webnovel

Is It Love?

Dengan wajah ceria Casta menghampiri Damario yang saat itu tengah membaca buku di ruang baca. Kebetulan pintunya tidak dikunci sehingga Casta bisa langsung masuk.

"Kau sibuk?"

Damario tak menjawab. Ia terus menatap buku bacaannya lekat-lekat. Namun Casta tak peduli.

"Ambillah. Dan pakailah sewaktu-waktu." Casta menyerahkan sebungkus plastik berisi sweater tebal. Damario memandangi sweater itu beberapa saat.

"Pergi!" katanya.

"Aku akan pergi kalau kau mengambil sweater ini. Kau tahu, aku yang membuatnya khusus untukmu. Ah jangan lewatkan makan siangmu." Wanita itu melangkah keluar. Sementara Damario memperhatikan sweater yang diletakkan di sofa. "Bulan muka musim dingin bukan?" gumamnya. Ia pikir mungkin karena sebentar lagi musim dingin, sehingga Casta membuatkan sweater tebal untuknya.

Akhir-akhir ini, Damario merasa ada yang menganggu pikirannya. Ia tak bisa fokus ketika beraktifitas dan penyebabnya hanyalah satu nama yang sebenarnya tak perlu ia ingat. Casta. Wanita itu selalu membayangi pikirannya setiap kali ia bekerja. Sebenci itukah Damario pada Casta hingga pikirannya dipenuhi wanita itu? Tapi jika itu kebencian, lantas kenapa yang Damario pikirkan hanyalah hal-hal indah bersama Casta? Apakah itu disebut benci? Ataukah…?

"Ahhhh." Damario menyisir kasar rambutnya berusaha menghilangkan berbagai pikiran tentang Casta.

...

Seminggu setelah Casta memberikan Damario sebuah sweater, pria itu tak lagi menampakkan wajahnya dikarenakan ia sedang menghadiri urusan bisnisnya di Itali. Selama seminggu itu ia benar-benar frustasi karena bayangan wajah Casta tak henti-hentinya muncul. Tidak. Ia tidak boleh terus memikirkan hal itu. ia tidak mau jika suatu saat hal sederhana itu berubah menjadi sesuatu yang lain. Damario harus mencari cara bagaimanapun juga supaya ia tidak terjebak dalam perangkap Casta. Ia tahu wanita itu mungkin saja hanya pura-pura baik dan peduli supaya Damario mencintainya dan menyerahkan hartanya pada Casta. Damario harus bertindak sebelum semuanya terlambat.

Damario memasuki rumah mewahnya dan mendapati keadaan yang sepi. Biasanya ia akan melihat Casta sedang menyiapkan makan siang.

"Tuan kau sudah kembali. Makanlah." Kata Maria sambil memperhatikan sikap tuannya yang terlihat sedang mencari sesuatu.

"Ahh kau mencari nyonya? Dia kerumah sakit tadi pagi."

Damario mengernyitkan dahinya dan tentu saja Maria paham.

"Ahh sepertinya kau belum tahu kalau nyonya rutin kerumah sakit setiap bulan."

Pria itu tak menghiraukan ucapan Maria lalu dengan santai ia mengambil makanan.

"Selamat siang ah….." tiba-tiba Casta muncul dan terkejut melihat suaminya datang. Damario melirik sebentar lalu melanjutkan makan siangnya.

"Kau sudah pulang." Casta mendekatinya dan menyerahkan sebotol susu coklat kesukaan Damario. Ia hendak melangkah pergi sebelum Maria mecegahnya.

"Nyonya makanlah dulu. Bukankah kau sedang sakit? Aku sudah buatkan bubur jahe untukmu."

"Ah nanti saja Maria. Aku tidak berselera." Casta meninggalkan mereka sementara Damario masih bergelayut dalam pikirannya. Apakah itu Casta? Wajahnya sangat pucat.

"Nyonya memang keras kepala. Selama dia sakit, dia tidak menyentuh makanan sama sekali. Aku heran bagaimana bisa dia bertahan tanpa makan selama beberapa hari." Maria memperhatikan langkah kaki Casta yang semakin menjauh sambil mengelap meja.

...….

Sejak kemarin Casta tak menyentuh makanannya. Ia tak berselera. Lagi pula lidahnya terasa hambar sehingga ia tak bisa merasakan makanan. Ia pun tak bisa tidur karena kepalanya terasa sakit. Sangat sakit malahan. Ia sedang bersandar di kepala kasur ketika Damario membuka pintu kamarnya.

