Tuhan seakan melindungi, rak yang ingin tumbang tak jadi tubang, hanya saja beberapa buku berjatuhan. Chan berlari membelakangi rak tersebut, buku berjatuhan menimpanya.
"Auw...!"
"Kak Chan."
"Apa kamu terluka?"
Sempatnya Chan bertanya, padahal dia tahu sendiri bahwa dirinyalah yang terluka. Luna menggeleng, dia tersenyum ringan dan memeluk Chan. Gadis manis itu sungguh menghipnotis, kepolosan sikapnya membuat Chan tersentuh. Namun, dia menepis dirinya begitu mengagumi kepolosan Luna.
"Dia lebih sering menjengkelkan," batin Chan.
"Apa?"
Chan terdiam, dia bingung menatap gadis yang baru melepaskan pelukan darinya. Chan berpura-pura kesakitan, dia meminta Luna untuk mengobatinya.
"Aku harus mengobati kakak bagaimana?"
"Pelukan."
"Ih... ngarep. Tadi itu hanya refleks, kakak jangan macam-macam. Jika tidak aku akan mengatakannya kepada Papa nanti."
"Pengadu."
"Biarin."
Mereka kembali ke sekolah, Luna mengambil baju seragam sekolahnya yang sudah dia jemur di pagar belakang sekolah. Kembali dia mengganti pakaian di dalam gudang.
"Lo, ngapain?"
Luna menoleh ke belakang, dia kegat melihat Liam, tangan nya menghimpitkan dua bagian dari tepi kancing seragamnya menyilang sebelum terkancing. Dia membalikkan tubuh, kemudian mengancingkannya satu persatu.
"Ngapain lo kesini? Jangan bilang kalau lo sedang berbuat yang tidak baik."
Liam masuk, dia melihat pakaian cowok yang tidak asing baginya. Dia mengambil sepasang pakaian tersebut, menatapnya dekat, matanya mengecil, lalu matanya menjelajahi seluruh sudut gudang.
"Lo mau bikin sesuatu di sini, ya."
"Kalau kamu tidak tahu, jangan sok tahu."
Luna merampas sepasang pakaian tersebut dari tangan Liam, dia ke kelas yang sudah sepi, dia memasukkan pakaian tersebut ke dalam tas.
"Luna!"
Yona menemukan sosok teman yang dari tadi dia cari, dia meletakkan tangan diatas pundak Luna dengan menghenduskan nafas.
"Kamu keseringan bolos. Emangnya kedua orang tua kamu gak marah gitu. Oh, iya aku mau menarik janji. Sebelumnya kamu sudah janji akan mengajak aku ke rumahmu sebagai hadiah ulang tahun."
Yona menaikan kedua alisnya beberapa kali. Dia tersenyum menunjukkan tingkah imutnya sebagai seorang gadis tomboy meminta Luna untuk mengundang dia ke rumahnya.
"Oke."
Sampai di gerbang sekolah Yona menyuruh Luna naik ke motornya, tetapi gadis itu menolak lembut karena dia akan pulang bersama Chan.
"Aku pulang naik bus aja."
"Kenapa. Ada sesuatu, nih. Jangan bilang kalau kamu pulang sama seseorang."
"Sebenarnya... ada cowok senior di kelas unggul yang tinggal bareng keluargaku. Aku pulang sama dia, biar barengan."
"Kok sampe gitu."
Yona penasaran, dia membuka helm dan mendekatkan wajah kepada Luna untuk mendengar ceritanya.
"Cerita panjang. Duluan ke halte."
Luna berlari meninggalkan keberadaan Yona, dia duduk di halte menunggu bus bersama bebrapa anak lainnya.
Gerimis turun, dari kejauhan dia melihat Chan berlari di bawah rintikan rahmat Tuhan. Tangan memegang tas di atas kepala, matanya menyempit menatap Ke arah depan hingga akhirnya....
"Syukurlah."
"Kak basah."
Luna menepis pakaiannya, beberapa orang memperhatikan mereka dengan wajah sedikit bingung. Salah seorang dari mereka mengatakan Luna aneh, tetapi dia mengabaikannya.
"Stres kali, ya."
Tambah seorang wanita menatapnya dengan wajah kebingungan.
Luna menoleh ke belakang ke arah mereka, dia menundukkan kepala dan bersikap normal berdiri menunggu bus.
Beberapa menit kemudian bus yang ditunggu datang, para anak-anak di halte bus SMA Permata satu-persatu masuk seperti seseorang yang ingin mengambil antrian sembako.
