webnovel

Prologue : Pertempuran Dahuk

Perbukitan Dahuk, Perbatasan Kesultanan Torkiye-Kekaisaran Parseia

20 Agustus 1501

Matahari musim panas yang terik menyorot Pangeran Firuz Rausyan beserta para komandan tentara Parseia. Pangeran Firuz bersama komandan-komandan militer Parseia sedang memantau pasukannya yang tengah bersiap menghadapi serangan balatentara Kesultanan Torkiye.

Sudah hampir 10 tahun perang antara dua negara besar ini berlangsung, Perang bermula dari klaim sepihak Kesultanan Torkiye, yang hendak menyerap daerah Arbil ke dalam Kesultanannya, padahal daerah Arbil masuk kedalam teritori Kekaisaran Parseia. Disini, di Dahuk, perang selama 9 tahun ini harus diakhiri.

Firuz mengenakan topi baja lengkung dilapisi serban warna putih untuk melindungi kepala dari terik matahari. Dia juga mengenakan baju zirah yang tertutup oleh jubah agung berwarna kuning muda, sementara pedang lengkungnya tersampir di sisi kiri pinggang. sementara para komandan mengenakan pakian yang hampir sama dengan Pangeran Firuz, hanya saja yang membedakan adalah para komandan mengenakan jubah militer berwarna hitam.

Seharusnya pertempuran ini dikomandani oleh sang Kaisar sendiri, yang tak lain dan tak bukan adalah Ayahanda dari Pangeran Firuz ; Shahanshahmehr Syapur Rausyan. Namun sayangnya Kaisar Syapur tidak dapat mengomandani pertmpuran yang segera akan datang, sebab Kaisar Syapur menderita sakit akibat luka perang dalam pertempuran sebelumnya, Sehingga Pangeran Mahkota Firuz bertindak sebagai Walinegara dan juga panglima tertinggi seluruh angkatan bersenjata kekaisaran, terhitung sejak setahun yang lalu.

FIruz membawa 60,000 pasukan Parseia. Sedangkan pihak lawan diperkirakan membawa 80,000 pasukan menurut laporan telik sandi. namun, Firuz sudah mempersiapkan rencana perangnya dengan baik, hari ini ia akan memberikan kejutan besar pada pihak lawan.

Selang beberapa saat kemudian, jauh di depan sana tampak pasukan Kesultanan Torkiye, berderap maju menuju posisi pasukan Parseia. 

FIruz menunjuk ke depan, kearah kumpulan pasukan yang membawa panji merah dengan bulan sabit putih menghadap keatas, simbol Kesutanan Torkiye.

"Mereka sudah datang." Ucap Firuz sambil menunjuk.

"Ya, pangeran...Itu mereka." Jawab Jendral Ghorbad, pemimpin pasukan sayap kanan berkekuatan 20,000 orang.

"Sepertinya mereka semua langsung menuju kesini," Ucap Jendral Ramin, Pemimpin pasukan sayap kiri berkekuatan 20,000 orang.

Derap langkah balatentara Torkiye seolah menggema diantara gunung dan bukit di Dahuk, gema derap langkah itu terdengar sayup-sayup dari atas bukit tempat Firuz dan yang lain berdiri. Namun Firuz tidak gentar. Ia sudah merencanakan sesuatunya sebaik mungkin, dan Firuz akan segera menerima hasil akhirnya...Tak lama lagi.

"Tuan Pangeran, nampaknya musuh memakan pancingan kita," Ucap Jendral Mohsin, Mohsin adalah kepala pengawal Pangeran Firuz, sekaligus juga penasihat bagi Pangeran Firuz. Diantara semua yang ada diatas bukit itu, Mohsin adalah orang yang paling tua bersama Imam Javed, penasihat spiritual bagi Pangeran Firuz, paling tidak umurnya sudah lebih dari 70 tahun, terlihat jelas dari janggutnya yang sudah memutih dan kerut wajah yang mendalam. 

