webnovel

Sesuatu Yang Terlupakan

"Aduh, ke mana ketua sialan kita itu?" Suaranya ketus. 

Tangan kirinya menyandar di pohon besar di sebelahnya. Bayangan pohonnya tidak membuat dirinya merasa dingin, dia masih merasa kepanasan karena telah melakukan perjalanan cukup jauh. 

Ini situasi yang tidak membuatnya senang dan sungguh rasanya dia lelah, karena itulah wajahnya ditekuk dengan sangat jelas.

Elang besar melewati atas kepalanya. Rambut bagian belakangnya sedikit panjang, kulitnya kecoklatan dan ada dua pedang berukuran lebih besar dibandingkan pedang umumnya yang digunakan di benua ini. 

Matanya mengamati hutan belantara di depannya dengan saksama dan penuh perhitungan.

"Ketua pasti sedang ada urusan. Kau cobalah tenang." 

Seorang pria berambut coklat dengan bagian putih di poninya bicara. Dia menggunakan baju putih, kulitnya lebih putih dibandingkan pria pertama. Ada luka kecil di bagian pipinya, nyaris menodai wajahnya yang terlihat tampan. 

Namun, luka itu membuat kesan pria semakin lekat padanya. 

"Keith, aku sudah bilang lepaskan baju putih sialanmu itu." Pria yang menyandar di pohon berbalik dan langsung menyerang  Keith dengan menggunakan dahan pohon yang baru saja dia patahkan.

Dia telah berulang kali menyatakan ketidaksenangannya itu pada peia bernama Keith.

"Kenapa? Gaya berpakaianmu saja yang buruk, seperti orang tua yang sudah bau tanah, Dre." Ejek Keith dengan senyum di wajahnya. Dahan pohon yang dilemparkan oleh Dre ditangkap olehnya. Kemudian dia mematahkannya. 

Wajah yang terlihat tidak ramah itu, membuat Dre meradang. 

"Tentara bayaran menggunakan baju putih. Kau mau bilang pada musuh lokasimu? Kau bisa-bisa mati terpenggal." Dre memutar bola matanya. Dia telah memberikan peringatan pada Keith berulang kali. Aneh sekali menggunakan baju putih yang tidak tidak sesuai dengan pekerjaan mereka. 

"Kalian berdua berisik sekali! Ke sini dan makanlah sebelum aku lempar makan siang kalian!" seorang pria berkepala botak dengan tubuh dua kali lipat lebih besar dibandingkan mereka berdua berteriak. Mangkuk yang dia pegang bergoyang, karena dia begitu emosi dengan dua orang berisik yang mengganggu makan siang yang telah dia buat. 

Dre dan Keith menunduk sambil mengusap kepalanya. Mereka langsung duduk mengitari api tempat makan siang mereka sedang dimasak. 

Pria besar itu mengambil sup dari dalam panci yang menggantung, memasukkannya ke dalam mangkuk, setelah itu dia memberikannya pada Dre dan Keith. 

Mereka makan sup yang dibuat olehnya. 

"Ten, tapi kita belum mendapatkan kabar dari ketua kita hampir dua Minggu." Dre kembali bicara dengan tampang yang penuh ekspresi. 

"Dia tidak mati." Keith bicara dengan cepat, dia memakan sup yang ada di tangannya. 

"Siapa yang bilang dia mati, bodoh!?" teriak Dre disebelah Keith yang langsung menutup kedua telinganya. 

"Ehm." Ten berdehem dan membuat Dre menutup mulutnya rapat dan seperti tikus yang menciut. 

"Percayalah dengan ketua kita. Dia adalah orang yang hebat, cepat atau lambat berita darinya akan sampai pada kita dan kita harus melakukan seperti apa yang diperintahkan," kata Ten dengan tenang. Setelah ketua mereka pergi, Ten bertindak sebagai ketua sementara mereka dan itu membuat kepalanya pusing karena harus mengurus dua pria yang sering berkelahi seperti bocah ini. 

Dulu, sebelum dia masuk ke dalam kelompok ini, Ten memiliki rambut namun semakin lama, rambutnya semakin rontok. Ten yang dulu dikenal sebagai beruang hutan, sekarang telah menjadi beruang botak. 

"Ya, dia memang ketua yang menyebalkan. Aku akan protes nanti, bersenang-senang dengan misinya tanpa kita." Dre kembali mengoceh. Sosoknya yang terlihat menyeramkan nyatanya adalah sosok yang hobi sekali bicara. 

