

Jam istirahat berbunyi. Semua siswa rata-rata keluar untuk ke kantin dan main. Nathan berdiri dan melirik ke arah Kara. Ia membuat tanda kalau dia akan ke UKS lebih dulu dan akan menunggu Kara di sana. Setelah itu Nathan berjalan keluar kelas dengan memasukkan tangannya ke saku celana.

"Dasar sok keren," kata Kara, namun jujur saja ia merasa berdebar. "Mungkinkah dia tidak senakal yang aku kira?" gumamnya.

Kara kemudian menyusul Nathan, ia masuk ke dalam ruangan UKS yang sepi, lalu menutupnya pelan. Ia memanggil Nathan dengan pelan seperti berbisik.

"Nathan, kau dimana? Nathan?"

Kara membuka satu persatu ranjang yang tertutup tirai, namun tidak ada. Hingga ada dua ranjang terakhir di sudut. Kara membuka yang pertama, sayangnya malah ada seseorang yang berbaring di sana. Ia terkejut karena seluruh badannya tertutup selimut putih, ia teringat ruang mayat. Namun sesaat ia berpikir kalau Nathan tengah mengerjainya. Ia lalu mengendap dan melangkah pelan lalu kemudian hap!

Kara membuka selimutnya dengan gesit sembari berteriak 'Nathan!' namun betapa terkejutnya ternyata itu bukan dia. Parahnya lagi dia yang tidur di sana adalah seorang siswa yang tengah tidur dengan kancing kemeja yang terbuka bagian atasnya. Hampir separuh kancing seragamnya terbuka. Ditambah lagi rambutnya disemir warna merah gelap, seperti anak nakal. Kara kaget setengah mati dan menjerit.

"Aaa!" teriak Kara.

Siswa yang tidur itu menguap lebar dan tebangun. Ia lalu duduk.

"A…astaga! Siapa kau?!" Kara terkejut. Siswa itu lalu memperbaiki kancing seragamnya dan duduk di tepi ranjang. Ia menatap Kara dengan tajam.

Kara mundur selangkah. Ia sebenarnya takut dengan anak nakal.

"Harusnya aku yang tanya. Kau ini siapa?" tanya balik siswa itu.

"Oh maaf kukira kau temanku." Maya menunduk.

Siswa itu berdiri. Kara refleks mundur.

"Kau sakit?" tanyanya.

"T…tidak." Kara gugup.

"Kenapa ke UKS? Mau tidur di sini?"

"Tidak kok."

Siswa itu melewatinya lalu memutuskan untuk keluar dari ruangan. Setelah ia menutup pintu, tiba-tiba tirai terbuka dan Nathan muncul di sana. Kara terkejut.

"Nathan? Kau dari mana saja?"

"Kenapa? Kau mencariku?" godanya.

"Jadi ada apa?"

Nathan lalu menutup tirainya dan di dalam ruang bersekat sempit itu hanya ada dirinya dan Kara.

"Kara," panggilnya.

Kara tiba-tiba gugup.

"Aku sebenarnya…."

Kara menelan ludah. Nathan tiba-tiba mendekat dan memegang kedua tangannya sembari menatapnya dengan serius.

"Aku sebenarnya sangat menyukaimu."

"Apa?" Kara terkejut. "Apa sih yang kau katakan? Bukannya kau membenciku."

"Benci? Aku tidak pernah membencimu."

"Sungguh?"

"Iya. Aku ingin meminta maaf masalah beasiswa mu. Aku akan berbicara dengan ayahku dan mengembalikan beasiswamu segera. Aku janji."

"Kau sungguh akan melakukannya?"

Nathan mengangguk.

Kara memang tidak mudah percaya, namun Nathan terdengar sangat serius dan bersungguh-sungguh.

"Jadi… kau mau menerimaku?"

"Itu…."

"Tidak perlu buru-buru. Aku tunggu besok di sini saat jam istirahat." Nathan melepas tangan Kara. Ia lalu membuka tirai dan keluar dari UKS. Sedang Kara masih mematung dan berusaha mencerna kata-kata Nathan di sana.

Tanpa ia sadari, siswa nakal tadi ternyata kembali lagi dan tanpa sepengetahuan mereka, ia menguping di ruang sebelah yang hanya terpisah dengan sekat tirai. Siswa nakal itu tersenyum licik seolah mendapatkan informasi yang sangat langka.