Firuz menganggukan kepalanya mendengar ucapan Jendral Mohsin. "Bagus, biarkan mereka masuk lebih dalam lagi. Dengan begitu akan ada lebih banyak lagi yang bisa kita tewaskan." Ucapnya.

Dari arah pegunungan bagian timur hingga selatan, Firuz telah menyiapkan barisan meriam-meriam yang akan melumat sayap kiri dan tengah pasukan musuh, lalu kemudian pasukan sayap kiri dan kanan Parseia akan menjepit pasukan musuh dari dua arah, sedangkan pasukan tengah, Yang dipimpin oleh Firuz sendiri, akan menggiling habis pasukan musuh.

"Lepaskan tembakannya, sekarang." Ujar Firuz.

Jendral Mohsin mengangguk, ia lalu memberi sinyal menggunakan dua burung merpati yang diterbangkan kearah kedudukan meriam. kedua ekor burung merpati yang telah dilatik dengan baik itu, terbang melesat secepat mungkin.

Selang beberapa menit kemudian, terdengar nyalak suara tembakkan meriam dari arah perbukitan bagian timur. proyektil peluru-peluru meriam melesat sambil mengeluarkan suara siulan yang nyaring menuju target yang ditentukan, lalu kemudian meledak dan menewakan banyak pasukan musuh.

Terlihat dari kejauhan, pasukan musuh mulai terlihat goyah, sayap kiri mereka sudah akan runtuh, para perwira-perwira pasukan musuh terlihat mencoba menertibkan kembali formasi.

"Berhenti menembak.' Perintah Firuz.

Jendral firuz mengirimkan lagi kedua burung merpati, untuk memberi perintah agar unit meriam berhenti menembak.

Firuz membalikkan badan, menatap kedua Jendralnya, Jendral Ghorbad dan Jendral Ramin.

"Lakukan, Sekarang...semoga beruntung." Ucap firuz pada kedua Jendral itu.

Kedua Jendral itu memberi sembah hormat mematuhi apa yang diperinathkan oleh sang pangeran. Kedua jendral itu kemudian menaiki kuda mereka masing-masing untuk menuju pasukan mereka.

Sayap kiri dan sayap kanan pasukan Parseia, segera bergerak kedepan dan tampak membuat formasi menjepit musuh, seperti capit kepiting sedang memiting mangsangnya.

Pasukan musuh yang belum sempat mengatur formasi, kini harus menghadapi jepitan dua arah pasukan Parseia. perlahan-lahan formasi menjepit ini menggiling kedua sisi pasukan musuh. kini sudah waktunya untuk adegan penutup, yang akan dilakukan oleh Firuz.

"Pak pendeta,' Ujar Firuz pada Sang Imam, Javed.

Javed mengangguk, mengenakan jubah Imam warna putih, dengan serban warna putih, ia terlihat begitu bijak dengan usianya yang sudah rimpuh.

"Tolong panjatkan doa untukku. Agar Sang Singular bersamaku untuk memenangkan pertempuran ini." Ucap Firuz pada Javed. Sang Singular adalah tuhan yang maha esa dalam agama Rausyanjahan, yang menjadi agama nasional bagi Kekaisaran Parseia.

Javed mengangguk, mengangkat kedua tangannya dan mulai membaca doa-doa dalam bahasa Parseia kuno. Firuz dengan khidmat turut membaca doa dalam hati sambil menundukkan kepala. Doa adalah elemen penting dalam tradisi bangsa Parseia, Begitu juga agama meruapkan instrumen penting dalam sendi kehidupan di Kekaisaran Parseia.

Langit tampak berwarna abu-abu, lalu hujan pun turun. Air hujan yang turun cukup deras membasahi tubuh manusia-manusia yang ada di sana. 

Imam Javed mengusap wajah dengan kedua tangannya, pertanda doa sudah selesai.

"Ini pertanda dari Sang SIngular, Dia telah mendengar doa kita." Ucap Javed sambil mengedarkan pandangannya ke langit.

"Semoga. Aku selalu percaya Sang Singular bersamaku." Jawab Firuz.

Imam javed terlihat menganggukan kepalanya sambil tersenyum, tanda setuju dengan ucapan sang Pangeran.

