webnovel

Insecure

Ruang Club Olahraga

"Selamat sore dan selamat datang adik-adik," Kak Olla berdiri di tengah dengan senyum ramah menyambut para member baru. Ia bersama member lama yang lain memberi sambutan kecil dan menjelaskan beberapa hal yang penting.

"Terima kasih sudah mendaftar di klub olahraga. Jujur saja, organisasi kampus itu tidak jauh beda dengan organisasi di sekolah. Ada lebih banyak informasi yang lebih detail yang kita share disini, info kompetisi, struktur anggota, kesekretariatan, event tahunan dan masih banyak lagi. Mahasiswa sendiri yang ambil bagian bukan lagi guru. Jadi kakak-kakak disini sangat senang lumayan banyak pendaftar. Disini saya Olla Zenita, panggil saja Kak Olla hanya memberitahu garis besar divisi olahraga yang ada. Kalian boleh ikut lebih dari satu. Untuk yang lainnya kalian bisa ikut sharing member baru tiap sore, tapi tidak wajib kok. Jadwalnya bisa kalian cek nanti ya."

Ada sekitar 12 sampai 15 anggota baru. Namun mahasiswa berbeda dengan siswa. Di tahun kedua yang bertahan bisa dihitung jari. Biasanya mereka mencalonkan diri ikut Dewan Perwakilan Mahasiswa atau aktif di klub lain atau sibuk yang lainnya.

"Baiklah kita mulai perkenalan ya, sebutkan nama panjang kalian, kemudian nama panggilan dan jurusan, dimulai dari sana," tunjuk Olla pada seorang perempuan berparas cantik, berambut sebahu warna cokelat.

Perempuan itu berdiri, seluruh anggota serentak bersiul 'suit suit' dan berteriak heboh seolah melihat princess.

"Wah dia tinggi, ya."

"Benar-benar cantik."

"Dia akan jadi diva di klub ini."

Perempuan itu menyibakkan rambut sampingnya ke belakang telinga dan tersenyum cantik dan ramah.

"Perkenalkan semuanya," sapanya. " Namaku Ella Ozwand, biasa dipanggil Ella. Kak Olla bukankah nama kita mirip?" ia tersenyum cantik

"Ah iya betul juga. Kau dari jurusan mana?" Tanya Olla.

"Aku dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Salam kenal semuanya, semoga kita bisa akrab dan saling support." Ella mengangguk sopan kemudian duduk kembali.

Maya yang duduk tepat di sampingnya merasa sangat terpukau. Perempuan di sampingnya benar-benar tipenya. Dia yang perempuan saja menyukainya apalagi laki-laki. Cantik, tinggi, ramah, sepertinya dia juga pandai bicara di depan banyak orang.

"Bikin iri saja ini cewek," batin Maya menjerit. "Kau harus survive! mana ada kampus yang tidak ada cewek sempurna-nya seperti dia. Benar-benar bikin harga diri down kalau melihatnya," Maya meyakinkan diri sendiri untuk percaya diri.

"Selanjutnya, yang di sebelahnya," lanjut Olla.

Maya berdiri, sialnya anggota lain membandingkan dengan Ella yang cantik dan tinggi. Dia berperawakan kecil, 150 senti, berambut hitam biasa dan berponi depan.

"Imut sekali seperti anak SD."

"Dia pendek ya, beda dengan yang sebelahnya."

"Cantikan Ella daripada dia."

"Namaku Maya Forenzo, bisa dipanggil Mei, eh maksudku Maya. Aku dari jurusan pendidikan bahasa inggris. Salam kenal semuanya." Setelah itu Maya duduk kembali.

"Kalian dari jurusan yang sama," kata Olla menunjuk Maya dan Ella. "Apa kalian juga sekelas?"

"Kita belum tahu, Kak. Soalnya baru minggu depan mulai aktif masuk kelas," jawab Ella sembari tersenyum percaya diri.

"Oh begitu ya."

Tiba-tiba pintu terbuka, seseorang masuk. Dia adalah senior Tian.

"Hollllyyy shh... Dia kan senior yang menakutkan tadi pagi itu!!" batin Maya shock.

"Kau tadi benar-benar kacau. Sudah baikan sekarang?" candanya sembari tersenyum mengejek.

"Dasar gila!" Teriak Maya tanpa sadar.

***

Di depan mesin minuman.

"Hei Maya," sapa Ella dari arah belakang. Dia berdiri di samping Maya lalu memasukkan koin dan memilih minuman.