"Ahh kau mau tidur?" Casta berusaha tersenyum. Damario memandanginya beberapa saat lalu pergi. Sekali lagi Casta menghela napas panjang melihat sikap Damario yang tak pernah berubah. Adakah sedikit ruang untuk Casta dihatinya?

"Makan!" suara itu terdengar sangat mengintimidasi dan memerintah ketika Casta sedang memejamkan matanya.

"Damario. Aku..aku tidak selera. Lagi pula tidak ada rasanya sama sekali di lidahku."

Damario menatap datar wajah istrinya seolah tak peduli.

"Setidaknya dia membujukku bukan?" gumam Casta. Ia sedikit kesal karena Damario tak menghiraukan ucapannya. Casta melihat semangkok bubur di nakas.

Ia memonyongkan bibirnya lalu mengambil mangkok itu dan makan beberapa suap.

Setelah beristirahat beberapa menit, Damario segera membaringkan dirinya di samping Casta. Wanita itu sangat terkejut.

"Ehm Damario, kurasa aku tidak akan tidur denganmu. Aku hanya menemanimu saja. Aku tidak mau kau tertular." Damario menatap wajah Casta kemudian menarik paksa tubuhnya dan merengkuhnya. Ia memeluk sangat erat hingga panas tubuh Casta benar-benar terasa di tubuhnya.

"Damario, kau tidak akan nyaman jika memelukku. Tubuhku sedikit berkeringat….."

Damario semakin mengeratkan pelukannya. Casta tahu usahanya akan sia-sia. Akhirnya ia mengalah dan membiarkan Damario yang entah sampai kapan ia akan bertahan tidur sambil memeluk tubuhnya yang sangat panas dan sedikit berkeringat. Sementara Casta, meskipun badannya panas, ia justru merasa sangat kedinginan. Dan pelukan Damario cukup menghangatkan tubuh mungilnya. Beberapa menit kemudian, deru napas teratur mulai terdengar. Kali ini bukan Damario melainkan Casta. Sementara Damario? Jangankan tidur, memejamkan matanya saja susah. Panas tubuh Casta menjalar ditubuh Damario. Kata Maria, suhu tubunya mencapai 45oc tadi pagi.

Damario tak mengerti apa yang sebenarnya ia lakukan. Ia sengaja kekamar Casta dan memeluknya erat berharap panas tubuh Casta menurun. Dan wajah Casta benar-benar pucat. Tak ada lagi rona dipipinya.

.....

Hari ini Casta tahu Damario tak pergi ke kantor. Ia ingin mengajak suaminya jalan-jalan.

"Maria, dimana Damario?"

"Tuan ada di teras nyonya."

Casta setengah berlari sambil mencari suaminya. Di ujung sana, ia melihat Damario duduk di bangku kecil tepat dibawah pohon cemara. Ia memperhatikan dengan seksama sesuatu yang menempel ditubuh Damario. Casta membelalakkan matanya ketika ia sadar Damario mengenakan sweater buatannya.

"Damario. Apa yang kau lakukan disini?" Damario tak bergeming atau sekedar melirik.

"Damario, hari ini aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Bagaimana?"

"Tidak."

"Kau suka sweater itu? aku senang sekali melihatmu memakainya." Casta tersenyum semringah.

"Tidak."

Senyum Casta memudar. Bukan ini jawaban yang ingin ia dengar. Tidak bisakah Damario mengatakan sesuatu yang enak ditelinganya?

"Damario, aku selalu bertanya-tanya kapan kau akan berubah? Kapan kau akan bersikap lembut padaku? Kapan kau akan benar-benar menganggapku sebagai istrimu."

"Aku selalu menunggu saat-saat itu Damario."

"Aku tidak memintamu menunggu." Damario berkata sambil menatap sinis wajah Casta yang tampak sangat kecewa.

"Apakah kau mencintaiku Damario?"

Wajah Damario menjadi dingin. Ia berdiri dan meninggalkan Casta disitu. Casta meneteskan airmata. Ia tak tahan lagi. Sebulan lagi usia pernikahan mereka memasuki 1 tahun tapi apa yang didapatnya? Tatapan dingin Damario setiap saat.