Firuz lalu menoleh pada Mohsin. "Mohsin, ayo kita tutup perang ini dengan kemenangan untuk kita." Ucap Firuz.

Mohsin mengangguk, "Ya, yang mulia, saya sendiri sudah tidak sabar untuk menebas orang-orang Torkiye itu." Jawab Mohsin.

Firuz dan Mohsin lalu menaiki kudanya masing-masing. Merek memacu kuda mereka untuk memimpin pasukan bagian tengah. Setelah berada pada posisi, Firuz menarik pedang lengkungnya, mengacungkan pada pasukan musuh di depan sana.

"Maju!." Teriak Firuz. memberi komando pada pasukan yang ia pimpin untuk menerjang pasukan musuh yang ada di depan mereka.

Pasukan tengah adalah pasukan berkuda yang merupakan pasukan kavaleri yang terdiri dari pasukan berkuda. dengan menunggangi kuda jantan yang kekar, Firuz memacu kudanya menuju pasukan musuh, sementara pasukannya hanya beberapa meter saja dibelakangnya, derap dan ringkikan langkah kuda pasukan kavaleri Parseia terdengar, seolah-olah pasukan kavaleri Parseia sudah tak sabar untuk melumat musuh yang sudah timpang.

Serangan pertama dilancarkan oleh Firuz sendiri, ia menikam salahsatu tentara Torkiye dengan pedang lengkungnya, Ia menerabas maju, dan membabat beberapa tentara Torkiye lagi dengan pedangnya.

Denting suara pedang yang beradu terdengar dengan begitu jelas, begitu juga teriakan dan sumpah serapah. Pasukan kavaleri melakukan pertarungan dengan gagah berani, tombak-tombak panjang mereka seperti menari-menari, menusuk dan merobohkan setiap tentara Torkiye yang ada di mata tombak. mayat-mayat tentara Torkiye bergelimpangan sana-sini, Hujan yang deras membuat tanah menjadi merah berwarna darah, dari darah pasukan Torkiye dan Parseia yag gugur dalam pertempuran.

Darah segar telah membasahi pedang lengkung Firuz, begitu juga cipratan darah milik musuh telah mengotori jubah dan baju zirahnya. Entah sudah berapa banyak musuh yang Firuz bunuh, namun ia tak sempat menghitung. Yang jelas formasi musuh kini sudah tidak teratur, formasi yang sudah tidak teratur dapat dengan mudah dilumatkan.

Pasukan Torkiye yang sudah mengecil jumlahnya dan sudah patah semangat, akhirnya dengan panik berhamburan menyelamatkan diri mereka. Firuz memerintahkan pasukan pejalan kaki untuk menghalau sisa-sisa pasukan Torkiye keluar dari daerah Dahuk.

Dari atas kuda, Firuz bersorak menandai kemenangan mutlak atas Kekaisaran Parseia melawan Kesultanan Torkiye. Sorak-Sorai pasukan Parseia menggemuruh dan menggema di pegunungan Dahuk.

***

Hujan pun mulai mereda, tanah di pegunungan Dahuk begitu basah dan berwarna merah pekat kecoklatan, karena air hujan bercampur dengan darah dan tanah, sementara mayat-mayat tentara Torkiye, Parseia, dan kuda-kuda bergelimpangan dimana-mana. Namun demikian, Kekaisaran Parseia memenangkan pertempuran ini.

"Kerja bagus, kalian berdua." Ucap firuz pada Jendral Ghorbad dan Jendral Ramin.

Kedua Jendral itu menganggukan tubuh, memberi hormat pada sang pangeran mahkota.

"Ini semua berkat kejeniusan anda, Pangeran." Ucap Jendral Ghorbad.

"Menurut laporan sementara, pihak kita kehilangan sekitar 8000 tentara, sementara pihak musuh kehilangan sekitar 50,000 pasukan." Ucap Jendral Ramin.

"Semoga Torkiye dapat mengambil pelajaran dari pertempuran ini, dan mengakhiri ambisi mereka untuk mencaplok daerah ini." jawab firuz.