"Oh Ella. Kau tidak pergi ke kantin?" Tanya Maya sedikit canggung. Namun sebaliknya Ella terlihat sangat mudah bergaul, friendly dan easy-going.

"Kenapa memang? Aku cuma mau minum soda. Apa kau lapar? Oh jangan-jangan kau berbasa-basi untuk mengajakku ke kantin? Astaga! Aku tidak peka, maafkan aku."

"Ehh?" Maya tidak menyangka akan mendapat reaksi seperti itu dari teman yang pertama kali ia ajak bicara. "Ti...tidak. Jangan begitu, jangan merasa bersalah."

"Kau sangat baik dan agak canggung." Ella tertawa kecil. "Semoga kita sekelas ya. I'm really love English. So I decided to take this study course."

"Apa kau model?" Tanya Maya tiba-tiba.

"Bagaimana kau bisa tahu? Wah kau hebat."

"Semua orang juga akan berpikir begitu." Maya mengengeh. Ella nampak seperti princess polos.

"Tadi kau sangat berani meneriaki senior 'Dasar Gila!' Sangat keren!"

Ella mempraktikkan kembali bagaimana Maya mengatakannya dengan ekspresi wajah yang kesal. Maya hanya tersenyum malu. Ia berharap ditelan dinding saja tadi.

"Kau tidak tahu bagaimana rasanya jadi cewek pendek sepertiku. Kau tidak lihat tadi? Dia benar-benar mengejekku!"

Ella mengedikkan bahu lalu menahan tawa.

"Karena kau juga mengejekku, kau harus mengambilkan kaleng minumanku yang paling atas. Aku tidak suka soda, ambilkan aku americano."

"Ambil sendiri, Pendek. Haha." Ella bercanda.

"Wahh.." Maya tak percaya. "Kau pasti anak buah Senior Tian, kan? Padahal tadi pagi dia yang koar-koar 'Kalian tahu diskriminasi?' Tapi dia sendiri yang mengejekku tadi."

Ella berhenti tertawa, ia tertegun melihat seseorang yang berdiri di belakang Maya. Ia mencubit lengan Maya agar berhenti menjulidi Senior Tian.

"Memang kenapa? Dia sok-sok an keren tadi. Sekarang apa huh!"

"Se...sebaiknya kau ambil americano mu sendiri. Aku pergi dulu. Daaah Maya."

Ella segera pergi dari sana. Sesaat sebelum pergi ia menunjuk ke arah belakang Maya dan memberi instruksi untuk segera menoleh.

"EHEMM!"

Suara deheman keras yang disengaja, terdengar menggelegar di sudut koridor yang lumayan sepi.

"MATI AKUUUU!!!" jerit Maya dalam hati.

Tian mendekat ke arahnya tiba-tiba. Air mukanya datar dan dingin. Di mata Maya dia benar-benar terlihat seperti akan membunuh seseorang. Namun tak disangka, Tian menaruh lengannya di atas kepala Maya hingga dia terlihat sangat pendek. Tian menunduk dan mendekatkan wajahnya.

Maya membelalak.

"Se...senior aku tidak bermaksud..." Maya menelan ludah susah payah. Wajah Tian sangat dekat dengan wajahnya.

"Americano."

"Ha?"

"Ambilkan americano."

"Aku saja tidak sampai. Bagaimana aku mengambilkannya untukmu?!"

Tian menegakkan badannya. Lalu dengan postur tubuhnya yang sempurna ia memasukkan koin dan mengambil dua americano dingin. Satunya ia buka dan minum tepat di hadapan Maya. Satunya lagi dia tempelkan di pipi Maya.

"Minumlah." Setelah itu Tian melenggang pergi.

Maya terheran. Ia dia membius.

"Apa itu tadi?" Maya masih ingin mengumpatnya.

***

Di lapangan.

Maya duduk bangku penonton sembari membawa formulir divisi. Dari sana ia melihat beberapa senior yang melakukan peregangan, ada juga yang bermain tenis meja, basket, dan olahraga lainnya. Maya sembari bersenandung santai memperhatikan betapa nyamannya kehidupan kampus. Tidak ada PR, ataupun ujian yang menegangkan. Disini ada banyak klub, ia berencana ingin mengikuti lebih dari satu.

"Bulu tangkis... terdengar bagus. Sudah lama tanganku tidak memegang raket."