Setelah duduk nyaman Luna menoleh ke samping dan belakang mencari Chan, Liam datang dari depan dan duduk di dekatnya. Luna kaget, dia tertegun menatap pria yang duduk di sampingnya.
"Lo lagi."
Liam berdiri, dia beranjak pindah ke depan di samping seorang siswa gendut yang suka ngemil dan jorok suka upilan. Kebersihan hal utama bagi Liam, salah satu sudut bibirnya tersungging ke atas melihat tingkah jorok pria tersebut.
"Lo udah besar bego."
Dia beralih duduk di samping Luna. Untuk kedua kalinya gadis itu tertegun menatapnya, dia membuang pandangan setelah melihat Chan duduk di seberang bangkitnya dan Lima sambil melambaikan tangan. Senyuman di tunjukkan oleh Luna, Liam menoleh ke samping dengan dahi mengerut. Dia menaruh jari telunjuk miring di dahi, dan mata memperhatikan kanan dan kiri. Chan menggulung senyuman, dia menatap Liam dengan wajah datar lalu berubah memprihatinkan.
Liam lebih dulu keluar di halte yang berada tidak jauh dari rumahnya, Luna memperhatikan pemuda itu hingga menghilang dari gang yang dia masuki. Ketika menoleh ke dalam bus dia tidak melihat Chan, matanya kembali menjelajah tetapi tidak menemukannya. Dia melayangkan pandangan keluar, lehernya memanjang dan mata melebar tetapi dia masih tidak melihatnya.
"Yang manis, tetapi bukan gula."
Seorang pemuda bertubuh jangkung duduk di sampingnya, dia dari sekolah yang sama dengan Luna. Rata-rata sekolah Permata memiliki pemuda yang bertubuh jangkung bak model. Pemuda tersebut dari geng Strong Black, lebih tepat ketuanya. Pemuda yang duduk di sampingnya itu adalah pemuda yang sama tadi bertemu dengannya di belakang sekolah.
"Nama lo siapa?"
"Lu- Luna."
"Jangan gugup gagap di depan gue. Sok polos banget. Ngerokok lo ya tadi."
"Enggak."
Luna menggeleng polos, wajahnya sedikit ketakutan setelah melihat semua orang diam melirik pemuda itu dengan wajah kembang kempis.
"Ngapain lo semua melirik gue. Mau gue congkel dan gue kasih sama buaya tuh mata!"
Mereka semua menggeleng, terlihat wajah mereka yang pucat ketakutan. Luna yang tidak tahu apa-apa mengenai dia hanya diam kebingungan, tak terlintas pikiran negatif dibenaknya.
IIITT....
Rem bus diinjak, bus berhenti dan mereka semua keluar kecuali Luna karena haltenya memang bukan di sana.
"Caca!"
Luna memanggil Caca yang biasa turun satu halte dengannya, dia melihat gadis bersambut keriting dan berkulit hitam bak orang barat itu keluar dengan wajah yang sama seperti yang lainnya.
"Kenapa dengan mereka," gumam Luna kebingungan.
"Lo gak tahu gue?"
"Enggak. Senior di sekolah, ya. Maaf, Kak!"
"Strong Black."
"Hitam kuat. Maksudnya apa, ya Kak?"
Pemuda berkulit manis itu terlihat loyo mendengar pertanyaan Luna, awalnya dia excited membusung dada tegang dengan ketegangan tinggi.
"Nih anak polos atau belagak polos," batinnya.
"Gue Nugi, ketua geng Strong Black yang ditakuti di sekolah."
"Yang sering tawuran, malak anak-anak, dan sering bolos itu."
Luna dengan polosnya berbicara kepada Nugi, dia mengutarakan semua yang dia tahu mengenai geng tak bermoral itu.
"Lo gak takut sama gue?"
Luna tersenyum ringan, dia ingat dengan cerita dari novel yang pernah dia baca mengenai ketua geng dan gadis polos.
"Apa cerita aku akan berlanjut sama seperti di novel itu."
"Hey! Gila nih orang."
"Maaf, Kak. "
Luna menerobos kakinya, dia berlari keluar dari bus setelah halte terlihat dekat.
"Hey... awas lo, ya!"
Nugi terlihat kesal, dia menunjuk ke arah Luna yang sudah berdiri turun sedangkan dia masih berada di dalam bus yang kembali berjalan.