"Saya yakin demikian, moril pasukan mereka sudah melemah akibat lamanya perang, dengan kekalahan ini...mereka tidak akan mungkin mau melanjutkan peperangan lagi." ucap Ramin.

"Pasukan saya juga menemukan puluhan pucuk meriam milik Torkiye, tidak mereka gunakan, karena amunisinya basah oleh hujan yang turun tadi." Ucap Jendral Ghorbad.

Firuz terdiam sejenak mendengar laporan Jendral Ghorbad. "Puluhan meriam...andai saja mereka menggunakan meriam-meriam itu, tentunya jalan pertempuran akan memihak pada mereka." jawab Firuz.

"Imam javed benar, Sang Singular mendengar doa kita hari ini." Timpal Jendral Mohsin.

Sang Singular telah mendengar doa Firuz, dan Dia berpihak padanya, pada Kekaisaran Parseia.

"Terpujilah Sang Singular." Ucap Firuz. Ketiga Jendral yang bersama Firuz mengucap syukur bersama-sama,

Dari belakang terdengar suara derap langkah kuda, seorang kurir pembawa pesan menuju tempat Pangeran Mahkota Firuz.

"Salam hormat, yang mulia Pangeran Mahkota Firuz." ucap si kurir sambil melompat dari kudanya.

"Salam. Ada pesan apa yang engkau bawa, wahai kurir?" Kata Firuz.

"Anda diminta kembali ke ibukota yang mulia Pangeran Mahkota..." Kata si kurir, tampak agak berat rasanya bagi si kurir melengkapi kalimatnya, sehingga membuat Firuz mengedutkan kedua alisnya, bertanya-tanya.

"Ada gerangan apa, hingga aku harus kembali ke Ibukota?, katakan." Ujar Firuz.

"....M-maaf yang mulia. kondisi kesehatan baginda Kaisar Syapur memburuk sejak semalam...Kaisar meminta anda kembali ke Ibukota, saat ini juga, dan secepatnya." Ucap Kurir itu, nada suaranya begitu berat mewartakan kondisi kesehatan baginda Kaisar yang semakin memburuk.

Suasana menjadi hening, untuk beberapa saat Firuz tampak berdiri mematung, sementara Jendral Ghorbad dan Jendral Ramin saling berbagi pandang sambil menampakkan raut wajah cemas.

Parseia baru saja memperoleh kemenangan dalam pertempuran, namun mengapa berita buruk juga harus datang disaat yang sama?.

Jendral Muhsin, menepuk dan meremas lembut bahu pangeran Firuz.

"Sebaiknya kamu bergegas ke ibukota, Yang Mulia Baginda Kaisar mungkin hendak mengatakan sesuatu yang penting padamu." Ucap Muhsin pada Firuz. 

Firuz mengangguk, "Baiklah. komando seluruh pasukan kuserahkan padamu, Muhsin. Pastikan kita mengamankan kemenangan untuk Kekaisaran." Ujar Firuz.

Muhsin mengangguk dan menunduk hormat dengan mengepalkan satu tangan pada dada kanan, "Serahkan padaku yang mulia." Ucap Muhsin

Firuz menaiki kudanya, memacu kudanya menuju Ibukota kekaisaran. Yang hanya berjarak 65km saja dari Dahuk.

***

Malam harinya.

Perlu beberapa jam berkuda dengan nonstop dari Dahuk sampai Ibukota, Tabreze. Untungnya kuda yang ditunggangi Firuz adalah kuda kekar dan kuat dari negeri Abarasta, yang terkenal dengan kuda-kudanya yang kuat dan tangguh.

Sesampai di Istana Mahal E-Tabreze, Istana Kerajaan nama dalam bahasa Parseia, Firuz disambut oleh prajurit penjaga dan pelayan istana. seorang prajurit membantunya turun dari kuda, sedangkan beberapa pelayan istana mengantar masuk Firuz kedalam istana.

