Pura Luhur Uluwatu terlihat menarik. Kami nggak bisa masuk ke sana. Cuma bisa melihat dan berfoto dari luar. Yang boleh masuk hanya orang yang bersembahyang saja.
"Sayang, kamu masih marah padaku?" tanya Satria.
Rasanya percuma memendam marah lama-lama. Toh, semua sudah baik-baik saja. Maksudnya, Satria tidak mungkin menemui wanita itu lagi. Baginya itu merupakan masa lalu yang nggak patut untuk dikenang.
"Menurutmu aku masih marah?"
"Kelihatannya sih enggak." Dia menunjukkan genggaman tangannya padaku.
"Jadi, kenapa mesti tanya?"
"Hanya memastikan saja."
Satria lantas menyelipkan bunga kamboja di sela telingaku. Entah dia dapat dari mana bunga kombinasi putih kuning itu.
"Ruben! Foto kami berdua!" perintahnya pada Ruben yang memang membawa kamera Nikon.
"Siap, Pak."
"Beruntung sekali kameramu nggak diambil monyet-monyet itu."
Ruben hanya tertawa lantas memainkan benda mahal itu. Aku dan Satria berpose dengan aneka gaya, berlatar belakang pura cantik itu.
Apoya a tus autores y traductores favoritos en webnovel.com