"Ketua itu dalam misi penting dan kita juga dalam misi. Kau ini memang berotak udang, apa yang dikatakan oleh kami tidak kau pahami." Keith menggeleng-gelengkan kepala mendengar ucapan Dre yang berbelit.

Dan perlakuan Keith itu membuat Dre kesal, dia menggunakan sendok yang ada di dalam mangkuknya untuk menunjuk wajah Keith, sehingga mereka terlibat perang sendok.

Ten yang sejak tadi diam meremas kedua tangannya.

Kenapa kepalanya botak? Sekarang dia tahu alasannya. 

"itu semua karena kalian berdua!" Ten berteriak dan membuatnya terlihat seperti beruang marah. Yang membuat dua orang yang berkelahi tadi terjatuh karena takut dengan Ten yang menyeramkan. 

Tanpa sadar keduanya saling berpegangan tangan sambil mencicit seperti tikus terjepit. Di dalam hati mereka, keduanya berharap ketua mereka untuk cepat pulang. Diasuh oleh beruang, tentu saja akan diperlakukan secara liar. 

"HENTIKAN TEN!" 

Mereka berdua berteriak sangat kuat di tengah hutan belantara ini.

**

Lucian mengelap keringatnya dengan menggunakan baju yang dia gunakan.

Dia menggunakan baju kaos berlengan panjang dengan bagian kerah terbelah dua yang disatukan kembali dengan menggunakan tali yang terjalin di bagian tengahnya. 

Rambutnya basah karena sejak dini hari, sebelum Alexandra bangun dan para kesatria berlatih di lapangan, Lucian telah berlatih lebih dulu dibandingkan mereka. 

Ketika ayam berkokok dan matahari muncul, lucian telah menyelesaikan pemanasannya. 

"Apa yang terjadi?" 

Garit yang baru muncul bersama para kesatria lain di tempat latihan terkejut melihat tanah di tempat latihan banyak berlubang. Di bagian tengah lapangan, mereka melihat Lucian yang telah memasukkan pedangnya kembali. 

Garit menatap sinis ke arah Lucian, pria yang pernah mengalahkannya. 

"tch."

Sekarang dia harus memanggil Lucian dengan sebutan sir, walaupun berat Garit harus melakukannya. Satu-satunya pria yang bisa menyentuh Duchess yang dia layani. dia juga ada di sana, ketika Duchess Rissingshire yang sedang dalam bentuk naga berubah menjadi manusia kembali ketika Lucian menyentuh kepalanya.

"Apa ada ledakan di sini, Tuan Lucian?" tanyanya menggenggam kuat tangannya sendiri. 

"Tidak. Sepertinya aku sedikit berlebihan, tapi aku yakin tidak ada peralatan yang rusak selain lapangan yang penuh lubang. Maafkan aku." Lucian tersenyum ketika mengatakannya. 

Lalu, dia meninggalkan tempat latihan sambil menyisir rambutnya berulang kali ke belakang, membiarkan angin memberikan kesegaran pada kepalanya yang masih terasa panas. 

Dari kejauhan, Alexandra yang mencari Lucian melihat apa yang dilakukan Lucian. 

[Wow ....]

Dia terdiam di tempat, mengagumi ketampanan Lucian yang tidak menggunakan poni, jidat terangkat itu terlihat sangat indah. 

Lucian menyadari keberadaan Alexandra, dia berjalan mendatangi Alexandra dan berhenti di depannya dengan tenang. 

"Lexa, kau mau berlatih juga?" tanya Lucian dengan senyum yang memperlihatkan giginya. 

Alexandra tidak merespons pertanyaan Lucian, yang membuat Lucian menggerakkan tangannya di depan wajah  Alexandra.

"lexa?" 

"Y-ya!?" Jawabnya tergagap. 

"kau mau latihan?" Lucian kembali mengulangi pertanyaannya. 

Alexandra menggelengkan kepalanya, kemudian dia tersenyum kecil ketika menunduk. 

"Tidak, aku mencarimu. Ayo, sarapan bersama, Lucian." 

Alexandra langsung memegang tangan Lucian yang tadinya tidak memegang apa pun. Dia berjalan lebih dulu sambil menggigit bibirnya. Jantungnya seakan meledak, dia tidak bisa menunjukkan sikap memalukan ini. Di belakangnya, Lucian mengikuti Alexandra tanpa protes.