"Bagaimana kondisi Ayahanda?" tanya Firuz pada pelayan istana yang mengantarkanya,

'Kondisi kesehatan yang mulia Shahanshah semakin menurun sejak kemarin Yang Mulia Pangeran Mahkota, tabib sudah angkat tangan terhadap kondisi Shahanshah. Sepertinya pada momen ini, Yang Mulia Shahanshah akan memberikan wasiat terakhir pada anda Yang Mulia Pangeran Mahkota." Jelas si pelayan istana.

Firuz tidak merespon jawaban dari si pelayan istana. Tanpa ekspresi pada raut wajahnya. Ia hanya terus melangkahkan kakinya menuju kamar tidur sang ayahanda. 

Ia akan kehilanagn Sang Ayahanda.

Firuz diantar masuk ke dalam kamar tidur Ayahandanya. Kamar y tidur yang megah dan luas, memampukan banyak orang berada di dalam ruangan ini. Di dalam sudah ada beberapa pelayan, tabib kekaisaran, beberapa mentri dan jendral kekaisaran, yang berkumpul untuk menemani saat-saat terakhir sang Shahanshah. Para pelayan, tabib, dan mentri serta jendral memberi hormat pada Pangeran Mahkota yang memasuki kamar tidur Shahanshah.

Para pelayan memberikan jalan agar Firuz dapat melihat kondisi ayahnya sendiri yang terbaring begitu lemah di atas ranjang, raut wajah sang Shahanshah sudah begitu pucat, sedangkan ritme nafasnya tersengal-sengal, kedua bola matanya terlihat seperti lilin yang akan meredup. Sang Shahanshah akan segera pergi meninggalkan dunia menuju Nirwana.

Di tepi ranjang, Shahdokht Roxanne, dan sang putri Shahrbanoe, terlihat dengan setia menemani Shahanshah yang terlihat berada di ujung nadir hidupnya. Roxanne sebenarnya bukanlah ibu kandung Firuz, ibu kandung Firuz telah wafat ketika usianya masih satu tahun, Ayahnya menikah lagi dengan seorang anak perempuan bangsawan yaitu Roxanne, Dari pernikahannya dengan Roxanne ; Shahanshah Syapur dianugerahi seorang putri yang dinamai Shahrbanoe yang lahir 16 tahun yang lalu. Meski demikian, Firuz menyayangi ibu tiri dan saudari perempuan tirinya ini.

"Yang Mulia pangeran Mahkota, senang melihat anda di sini," Ucap Shahdokht Roxanne.

Kedua mata Shahdokht Roxanne terlihat bengkak dan sembab, ia bersedih menyaksiakn kondisi suaminya yang semakin menurun.

Sementara putri Shahrbanoe, begitu melihat sang kakak, segera saja ia berlari ke arah sang kakak dan memeluk erat sang kakak.

"K-kakak...A-Ayah kak," ucap Shahrbanoe pada Firuz.

Firuz mengelus lembut ujung kepala Shahrbanoe, lalu memeluk adik perempuannya untuk memberi penenangan pada Sharhbanoe yang tampak begitu sedih.

FIruz lalu menuju tepi ranjang, ia berlutut dan mencium telapak tangan sang ayah.

"Sembah hormat pada Shahanshah, Ayah, ini aku Firuz, putramu, aku ada di sini." Ucap Firuz dengan nada takzim, memberitahukan kehadirannya pada sang ayah yang tengah terbaring menyambut ajal.

Shahanshah Syapur menoleh dengan perlahan kepada sumber suara, ia menyunggingkan senyum pada Firuz, bahagia karena sang putra satu-satunya yang ia miliki dan ia banggakan ada di sisinya, menemani dirinya menyongsong kematian.

"Oh putraku, kau datang rupanya." Ucap Shahanshah Syapur dengan lemah.

"Ya ayah, putramu yang setia dan berbakti ini ada di sini." Jawab Firuz.

"Putraku, bagaimana situasi jalnnya perang antara Kekaisaran kita melawan Torkiye?" tanya Shahanshah Syapur.

