webnovel

Insiden Valentine

"Semua orang merayakan hari valentine tapi kenapa aku malah sial begini, sih."

Maya berbalik dan hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba...

"Maya?"

"Se...senior?"

Itu adalah Tian. Mereka berdua mematung dan saling menatap satu sama lain.

Maya hendak lari, namun Tian mencegahnya. Tian menghadangnya di depan.

"Sebentar, May."

"Aku mau pergi."

"Sebentar, May. 5 menit saja, tidak-tidak, 1 menit saja."

drrftt drrftt

Ponsel Maya berdering, memecah percakapan keduanya.

"Aku harus mengangkatnya," kata Maya.

"Ba..baiklah." Tian canggung.

"Halo."

"Kau dimana May?"

"Kak Roy?"

"Viola tidak ada di rumah! Dia bilang ingin pergi ke taman bermain denganmu. Aku tidak tahu harus mencarinya kemana lagi!" suara Roy terdengar panik.

"Apa!"

***

"Satu! Dua! Satu! Dua!" Ian dan Kara menghitung ritme kaki mereka agar sama.

"Ayo sedikit lagi!"

"Kara! Ian! Kalian pasti bisa!"

Teman sekelas menyemangati keduanya. Hingga akhirnya mereka sampai di garis finish. Ian dan Kara lalu jatuh bersamaan dengan napas tersengal. Mereka melempar tawa kemenangan. Teman-teman yang lain bersorak gembira.

Onyx dan Shanti juga kembali membawa berita gembira. Keduanya meraih juara satu, sedangkan Kara dan Ian menempati juara 2. Kelas bersorak karena memenangkan banyak perlombaan.

Onyx dan Ian tersenyum puas lalu tos high five.

"Kau tidak buruk juga," kata Onyx. Dijawab senyum lebar dari Ian.

Drfftt drfftt

Ponsel Onyx dan Ian terus-terusan berbunyi di meja namun keduanya tidak menyadari. Hingga Kara melihat milik Ian, ada nama Zen di sana.

"Ponselmu berdering dari tadi," kata Kara pada Ian.

Ian lalu membuka chat pesan dari Zen, lalu terkejut dan membelalakkan mata. Ia yang tadinya hanya memakai kaus dalam berwarna merah kini cepat-cepat memakai seragamnya kembali. Ia juga mengambil seragam Onyx di mejanya.

"Onyx!" teriaknya sembari melempar seragamnya.

"Kenapa?"

"Ada masalah!"

"Ha?" Onyx tergesa memakai seragamnya.

"Ah sial, aku tidak bawa motor!"

Keduanya bergegas keluar dari kelas. Tidak ada yang menyadari percakapan mereka karena kelas terlalu riuh. Namun Kara menyadarinya, mereka berdua hendak meninggalkan kelas.

"Mau kemana mereka?" Kara mengikutinya keluar.

Zen mengirim pesan bahwa Cherry hilang di taman bermain dekat kota. Sebelumnya Cherry mengancam supir dengan gunting untuk memaksa mengantarkannya ke taman bermain. Sesampainya di sana, si supir mencari Cherry yang langsung berjingkat keluar dan berlari, ia bingung mencari di tempat seluas itu. Ia lalu menghubungi pengawal rumah, dan pengawal rumah memberitahu Elias dan seluruh anggota Sky Lynx yang ada di rumah, Sano dan Zen. Elias lalu menghubungi Dean di bar Mary. Semua orang tengah menuju ke taman bermain.

Sementara itu, Roy tidak tahu taman bermain mana yang dimaksud Viola. Maya lalu memberikan share location taman bermain dekat kota. Tian akhirnya mengantarkan Maya dengan motornya, meskipun ia memaksa ikut.

"Kak Roy!"

"Maya!"

"Viola bagaimana?"

Roy menggeleng. Kedua orang itu panik.

"Aku akan ikut membantu," kata Tian.

"Terima kasih, ya. Benar-benar anak itu!" Roy tak habis pikir Viola akan beneran kabur

"Viola kemarin mengirimiku pesan tapi aku tidak membacanya. Aku minta maaf. Apa dia bilang ingin naik wahana apa atau kemana?"

"Aku juga tidak tahu itu. Bagaimana kita akan mencarinya di tempat seluas ini?"

Mereka bertiga melihat sekeliling, pasangan dan keluarga ada dimana-mana, bisa dibilang sesak namun juga tidak. Roy cemas, ia memegang tengkuk lehernya. Begitu juga Maya.

"Kita berpencar saja," usul Tian.

"Baiklah, kau dengan Maya, aku akan mencari ke arah sana."

"Baiklah," kata Maya.

"May, jangan lupa untuk terus online."

Maya mengangguk, mereka lalu berpisah. Roy ke arah barat, Maya dan Tian ke arah Timur.

