webnovel

Secret Mission

Louis akhirnya meminta Hanna dan Victor berbicara berdua dulu untuk menyelesaikan masalah mereka sebelum makan bersama.

"Uncle, aku izin berbicara dulu dengan Hanna sebentar saja. Aku ingin menyelesaikan permasalahan kami," kata Victor.

"Oke silahkan berbicara, saya masuk ke dalam dulu," balas Louis.

Hanna melihat papanya sudah pergi menatap tajam Victor.

"Apa maksud kamu datang ke sini? Aku sudah bilang aku sudah memaafkan kamu. Jauhi aku, aku sudah punya kekasih. Dia lebih mengerti aku dibandingkan kamu," kata Hanna.

"Selamat atas hubungan kamu. Siapa nama kekasihmu itu?" tanya Victor.

"Bukan urusan kamu. Kalau kamu datang hanya untuk menjelekkan dia, tidak akan berhasil dan tolong jangan mendekati keluargaku," jawab Hanna.

"Baiklah. Bisakah kita berteman saja, Hanna?" tanya Victor mengulurkan tangannya.

"Oke kita berteman, tapi jangan memaksaku," jawab Hanna tegas.

Hanna tidak membalas uluran tangan Victor hingga Victor hanya salam dengan udara saja.

"Semuanya ayo ke meja makan," kata Elsa.

"Hari ini pada tidak bekerja?" tanya Hanna.

"Mama dan papa kamu hari ini libur karena masih tanggal merah, Nak," jawab Elsa.

"Oh iya, aku lupa," balas Hanna sambil melirik ke arah Victor dengan malas.

Mereka melangkah menuju ruang makan. Di sana disajikan makanan hasil masakan Elsa. Hanna menatap masakan itu dengan mata berbinar dan senyum lebar. Dia langsung mendudukkan diri disusul Victor yang duduk di samping dia.

"Kita tunggu papa kamu dan Niko dulu," kata Elsa.

"Aunty, terima kasih atas sajian yang enak ini," kata Victor.

"Sama-sama, Victor," balas Elsa.

"Wah, istriku pintar sekali memasak," puji Louis memeluk istrinya dari belakang.

"Papa, malu dilihat anak-anak," tegur Elsa tersenyum pada suaminya. 

Hanna melihat mama dan papanya begitu romantis jadi berkhayal.

"Aku sama Edgar pasti nanti juga akan seperti ini. Hmm, jadi tidak sabar menunggu Edgar memperkenalkan aku pada keluarganya lalu berkenalan dengan keluargaku juga," gumam Hanna.

"Hanna," panggil Elsa menjentikkan jarinya di depan wajah putrinya.

"Hhmm, iya. Maaf," kata Hanna.

"Jangan melamun, nanti kamu kerasukan. Nanti ajak kita semua mengobrol tentang liburan kamu itu, apa sangat menyenangkan sampai membuat kamu melamun begitu," kata Elsa geleng-geleng kepala.

Elsa melihat Niko dan Louis sudah duduk di kursi mengambilkan makanan untuk Louis.

"Ceritakan kegiatan kamu saat liburan, kita sangat penasaran," kata Louis.

"Ah, kalian senang sekali godain aku. Tidak ada yang spesial, aku kan sudah bilang kalau aku hanya pergi sama teman," balas Hanna.

"Baiklah kalau kamu tidak mau cerita, kita beralih ke teman kamu Victor ini," kata Louis.

Victor tersenyum pada keluarga Hanna dan menjelaskan keseharian dia pada semuanya.

"Saya tidak libur hari ini. Saya masih bekerja, tapi sekarang saya bekerja dari rumah karena kemarin saya keluar dari perusahaan," kata Victor. 

"Loh, bukannya kamu bekerja di perusahaan besar, kenapa kamu malah berhenti?" tanya Elsa heran.

"Tidak apa-apa. Pekerjaanku yang sekarang lebih baik daripada yang dulu, Aunty," jawab Victor.

"Okelah, yang penting kamu senang," balas Elsa sambil menyantap makanan di hadapannya.

"Aunty, bistik dagingnya enak sekali," puji Victor.

"Iya, itu makanan kesukaan Hanna," kata Elsa.

"Benarkan?" tanya Victor bersemangat sambil melirik ke arah Hanna yang mulai sibuk dengan ponselnya sendiri.

"Iya dong," jawab Elsa melirik ke arah putrinya yang sibuk sendiri.

"Hanna," panggil Louis.

Hanna mengangkat kepalanya hingga mata dia bisa melihat Louis.

"Iya, Pa," kata Hanna.

"Kamu ini ada tamu malah main ponsel terus," balas Louis.