"Ayahanda, Engkau tak perlu khawatir, tadi pagi anakmu yang berbakti ini, memimpin pasukan Kekaisaran dan memberikan kemenangan dan kejayaan melawan Torkiye di Dahuk. Kita menang telak, wahai Ayahanda." Jawab Firuz.

Shahanshah Syapur tersenyum, bahagia mendengar berita kemenangan ini dari sang putra.

"Aku bangga padamu wahai putraku. Aku yakin, dibawah pemerintahanamu...Kekaisaran ini akan maju berkembang menuju kejayaannya." kata Shahanshah Syapur.

Shahanshah Syapur terbatuk-batuk, setiap tarikan nafasnya kini terlihat begitu berat.

"Putraku, berjanjilah padaku...Kalau engkau akan memimpin Kekaisaran yang kudirikan ini dengan baik, bawalah Kekaisran ini menuju kejayaan dan kemakmuran. Aku yakin engkau dapat mewujudkanya wahai putraku." Ucap Shahanshah Syapur.

Firuz menggengam erat tangan sang ayah, sambil menatap pada wajah sang ayah, "Pasti wahai ayahanda, warisan yang engkau tinggalkan padaku akan kurawat dan kujaga dengan sebaik mungkin." Jawab Firuz.

"Bagus..." Kata Shahanshah Syapur memanggukan kepala dengan lemah, "...Aku percaya kamu mampu melaksanakan kewajiban dan tugasmu sebagai seorang Shahanshah, maafkan ayah, bila ayah kurang menghabiskan waktu bersamamu, Andai waktu bisa diputar kembali, Ayah ingin menghabiskan waktu lebih banyak bersamamu...Layaknya seorang ayah dengan anak." Kata Shahanshah Syapur dengan lirih.

Penyesalan menggelayut di hati Shahanshah Syapur dalam pembaringannya. Semasa Firuz kecil, Shahanshah Syapur sibuk melakukan konsolidasi politik dan berperang, untuk menyatukan kadipaten-kadipaten yang tersebar di dataran Parseia, yang kemudian ia satukan dalam satu pemerintahan yang sentralistik, yakni Kekaisaran Parseia yang ia dirikan 19 tahun yang lalu.

Firuz tidak menjawab, hanya menundukkan kepala sambil tetap menggengam lengan sang Ayah.

"Waktuku sudah hampir habis di dunia ini, Firuz...Ayah mencintaimu dan menyayangimu." Ucap Shahanshah Syapur.

tubuh Shahanshah Syapur terasa kejang dengan hebat, kedua matanya terasa begitu berat, perlahan-lahan ia memejamkan matanya, nafasnya berangsur-angsur menghilang.

Tabib Kekaisaran mengecek tubuh Shahanshah, mengecek apakah masih ada tanda-tanda kehidupan dalam tubuh Shahahnshah Syapur.

Sang Tabib menggelengkan kepalanya sambil memejamkan mata.

"Yang Mulia Pangeran Mahkota, Dnegan berat hati dan penuh kesedihan aku umumkan...Bahwa Shahanshah Syapur rausyan telah tiada." Ujar sang Tabib pada Firuz.

Putri Shahrbanoe menangis dengan tersedu-sedu, diikuti oleh beberapa pelayan, mentri dan jendral yang hadir di sana. Isak tangis terdengar di dalam ruangan itu.

Firuz menenangkan sang adik sambil merangkulnya, "Tenanglah, kakak ada di sini bersamamu." bisik Firuz pada Shahrbanoe.

Para imam membacakan doa-doa dihadapan tubuh tak bernyawa Shahanshah Syapur. meminta keselamatan dan ampunan pada arwah Shahanshah Syapur di alam baka sana.

Kekaisaran Parseia baru saja mendapatkan kemenangan yang gilang gemilang, namun kemenangan yang besar itu harus diabyar dengan perginya Sang pendiri kekaisaran dan sang Shahanshah yang pertama. Namun demikian kehidupan akan terus berlanjut, dan suksesi kepimimpinan dengan mulus akan beralih pada sang Pangeran Mahkota, Firuz Rausyan.

 Bersambung