webnovel

Dunia Kita Berbeda

Perkenalkan.... Nama ku Rendy Wijawa Kusuma. Lahir pada tanggal, 29 Mei 2004. Usia ku baru saja 17 tahun, masih SMA, memiliki jiwa labil, dan sifat kekanak kanak kan. Semua orang mengatakan aku sama saja dengan anak berusia 10 tahun. Aku juara satu di sekolah mulai dari SD sampai SMP. Tapi semua guru menyadari bahwa aku berbeda, saat usia ku tiba tiba saja menginjak 13 tahun. Aku tampak sangat berbeda. Aku kira beda adalah suatu kelebihan. Tapi ini kekuarangan bagi ku. Namun.... Bisakah seseorang yang sangat berbeda seperti ku? Dapat mencintai? Apakah aku bisa melakukan pertemanan? Apa aku boleh menggapai sesuatu yang ku ingin kan? "Kenapa kau seperti itu hah?!" Bentak nya. "Ka--karena... Dunia Kita Berbeda." Ucap Rendy dengan meremas remas jemari nya hingga kulit nya mengelupas. Diam sejenak, udara di sekitar nya jadi dingin dan napas nya tidak terkendali. Dunia Kita Berbeda. Kata kata itu sungguh menyayat hati nya.

Laurens_Fan7 · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
391 Chs

22. Rumah Besar Randy

Mereka berdua, Randy dan Ferdi sudah sampai di rumah nya Randy tepat di saat adzan Magrib. Rencana nya sih Ferdi mau sholat bareng sama Randy tapi rumah Randy saja lebih besar dari mushola yang ada di kampung nya. Ferdi enggan untuk masuk karena sepatunya kotor takut mengotori lantai pualam bersih itu.

"Tidak apa apa... Memangnya kenapa jika sepatu mu kotor? Sepatu ku juga kotor kok." Kata Randy dengan menggandeng tangan Ferdi dan menyeret temannya itu untuk masuk ke dalam rumah nya.

Sungguh dalam benak Ferdi dia berpikir jika rumah ini bisa di buat sebagai museum kalau yang punya adalah dia. Randy mengarahkan Ferdi untuk masuk ke dalam mushola yang di bangun di ruangan ketiga.

Ferdi menatap langit langit rumah nya Randy dan tentu saja dia syok berat. Ini adalah pertama kali baginya menatap begitu banyak nya lampu serta pernah pernik yang di pasang begitu mewah sekali.

Glamor dan elegan ini adalah rumah bak mall yang sungguh luas biasa sekali. Ferdi bertepuk tangan menepuk pelan pundak kakak kelasnya itu.

"Bang ini mah keren abis! Sumpah aku ga pernah loh sebelum nya masuk ke rumah kayak mall gini..." Kata Ferdi.

"Eh iya..." Randy mengangguk kan kepala nya dia tidak begitu peduli dengan ekspresi dari Ferdi hanya saja dia kembali berangan angan dengan dunia imajinasi nya. Sungguh ini membuat dirinya makin sulit untuk melepaskan dunia imajinasi nya ini.

Mereka sholat di dalam mushola selama beberapa menit. 10 menit berlalu dan akhirnya Randy bangkit lebih dulu, Ferdi masih ada di tempat nya sedang merapikan sarung yang ingin dia bawa pulang katanya ini adalah sarung yang sangat mahal sekali.

"Astaga bang! Aku iri banget sama kamu... Ini rumah nya gede banget loh!" Kata Ferdi.

Maklum dia adalah anak desa yang sekolah di kota karena bapak nya yang merupakan kepala desa di rumah nya. Dan mempunyai 40 lahan sawah aslinya lebih dari itu, tapi di jual 10 untuk membayar biaya sekolah Ferdi yang sangat mahal sekali.

Sebenarnya Ferdi sekolah di sekolahan elit itu karena ibunya yang iri dengan anak anak di kampung nya itu.

"Bang boleh numpang mandi ga? Udah malam nih tapi badan ku masih bau banget..." Kata Ferdi.

Randy mengangguk memberikan kebebasan Ferdi untuk melakukan semua hal yang ada di rumah nya itu.

Rumah besar ini menampung banyak sekali ruangan dan itu membuat Ferdi terkagum kagum. Bahkan 30 lahan sawah bapak nya tidak cukup untuk membeli rumah seperti ini.

Randy tertawa dalam benak nya dia berhasil mendapatkan teman setelah 17 tahun dia hidup. Sebelum nya Rio adalah teman yang datang dengan sendiri nya begitu pun dengan Clara. Berbeda dengan Ferdi yang datang karena Randy sendiri.