Dari tempat dia duduk, Maya melihat Ella duduk tak jauh darinya. Sangat berbeda darinya yang sendirian, ia dikelilingi mahasiswa laki-laki, yang junior bahkan senior. Cantik, pakaiannya modis, ia memakai gaun berwarna merah, dengan bahu yang separuh terbuka, rok pendeknya setengah paha dan highills yang terlihat mahal. Dia benar-benar seorang wanita yang seksi dan sempurna. Seperti tokoh utama di komik dan drama.

"Waaahh... beruntungnya dia..." Maya menghela napas. Ia melihat dirinya sendiri. Pakaiannya mirip anak SD, jumpsuit celana pendek warna cokelat, sepatu kets putih, dan rambut berponi depan.

"Aku tidak setara dengannya," gumamnya galau.

Maya mengambil bolpoin lucu bermotif kelinci yang memiliki gantungan kucing di ujung atasnya. Ia hendak menulis di kolom pilihan divisi bulu tangkis di formulir yang dia bawa. Namun belum sempat ia menulis sesuatu...

"Gadis kecil disana! Awas!"

DUUKKK

Sebuah bola mendarat di kepala Maya hingga membuatnya terjungkal ke belakang.

"Aaauuuww," teriaknya spontan.

Beberapa pemain mendekatinya. Namun mereka hanya meminta maaf secepat kilat dan berlari ke arah bola yang terlempar. Sial sekali hari ini.

Tidak sampai pingsan. Maya berusaha bangun dan duduk sambil memegang jidatnya yang merah.

"Kau tidak apa-apa, May?" Sebuah uluran tangan halus dan putih serta bersinar menghampirinya. Seseorang dengan siluet yang indah seolah datang menyelamatkannya.

"Ella."

"Kau baik-baik saja?"

Pria yang mengerubunginya tadi makin gila-gilaan memuji sang bidadari yang begitu baik hati. Ella membantu Maya berdiri.

"Terima kasih, El."

"Mau ke UKS?"

"Tidak. Sepertinya sudah terlalu sore. Apa kita tidak kembali saja?"

"Begitukah? Emmm..."

"Tidak apa-apa kalau kau masih ingin di sini. Aku akan mengambil tasku di ruangan. Kurasa aku akan pulang sekarang. Lagipula kepalaku pusing kena bola."

Maya memegang kepalanya sembari pergi meninggalkan lapangan. Gerimis kecil turun. Maya sudah terlanjur menunggu di halte dekat kampus. Berulang-kali ia mengecek jam di pergelangan tangannya. Bus malam agak terlambat, mungkin karena hujan. Tiba-tiba sebuah mobil berwarna putih berhenti di depan halte kaca jendela bagian supir terbuka.

"Mau kuantar?"

"Ella? Lagi?" kata Maya dalam hati. "Apa dia ini benar-benar bidadari yang jatuh dari kayangan?"

"Malah bengong. Ayo!"

"Tidak perlu, El."

"Kenapa jadi sungkan begitu. Ini permintaan maaf karena mengataimu pendek tadi sore."

"Tadi kau kan bercanda. Benaran tidak apa." Maya menunjuk agak jauh ke belakang mobil Ella. "Busnya sudah datang. Kau duluan saja."

"Ya sudahlah. Kalau begitu hati-hati. Sampai jumpa besok!" Teriak Ella sambil teriak dan melambaikan tangan, mobilnya mulai melaju perlahan.

Sesampainya di depan apartemen, Maya berjalan lurus. Di depan pintu kaca otomatis , ia memasukkan kartu khusus penghuni apartemen. Hujan sudah berhenti, namun bajunya sedikit basah.

"Kenapa aku dari tadi membandingkan diriku dengan Ella?" Maya lesu. "Memang di terlihat sempurna, apa aku pantas berteman dengannya? Apa dia tidak malu berteman denganku? Dia juga terlihat kaya, sedangkan aku… manusia banyak hutang apa masih pantas berteman." Maya menghela napas berat.

Ia berdiri di depan lift, namun tertera sebuah pengumuman bahwa lift rusak. Akhirnya ia berjalan ke sudut koridor dan naik tangga sampai lantai empat. Namun ada yang aneh.

Tap tap tap.

Seseorang berjalan dengan langkah cepat di belakangnya. Berjarak sekitar 10 meter. Maya tidak berani menoleh ke belakang. Tangannya memegang erat tas selempangnya.

"Astaga apalagi hari ini? Aku cuma mau tidur tenang sampai rumah. Apa aku akan diculik orang jahat? Bagaimana ini?"

Suara langkah kaki di belakang semakin kuat dan mendekat. Ia bersiap berlari namun seketika kaki Maya oleng. Dia jatuh ke belakang.