"Apa mungkin mencari anak SD ditempat seluas ini?" Tian bertanya.

"Dia anak SMP!"

***

Nina dan Andra tengah berada di kafe di taman bermain yang sama. Anehnya mereka mengajak Nico agar tidak frustasi dan stres karena jomblo.

"Kenapa juga aku harus jadi obat nyamuk kalian di sini? Cih." Nico mengaduk-aduk jusnya dengan sebal.

"Kita bertiga disini sebagai keluarga," sahut Andra.

"Keluarga apanya? Begini baru bilang keluarga. Jelas-jelas kalian kencan, ah dasar!"

Nina tersenyum melihat Nico yang cemberut.

Tiba-tiba...

"Eh?!" Nico menatap keluar kafe yang berdinding kaca.

"Ada apa Nico," tanya Nina.

"Aku... seperti melihat Maya."

"Nico!" teriak Andra. "Sudah kubilang untuk menunggunya dan jangan terburu-buru kan?"

"Tidak tidak! Sepertinya itu tadi memang Maya."

Nioc berdiri lalu berlari keluar kafe, Andra dan Nina memanggilnya namun Nico tak memperdulikannya. Nico menyipitkan matanya dan dari jauh, ia memang melihat Maya dan juga ada Tian bersamanya.

"Apa yang cecunguk itu lakukan di sini? Apa dia mengikuti Maya? Tak kan kubiarkan dia selangkah di depanku." Nico dengan emosi membuncah menghampiri keduanya.

"Maya!" panggilnya berteriak.

Maya dan Tian menoleh.

"Nico?"

"Kenapa kalian di sini? Apa kalian kencan diam-diam tanpa sepengetahuanku?"

"Ha? Kau gila?" Tian menanggapinya dengan wajah datar.

"Kebetulan kau di sini, Nico. Yao bantu kita mencari Viola!" Maya menarik tangannya.

Tubuh Nico tertarik dan menurut saja pada Maya.

"Viola? Viola siapa woi!"

Sementara itu, Dean yang dari bar Cherry segera menuju ke share location yang dibagikan Elias.

"Taman bermain?" sesampainya di sana Dean tidak habis pikir. Ia terus menerus mendapat notifikasi penggunaan kartu kredit. Mulai dari stand makanan satu ke stand makanan yang lainnya.

"Stand makanan? Dimana sih ini? Mana mungkin mencari di setiap sudut food stand di taman bermain seluas ini?"

Chat grup juga dibanjiri Zen, Onyx dan Ian. Mereka bertanya posisi semua orang dimana. Dean lalu melangkah di dekat taman, namun tiba-tiba kakinya tersandung drainase taman.

Dug!

Ia terjatuh. Kakinya nyeri dan ia terduduk di rumput. Dean meringis memegang pergelangan kakinya. Tiba-tiba seseorang mengulurkan tangan di tengah keramaian.

"Anda tidak apa-apa?"

Karena terik matahari yang menyengat, Dean tidak bisa melihatnya dengan jelas. Pria itu adalah Andra. Mendadak kepalanya nyeri. Dean meraih tangan itu lalu berdiri.

"Anda baik-baik saja?"

Dean membisu, menatap Andra lama. Ia juga menatap wanita di sampingnya.

"Dean!" teriak Sano dari arah berlawanan.

"Kau tidak apa-apa?" Sano memeriksa kakinya. "Sudah kubilang untuk memeriksakan kakimu kan?"

"Aku baik-baik saja."

Andra dan Nina bingung melihat Sano.

"Ah terima kasih, ya. Dia saudaraku." Sano mengklaim itu saudaranya. Ia berterima kasih dengan sopan.

"Baiklah. Syukur kalau tidak apa-apa," kata Nina.

Andra dan Nina lalu permisi dulu. Sedangkan Dean memegang kepalanya yang pusing.

"Aku seperti pernah melihat pria tadi."

"Apa yang kau bicarakan? Kau harusnya memeriksakan kakimu Dean." Sano khawatir.

"Kau sudah menemukan Cherry?"

Sano menggeleng.

"Bagaimana dengan yang lain?"

Sementara itu...

"Ah apa yang kulakukan di sini? sia-sia sekali mengikuti mereka."

Karena penasaran, Kara membuntuti Onyx dan Ian. Namun ia bingung karena berakhir di taman bermain. Dia berbalik dan dihadang dua pria yang tampak nakal dan berusaha memegang-megang dia.

"Kau ke taman bermain pakai seragam? Mau menggoda Om huh?"

Kara panik, lalu Onyx dan Ian datang dan mengusir mereka.

"Kau membuntuti kami?"

"Siapa dia?" Mata Zen berbinar dan mendekati Kara sembari memegang tangannya "Kakak, kau cantik sekali. Siapa namamu?"

"Eh? Aku...namaku Kara."