webnovel

Menginap

Oska keluar dengan kaus biasa, lalu mengusap rambutnya dengan handuk kecil. Ia tidak mendapati Maya dimanapun dan buburnya juga masih utuh. Tiba-tiba...

kreekk...

Terdengar suara pintu terbuka. Oska panik lalu berlari ke arah pintu. Maya berdiri di sana dan akan melangkahkan kaki keluar. Secepat kilat Oska mencegahnya dan menarik lengannya. Pintu kembali tertutup.

"Maya!" paniknya. "Kau mau kemana?!

"Lepaskan aku!" Maya menghempas tangannya.

Oska terkejut melihatnya yang mendadak menjadi kasar.

"Ada apa, May? Kenapa kau mau keluar? Bajumu berantakan."

"Aku akan kembali ke sana."

"Apa? kau sudah gila?!"

"Ya! Aku memang gila!"

Oska dan Maya saling menatap satu sama lain. Oska menyadari tatapan Maya menjadi sangat tajam. Keningnya berkerut dan ia nampak kesal. Ia melirik jam dinding.

"Sebentar lagi jam 6, Tian akan keluar membuang sampah. Jika kau keluar dia akan melihatmu."

"Kembalikan aku ke sana."

Oska terdiam.

"Kembalikan aku ke sana sekarang!" teriak Maya. Tangannya meremas ujung roknya, ia gemetaran dan lagi-lagi tubuhnya menggigil.

Oska bingung melihat gadis ini.

"Hentikan, May. Jangan kembali ke sana. Aku tidak akan membiarkanmu kembali ke tempat itu."

"Tidak ada yang bisa aku lakukan lagi."

"May!"

Bahunya naik dan ia nampak ketakutan.

"Aku tidak bermaksud berteriak. Tapi kali ini kau harus menuruti kata-kataku."

"Lalu apa yang harus aku lakukan?" Maya mendongka menatapnya. "Aku membutuhkan uang, aku harus mendapatkan uang banyak dalam waktu singkat. Aku harus mempertaruhkan semuanya! Jadi apa salahku?"

"Apa kau ada masalah? Kau bisa memberitahuku, kau bisa memberitahu Nico juga. Kita pasti akan membantumu."

"Apa?" Maya nampak kesal, ia mendekat ke Oska. "Kau...melihatku sepertiku pengemis, kan?"

Degh.

Oska tertegun mendengarnya.

"Bukan itu maksudku."

"Jelas jelas itu maksudmu! Aku tidak mau mengemis pada siapapun. Aku sudah punya banyak hutang padanya."

"Kau tahu konsekuensinya kerja di tempat seperti itu."

"Aku sudah mengatakannya tadi, aku harus mempertaruhkan semua yang kupunya."

"May... Jangan seperti ini, kumohon...." Oska memegang lengannya. Namun Maya menghempasnya.

"Kau tidak akan mengerti. Kau tidak akan pernah mengerti! Kenapa kau membawaku pergi dari sana! Kenapa?" Maya marah. Ia memukul Oska dengan kesal. "Kembalikan aku kesana! Kembalikan aku!"

"Maya, May!" Oska menangkap kedua lengan kecilnya.

Tangan gadis itu lagi-lagi gemetaran. Dari pada marah, ia terlihat seperti orang yang putus asa. Oska merasa bersalah. Dialah yang tidak paham situasinya di sini. Dia yang seenak jidat berkomentar tentang hidup gadis itu.

"Tidak akan ada yang membantumu jika kau berada pada situasi seperti kemarin jika kau kembali kesana lagi," Oska berusaha berbicara dengan lebih lembut. "Aku mohon, May. Berhenti bekerja dari sana."

"Tidak. Aku tidak bisa melakukannya." Maya menghempas tangan Oska, ia berjalan menuju pintu dan hendak keluar.

Namun tiba-tiba terdengar suara pintu kamar samping terbuka. Oska panik, ia meraih lengan Maya lalu menutup paksa pintunya lagi. Hingga membuat Maya kaget, ia terdorong dan punggungnya menatap dinding. Oska tanpa sadar berdiri di hadapannya untuk melindunginya agar kepala Maya tidak terbentur. Posisi yang sama seperti tadi malam.

Maya membisu.

Sementara itu di luar Tian membuang sampah. Ia merasa mendengar suara pintu terbuka tadi. Ia melirik kamar Oska, namun tak ada siapa-siapa. Ia pikir dirinya salah dengar, setelah itu lalu kembali lagi ke kamar.

Setelah mendengar suara pintu, Oska menghela napas lega. Ia menggandeng Maya kembali ke tempat tidur.

"Beristirahatlah. Aku akan mengambilkanmu baju."

