webnovel

Insiden Bar

"Aku sudah lama memang ingin mencicipi tubuhmu. Tidak usah khawatir aku akan membuatmu merasakan sensasi yang luar biasa." Jeffry menatap tubuh Maya. "Tidak perlu menangis, May." ia menyentuh pipinya.

Jeffry mendekat dan berusaha mencium bibirnya, namun Maya terus mengelak.

Drap drap drap

Terdengar langkah kaki naik tangga. Seseorang masuk ke dalam, lalu tiba-tiba menarik baju bagian belakang Jeffry dan memukulnya dengan keras hingga tubuhnya terlempar ke atas meja kaca dan membuatnya pecah berserakan.

Maya yang masih shock terkejut mendengar suara nyaring meja yang pecah. Ia menutup kedua telinganya dan memejamkan mata. Seluruh badannya gemetar hebat. Ia melihat roknya yang sobek parah seolah jika ia berdiri baju dalamnya akan kelihatan, kancing atasnya hilang tiga dan rambutnya acak-acakan. Pipinya bercucuran air mata namun ia termenung dalam diam.

"Beraninya sampah seperti kalian ada di sini!!" teriak pria yang memukul Jeffry. Itu adalah Dean.

Beberapa saat sebelumnya.

Setelah menyerahkan Cherry pada Elias, Dean datang ke bar, lalu datang ke ruangan Mary. Sayangnya wanita itu tidak ada. Tiba-tiba seorang pegawai wanita berlarian dan mengetuk pintu ruangan dengan panik. Dean membuka pintunya.

"Apa Nyonya Mary di dalam?"

"Tidak ada."

"Aduh bagaimana ini?" pegawai itu cemas.

"Apa terjadi sesuatu?"

"Itu Tuan, ada keributan di lantai 2."

"Apa?"

Setelah itu Dean bergegas keluar dan menuju lantai dua. Tak jauh dari sana, Oska ternyata sedang duduk dan dikelilingi wanita-wanita seksi. Wajahnya memerah, ia sudah setengah mabuk. Tiba-tiba ia mendengar teriakan wanita dari lantai atas. Bersamaan dengan Dean yang berjalan menaiki tangga. Oska seolah mendapatkan kesadarannya 100 persen. Ia berdiri dan meletakkan gelasnya dengan kasar, lalu mengikuti Dean di belakang, bahkan berjalan lebih cepat ketimbang Dean. Ia segera masuk dan terkejut melihat situasi yang terjadi.

Dean masuk lalu memukul Jeffry. Sedangkan Oska tidak bisa percaya melihat anggota Black Bird disana.

"Rey..." napasnya menderu cepat. Ia panik dan cemas. Badannya panas dingin seolah akan mengeluarkan cahaya dari seluruh tubuhnya. Namun bukan itu, ia harus segera menyelamatkan Maya.

Sayangnya tubuhnya lemah. Ia hampir terjatuh dan oleng.

"Beraninya sampah seperti kalian ada di sini!!" teriak Dean. Ia memukul Jeffry habis-habisan.

Kedua pria yang ketakutan tadi lari kabur tunggang langgang. Sedangkan Rey tidak percaya melihat Dean secara langsung.

"Ah dia pemimpin Sky Lynx ya," Rey menyunggingkan senyum. "Memang kuat sekali dia. Sekali lempar langsung mau mati si Jeffry brengsek itu," batinnya.

Setelah membuat babak belur Jeffry. Dean ganti mendekati Rey lalu meraih kerahnya.

"Siapa kau?"

"Aku? Kau bertanya siapa aku?" Rey tersenyum.

Dean makin murka dan marah, seolah kompor di kepalanya menyala. Ia makin jijik melihat senyuman Rey.

Oska mengambil kesempatan itu untuk membawa Maya. Ia memakai topi hitam agar Rey tidak mengenalinya. I segera mendekat dan membuka jasnya lalu menutupi kaki Maya.

"Maya," panggilnya pelan.

Maya masih setengah sadar. Tubuhnya menggigil gemetaran hebat. Ia bahkan tidak mendengar Oska memanggilnya. Baru kali ini ia melihat Maya sangat lemah seperti ini.

"Rey... kau tidak bisa dimaafkan," batin Oska. "Aku pasti akan membunuhmu!"

"Pegangan padaku, May. Maaf, aku minta izin menggendongmu." Oska menaruh lengan Maya agar melingkar di lehernya, setelah itu mengangkatnya di depan kemudian segera lari dari tempat itu.

Rey melihat ke belakang Dean. Seseorang membawa gadis pelayan itu lari. Pria itu memakai topi hitam. Namun Roy terkejut, karena meskipun memakai topi, ia merasa mengenalnya.

"Pria itu...tidak mungkin....apakah dia...."

"Woi! Lihat kemana kau?" Dean marah karena Rey malah menatap ke arah lain.

