webnovel

9

Malam ini, mungkin akan jadi malam yang paling awkward untuk ku. Bagaimana tidak, aku akan pura-pura muncul secara tidak sengaja setelah menghilang 2 tahun tanpa kabar. Mau aku taruh dimana muka ku ini.

"Gua balik aja deh Sa." pintaku pada Rosa melalui telfon.

Aku duduk sekitar 6 meja dibelakang meja Lista dan Rosa yang sedang menunggu Ibam, sedari tadi tangan ku tak berhenti berkeringat ketakutan. Bagaimana jika dia tahu? Bagaimana jika dia tak suka melihatku lagi. Bagaimana jika dia pergi setelah melihatku?

"Ga ada alesan Nes, kita udah sejauh ini. Masa mau lo cancel gitu aja. Gua gak mau tau, pokoknya rencana ini harus sukses besar."

"Tapi Sa."

"Dia udah dateng, gue tutup!" Ya Tuhan. Benar saja aku melihat Ibam muncul dari balik pintu masuk yang bertabur kerang-kerang dan pasir laut itu.

Dia sudah banyak berubah, rambutnya kini dia rapihkan ke atas. Benar-benar terlihat seperti orang yang tidak aku kenali. Dia muncul dengan kemeja putih polos dengan kedua kancing atasya yang terbuka dan sepatu hitam yang dipadukan dengan jeans biru muda yang ku belikan untuk ulang tahunnya yang jatuh pada hari yang sama dengan ulang tahunku. Pria polos yang aku kencani 2 tahun lalu sudah berubah. Biasanya dia hanya akan menggunakan kaus dan jeans 3/4 saja dipadukan dengan kemeja dan sandal.

'Sekarang Nes,' aku mendapatkan pesan dari Lista. Tarik nafas dalam-dalam. Gaun Temperley-ku masih terlihat cantik, wedges Stella McCartney-ku juga. Tidak. Aku tidak yakin. Aku perlu kamar mandi. 'toilet, sorry.' Setelah ku kirimkan pesan singkat itu, aku langsung berdiri menuju toilet. Buk! Aku menabrak seseorang, dahi ku terbentur dengan dagu orang itu. Aku mengelus-ngelus dahi ku dan menatap orang yang aku tabrak. PANIK! "Lo?"

Dia memegang dagunya dan terlihat cukup kesakitan. Dia menarik ku duduk kembali ke kursi ku.

"Sumpah, sorry banget, ga sengaja, gapapa kan?" tanyaku padanya.

Dia masih saja memegang dagunya. "Aku rasa kau berhutang banyak sekali maaf dan beberapa penjelasan padaku." matanya menatap tajam pada diriku.

"Akan aku bayar rasa maafku dan beberapa penjelasan yang kau inginkan tapi jangan sekarang, aku benar-benar harus pergi." jelasku panjang lebar padanya.

"Aku rasa kali ini aku butuh jaminan agar kau tidak pergi menghilang seperti kemarin malam." pintanya.

'Ness, ko malah ngobrol sama cowok lain sii? Sexy sih, tapi ini drama kan harus tetep jalan' tertulis pada pesan masuk di ponselku dari Lista.

"Berikan ponsel itu." ucapnya. Dia langsung saja mengambil ponselku, mengetik sesuatu disana, aku tidak terlalu memperhatikan. Dia kemudian mengembalikan ponselku lalu mengecup pipiku sesaat sebelum dia berdiri dan pergi.

Aku langsung saja berlari menuju toilet. Ku keluarkan lipstick pink pekat dari tas ku, powder, blush on, eyes shadow, eye liner, maskara, lip gloss Chanel Glossimer 13. Apa yang harus ku pakai. Aku bahkan tak bisa memilih parfum Lanvin Femme atau Chanel no. 19. Yasudahlah ku pakai saja. Done! Tetap cantik.

Aku melangkah keluar dari toilet sesantai mungkin, perlahan-lahan mendekati meja mereka. Aku tak dapat melihat wajahnya, posisi duduknya membelakangi ku. Hatiku terasa ingin jatuh saja. Dengan iman sepenuh hati, aku berjalan perlahan dan berhenti di sebelah meja yang ada di antara mereka, membelakanginya.

"Lista, Rosa! Ya Tuhan." ucapku berlagak histeris terkaget-kaget seperti baru saja bertemu kembali dengan anak yang sudah lama menghilang.

"Nessa? Ini beneran elo? Kok lo bisa ada disini?" Rosa membalas ucapan ku dengan tak kalah heboh, kami berpegangan tangan sambil sedikit melompat-lompat kecil. Aku melihat seperti ada air mata yang akan jatuh dari matanya. Good Job!