"Kak... Kakak... Udah makan atau belum?" Tanya Randy dengan memberikan sesendok nasi ke piring Dahlia, kakaknya itu.

Dahlia menggeleng duduk di kursinya dan menopang dagunya dengan tangan. Di rumah ini hanya ada Dahlia, Randy, Ferdi, dan seluruhnya pembantu sungguh Ayah dan Ibu mereka belum kembali dari luar negri.

Drap... Drapp... Langkah kaki berderap yang sengaja di lakukan oleh Ferdi bahkan dia memakai skate board di dalam rumah Randy.

Dahlia pusing ingin rasanya dia memukul Ferdi dengan tinjunya tapi dia tahan baik baik tidak ingin membuat adiknya sedih karena Ferdi adalah teman baru Randy.

"Please... Jangan main itu sekarang ya? Lebih baik kita makan aja gimana? Sekarang kan udah malam juga nih... Pasti Lo belum makan kan?" Tanya Dahlia dengan membuka tudung saji makanan nya.

Ferdi mengangguk dia membungkuk sopan dan melepaskan kakinya dari Skateboard. Sungguh ini adalah sajian makan ala hotel bahkan Randy yang ada di sana terkejut dengan Ferdi.

Ferdi langsung cekatan sekali mengambil ayam, sayuran, dan beberapa lauk makanan lainnya dengan tangan kanan.

"Tidak pakai sendok dan garpu?" Tanya Randy dia memberikan sendok dan garpu untuk Ferdi tapi teman nya itu malah makan dengan tangan kanan.

"Wah ngga perlu bang... Kalau makan ginian tuh enak nya pakai tangan... Biar rasanya alami..." Kata Ferdi.

"Alami dari mana ish..." Ketus Dahlia yang tidak habis pikir dengan sikap norak Ferdi ini.

Setelah makan malam Randy berniat untuk mengantarkan Ferdi pulang tapi temannya itu bilang jika sudah tidak ada angkutan umum yang akan lewat di jam segini.

"Tapi ini masih pukul 7 malam loh..." Kata Randy dengan menunjukkan jam dinding rumah nya.

"Beneran bang... Rumah ku tuh di pelosok, pedalaman, angkot aja marah marah setiap kali aku pulang. Karena rumah ku jauh dan bener bener kampungan banget..." Kata Ferdi.

"Oh... Iya."

Namanya juga Randy pria itu tidak peduli, mau Ferdi tidak pulang atau pulang juga dia tetap tidak peduli.

Hingga akhirnya Ferdi memberanikan diri untuk bertanya.

"Mmm... Bang aku ga apa apa nginep kan? Sehari aja bang... Aku tidur di ruangan tamu juga ga papa kok..." Kata Ferdi dengan terus terusan memohon.

"Iya. Kamu bisa pakai kamar tamu di pojok kiri di lantai 2 ada belokan lurus aja..." Kata Randy, tangan nya meremas remas jemari ke telapak tangan.

Ferdi mengangguk memeluk Randy dengan erat dan segera naik ke lantai 2.

.

.

.

.

"Huh... Clara apa dia ada di rumah ya sekarang?" Tanya Randy dengan bicara bicara sendiri. Sudah pukul setengah 12 malam tapi dia tidak bisa tidur.

Ferdi temannya itu sudah terlelap di kamar sebelah karena katanya kasur milik Randy ini empuk sekali.

Kring kring... Tiba tiba saja Clara menelepon nya mengatakan jika warung nya sudah tutup.

"Mmm... Baguslah... Oh ya, aku sudah mengirimkan tugas matematika dan fisika mu. Semoga benar..." Kata Randy, mengigit bibir bagian bawah nya karena takut salah dan malu malu.

"Okay terimakasih ya Ran... Oh ya kamu lagi ngapain?" Tanya Clara.

Randy bingung dia harus jawab apa? Masa dia hanya diam saja? Sebagai gantinya Randy memukul kepala nya pelan.

"Sedang main game. Di i-pad." Balas Randy.

"Oh ya udah... Good night. Aku udah mau pulang. Sampai jumpa lagi Rand!" Ucap Clara.

Randy mengangguk dan mengatakan iya, setelah itu sambungan telepon mereka terputus. Jawaban nya karena Clara menggunakan telepon umum yang ada di kotak Telepon yang biasanya ada di halte bus.

Ceklek. Randy terkejut menoleh ke sebelah kiri dan kaget karena Ferdi tiba tiba saja masuk ke dalam kamar nya.

"Bang maaf... Siram eek nya gimana? Aku baru aja buang air besar... Mules kebanyakan makan... Hehehe..." Kata Ferdi dengan terkekeh ngakak.

"Iya..."

Randy langsung bangkit dan berlari seperti pinguin.