Oska lalu pergi ke kamar ganti dan mengambil kemeja yang besar untuk Maya dan juga jaket. Karena Maya kecil kemeja itu mungkin sampai lutut. Namun saat ia keluar, Maya sudah tidur di ranjang dengan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Oska menghela napas. Gadis itu sepertinya ngambek dan marah.

"Ganti bajumu, aku taruh di sini. Aku mau keluar sebentar."

Setelah mengatakan itu, Oska keluar. Ia menoleh ke arah Maya, dan dia masih tidak menjawabnya.

Krek.

"Astaga!" betapa terkejutnya Oska saat mendapati Tian tiba-tiba sudah di depan pintunya. Oska berusaha tenang, lalu cepat-cepat menutup pintunya. Tian mencuri pandang ke dalam, ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan.

"Ada apa?"

"Aku tadi dengar kau membuka pintu."

"Terus?"

Tian tiba-tiba mepet.

"Kau bawa gadis, kan?" bisiknya.

"Ha? Kau gila?"

"Ayolah, tidak perlu malu. Kau kan pria dewasa." Tian menepuk bahunya keras.

Tapi ia berakhir mendapat tatapan tajam dari Oska.

"Pergilah kau, tetangga," dinginnya.

Sedangkan Tian masih senyum-senyum menggodanya.

"Sudah kukatakan tidak kan?"

"Masa?" oloknya.

"Aku tidak membawa siapapun ke kamarku. Sana pergi! Urus saja urusanmu sendiri."

Tian lalu berlalu dan berjalan mendahuluinya. Namun ia masih melempar senyum-senyum tidak jelas, dan menaikkan alisnya. Oska menghela napas dan memutar bola matanya malas menanggapi tetangganya.

Maya membuka selimutnya. Ia melihat ke arah pintu dan bisa bernapas lega karena Oska sudah keluar. Ia melirik ke meja samping dan melihat ada kemeja dan jaket di sana. Maya lalu ke kamar mandi, mencuci mukanya dan mengganti baju dengan kemeja milik Oska yang sangat besar sekali sampai lutut.

"Seperti milik raksasa saja," batinnya.

Oska masih di lift. Ia melamun dan mengingat lagi. Saat Maya ketakutan di gang kecil, dia menangis dan gemetaran. Mengingat itu ia tak sampai hati marah lagi dengannya. Ia menyisir rambutnya ke belakang dengan frustasi.

Tian sudah masuk ke dalam kamarnya lagi. Ia bersyukur karena mengira Oska menyukai Maya.

"Kukira si tetangga itu menyukai Maya," Tian tersenyum lebar. "Ah sepertinya aku hanya terlalu banyak pikiran, haha."

Tian mengira Oska benar membawa gadis lain di kamar apartemennya. Ia lalu keluar dengan baju yang sudah rapi dan tas ransel bersiap berangkat kuliah. Saat melewati kamar Oska ia berinisiatif mengetuk pintunya. Ia penasaran siapa wanita yang dibawanya.

Ting tong.

Degh...

Maya terkejut dan segera bersembunyi di dalam selimut lagi.

Ting tong. Ting tong.

Bel terus-terusan berbunyi. Jika itu Oska tidak mungkin dia membunyikan bel kan.

"Ah ini semua salahku kenapa tadi aku mau keluar sih?" Maya frustasi mendengar bel terus berbunyi.

Ia lalu berjalan mengendap pelan-pelan dan mengintip di lubang khas pintu yang kecil. Betapa terkejutnya dia, itu adalah Tian.

"Hah Senior?!" Maya membekap mulutnya.

Dari luar Tian merasa mendengar suara.

"Apa anda pacarnya Oska?" teriak Tian.

"Aduh mampus aku," batin Maya.

"Selamat datang, kuharap kita bisa akur," Tian tersenyum lebar. "Aku tahu kau malu menyapaku. Tapi kuharap hubunganmu langgeng dengan Oska. Kalau begitu aku permisi."

Setelah itu tak terdengar suara lagi.

Maya akhirnya bernapas lega. Ia kembali ke dalam dan lumayan cemas.

"Kenapa dia mengira aku pacarnya Oska? Dasar tetangga sialan," Maya memanyunkan bibirnya.

Ia kembali ke ranjang dan duduk di sana dengan berselimut hangat. Baunya sangat harum, berbeda dengan kamarnya yang jarang rapi. Kamar Oska sangat bersih untuk ukuran pria, selimutnya wangi dan kamar mandinya juga wangi. Maya duduk dan memeluk kakinya sendiri. Jam menunjukkan pukul 7. Maya hanya memainkan kukunya dengan bosan.