Buagh!

Dean memukulnya hingga bibirnya berdarah.

Mary datang dan menghentikan Dean yang menggila.

"Dean! Hentikan Dean!" teriaknya sembari memegang lengan kekarnya.

Rey babak belur, satpam datang lalu membopong Rey dan Jeffry yang pingsan serta bonyok parah. Ruangan lounge itu dipenuhi kaca meja dan bercak darah.

Mary menghela napas.

"Apa sih yang kau lakukan, Dean?

"Tadi ada pelayanmu yang..." Dean terkejut karena saat menoleh ke sofa, Maya sudah tidak ada.

"Ada apa? Kau cari siapa?"

Pelayan perempuan yang memberitahu Dean mendekati Mary.

"Anu nyonya, tadi Maya diganggu Tuan Jeffry. Mereka berdua sepertinya saling kenal. Kemudian terjadi keributan."

"Apa?" Mary shock.

"Sepertinya..." pelayan itu takut-takut. "Maya hampir diperkosa."

"Astaga!" Mary menutup mulutnya. "Dimana dia sekarang?"

"Seorang pria yang mengenakan topi hitam menggendongnya dan membawanya keluar.

Dean ingat tadi memang ada seorang pria di belakangnya. Tapi dia tidak tahu itu siapa.

"Ya ampun. Kenapa jadi begini sih?" Mary memegang kepalanya yang pening. "Aku tidak menyangka mereka berdua benar-benar mengenal satu sama lain."

"Ah jadi namanya Maya, ya." Dean ingat, itu adalah pelayan yang sama yang membantunya membuka pintu saat Cherry juga diganggu Jeffry.

"Sebaiknya kau berhenti membuatnya jadi VVIP disini, Mary," kata Dean. "Dia hampir tidur dengan Cherry dan sekarang dia memperkosa pegawaimu. Bisnismu akan bangkrut jika mempertahankan orang sepertinya."

"Begitukah? Haaah...." Mary menghela napas panjang.

"Dan untuk pelayan bernama Maya itu, sebaiknya kau memberi kompensasi atau memecatnya."

"Tapi aku sudah menyewanya untuk satu bulan. Kau mau menggantinya?!" Mary marah. "Ini bisnis bukannya tempat amal."

"Kalau begitu pecat dia. Aku yang akan menggajinya dua kali lipat dari yang kau tawarkan. Dia terlihat masih dibawah umur."

"Maya memang terlihat masih muda. Tapi dia bukan anak dibawah umur."

"Tetap saja. Pecat dia. Aku yang akan menanggungnya. Aku tidak mau melihat pria sampah tadi berkeliaran. Pokoknya kau harus memutus hubungan dengan dia."

"Ya ya ya," jawab Mary dengan setengah hati. Ia lalu berdiri dan memerintahkan pegawainya mencari keberadaan Maya.

Sementara itu, Oska dan Maya berada di luar bar. Maya lemas dan dipapah Oska, jaket hitam miliknya melingkar di pinggang Maya.

"May, May!" Oska berusaha menyadarkan Maya. "Kau baik-baik saja? Tarik napas, tenangkan dirimu. Kau sudah di luar sekarang. Semuanya aman."

Maya menelan salivanya kepayahan. Ia berusaha berdiri lalu menoleh ke arah Oska.

"Kak...Kak Oska?"

"Iya, May. Ini aku."

Oska panik.

"Kenapa kau....kenapa kau di sini?" Maya tiba-tiba limbung dan hampir pingsan.

"Astaga!" Oska memeganginya.

Tiba-tiba ada beberapa pria penjaga yang berbadan kekar memakai handsfree di telinga mereka. Oska menebak para pegawai lain sedang mencari Maya.

"Gawat! May, kau kuat berjalan?"

"Kak Oska, kenapa kita kabur?"

"Maya, dengarkan aku," Oska memegang bahunya. "Aku tidak akan membiarkanmu masuk ke dalam sana lagi."

"A..apa?"

Tanpa menjawab pertanyaannya, Oska membuka kemeja putihnya lalu menyisakan kaus pendek berwarna hitam di dalam. Kemeja itu ia tutupkan pada kepala Maya.

"Ta...tapi aku...."

"May!" teriak Oska.

Maya terkejut dan menatapnya. Bibirnya bergetar, begitu juga tangannya. Wajahnya nampak layu dan tertekan. Oska menghela napas. Beberapa pria berjas hitam lewat di sekitarnya, Oska seketika langsung memeluk Maya. Membenamkan wajahnya pada dadanya.

Maya bisa mendengar detak jantungnya yang begitu cepat.

"Kenapa Kak Oska sangat takut ketahuan? Mengapa kita bersembunyi?" batin Maya.

"Kau bisa jalan?"

Maya mengangguk.

"Ayo lewat sini."