"Ya tamunya juga cuma satu orang, Pa,  kata Hanna kesal. Dia tidak mengharapkan Victor ke apartemennya.

Hanna saat ini sedang mengadu pada Edgar mengenai Victor yang merupakan pria penguntit. Tidak lama Edgar membalas pesan Hanna.

"Keluargamu sepertinya sangat menyukai Victor, apakah aku masih ada peluang?" tanya Edgar.

"Kamu kekasihku, Edgar. Dia bukan siapa-siapa, dia hanya pria aneh yang tiba-tiba datang lalu pergi dan kembali lagi. Tidak jelas," jawab Hanna.

***

Edgar yang berada di perusahaan menggeram marah saat membaca pesan dari Hanna. Dia mengetok-ngetok meja, lalu dia tersenyum miring. Dia langsung menelepon Gustav.

"Gustav, saya ada pekerjaan untuk kamu. Camkan baik-baik perkataan saya dan dicatat dalam otakmu itu," kata Edgar.

Dia meminta tolong pada Gustav untuk melakukan rencana yang dia inginkan. Setelah itu, dia tersenyum sambil menengadahkan kepala ke atas.

Tok tok

Tidak lama pintu diketuk dari luar dan terdengar suara Gustav.

"Tuan, ini saya," kata Gustav.

Gustav masuk ke dalam dan dia langsung ditatap tajam oleh Edgar. Dia tahu rencana Edgar saat ini bisa saja ketahuan oleh orang yang tidak suka pada Edgar, tapi dia tidak bisa berbuat apa pun.

"Apa kamu sudah menjalankan perintah saya?" tanya Edgar.

"Sudah, Tuan. Hanya saja kami harap kita tidak ketahuan," jawab Gustav.

"Semua yang kita lakukan tidak akan ketahuan, santai saja," balas Edgar dengan senyum mengerikannya.

***

Di apartemen keluarga Silvan, Victor sedang berpamitan pada keluarga Hanna.

"Hati-hati, Victor. Lain kali mampir lagi," kata Elsa. 

Hanna mendengus kesal. Dia justru berharap Victor tidak kembali lagi karena dia entah mengapa merasa takut dengan Victor.

"Semuanya, terima kasih atas jamuan makan siangnya," kata Victor.

"Sama-sama, Nak. Kamu bisa datang lagi dan kita main catur bersama seperti tadi," balas Louis.

"Siap, Uncle," balas Victor tersenyum pada semuanya dan pada Hanna yang mendiamkan dia.

Victor keluar dari gedung apartemen lalu berjalan menuju mobilnya, sedangkan Hanna langsung pergi ke kamar. Dia melihat dari jendela kamar Victor sedang menelepon seseorang merasa aneh.

"Kenapa dia seperti menyembunyikan sesuatu?" gumam Hanna.

Victor yang sudah selesai menelepon mau masuk ke mobil setelah melihat ke arah atas gedung apartemen Hanna.

"Siapa kalian?" tanya Victor.

Victor mendadak terkejut saat dia mendapatkan pukulan di wajahnya hingga hidung dia berdarah.

"Camkan ini baik-baik. Jangan mengganggu apa yang dimiliki bos kami. Sudah bagus Tuan dikasih hati," kata seorang pria.

Pria dengan kepala plontos, badan besar dipenuhi dengan tato menonjok dan menendang Victor hingga tersungkur membuat Hanna yang melihat dari jendela kamarnya terkejut. Dia hendak menyusul Victor, tapi tidak jadi saat ada panggilan masuk di ponselnya. Dia langsung mengangkat telepon itu.

"Hallo, Sayang," kata Edgar.

Hanna menjadi bingung harus bagaimana. Dia tidak mungkin membiarkan Victor dipukuli begitu.

"Edgar, bisa tunggu sebentar? Nanti aku hubungi kamu lagi," kata Hanna gugup.

"Hanna, ada apa? Aku tidak suka loh kamu membuat aku menunggu," balas Edgar dengan nada dinginnya.

"Sayang, ini masalah besar. Tamu yang datang ke rumahku tadi entah kenapa mendadak dipukuli seseorang. Aku harus menolongnya," kata Hanna.

"Dia mungkin terlilit utang sampai tidak bisa melunasi. Kamu ngapain ke sana? Kalau kamu juga dipukuli, bagaimana? Sudah, jangan ke mana-mana, nanti juga ada yang nolongin," balas Edgar.

"Iya, tapi aku harus melihat kondisinya," kata Hanna.

"Coba kamu lihat dari jendela apartemen kamu orang itu masih ada atau tidak di sana," balas Edgar.

"Iya aku lihat dulu," kata Hanna.

Hanna melongo terkejut saat melihat Victor dan mobilnya serta semua orang yang tadi memukul Victor sudah tidak ada.