"Gua abis makan tadi. Kangen banget. Rencananya gua mau kasih kejutan eh malah kepergok disini." Tangan kami masih belum terlepas.

"Ngapain lo balik?" Aku dan Rosa terdiam menengar perkataan Lista yang diluar perkiraan. "Tadinya kan gua mau nyusuuuul..." Lista pun tergirang-girang layaknya Rosa. Kami bertiga pun tertawa bahagia. Padahal ini cuma pura-pura.

"Nessa?" Suara pria dibelakang ku mengembalikan ku ke dunia nyata. Rasa panik kembali merasuki tubuh ku. Aku berbalik, masih berusaha tersenyum.

Wajah pria itu terlihat bingung membatu. "Ibam! Bener kan? Hey, apa kabar lo?" Aku masih tersenyum dan memeluknya, pelan dan singkat.

"Gue.. Baik." Jawabnya terbata.

"Duduk Nes." ucapan Lista membuatnya tersadar dari lamunannya. Aku pun duduk, disebelah Ibam. "Kenapa lo balik ga bilang-bilang?"

"Sorry-sorry, semenjak balik kesini jadi sibuk banget. Banyak yang perlu diurus. SIM aja belum jadi. Terus harus pergi kuliah naik transjakarta setiap hari. Bayangin deh, udah gitu barang-barang baru sebagian yang sampai, sisanya masih di sana." cerita ku panjang lebar pada mereka. Walaupun mereka sudah tau.

"Kuliah? Lo udah mulai kuliah lagi? Tunggu-tunggu, emang lo balik kapan?" Tanya Rosa seperti sedang menyelidiki ku, aktingnya ternyata mahir juga.

"Sekitar 2 bulan yang lalu mungkin." kini aku menoleh ke arah Ibam, dia tak melihatku. Matanya terfokuskan ke makanannya. Tidak ada raut wajah bahagia disana.

"Astaga! Jadi diem-diem lo udah di Indo 2 bulan dan gak ngasih kabar. Pinter banget Nes."

"Sorry deh." aku masih fokus melihat ke arah Ibam yang tak juga memalingkan wajahnya dari objek yang seakan paling menarik sedunia untuknya.

"Btw, lo berubah banget Nes. Sejak kapan lo mulai pake make up sebanyak ini?" Rosa mengatakan itu sambil sedikit mencubit tanganku.

Aku mengalihkan wajahku dan melihat ke arahnya. Dia berkata dalam diam, make-up-lo-mantep-ness-gua-bangga! Aku hanya tersenyum tipis dan kembali memalingkan wajah ku untuk melihat Ibam, namun aku menemukannya sedang melihat ke arak ku juga. Wajahnya datar, dia hanya melihat ke arah ku tanpa berkata. Aku terdiam dengan sikapnya yang terus saja diam.

"Iya kan Sya, Nessa berubah banyak." Lista tiba-tiba saja menanyakan hal paling tak penting sedunia yang menghasilkan tatapan tajam mengancam dari ku. Tapi dia tak menghiraukannya dan tetap fokus menunggu jawaban dari Ibam.

"Ga ada yang berubah." jawabnya, lalu beralih pandangan pada jendela di sebelahnya.

Mood ku hancur, dugaan ku benar. Ini tak ada gunanya. Dia sudah muak denganku. "Gua balik ya, sorry ganggu." langsung saja aku berdiri dan tersenyum sekilas pada kedua sahabatku. Mereka pun terlihat kaget melihatku ingin pergi begitu saja.

"Tapi Nes, kita baru aja ngobrol. Lo balik naik apa? Sendiri?" Lista menahan tangan ku. Tapi aku punya harga diri, untuk apa aku disini jika tak diharapkan.

"Bye, nanti gua telfon." aku melepaskan tangan Lista dan pergi berlalu.

Air mata ku sudah ingin turun. Memalukan. Dari awal aku sudah yakin kalau ini tidak akan berhasil. Ya Tuhan, bodoh sekali aku. Berharap pada seseorang yang jelas-jelas sudah aku buang. 2 tahun ternyata waktu yang sangat cukup untuk merubah seseorang dan hanya aku sendiri yang tidak berubah.

Aku berjalan keluar dan menemukan pria itu bersandar di depan mobilnya. Dia hanya terdiam menatapku. Aku sudah menangis dan aku hanya bisa menatapnya, dia berdiri ingin menghampiriku sesaat sebelum, "Aku anter." Ibam menarik tanganku menuju parkiran.