webnovel

Bab 5

Malam ini Bryna memilih area balap sebagai tempat nongkrongnya. Biasanya juga begini bertemu dengan banyak orang asing dan orang yang Bryna kenak sesekali.

Seperti saat ini menatap Kemal yang duduk dengan dua gadis di samping kiri dan kanannya. Bahkan Kemal pun mengangkat gelas berisikan cairan coklat ke arah Bryna dan meneguknya.

Bryna tersenyum dan menatap ke arah Kenzie yang baru saja turun dari mobilnya. Bryna tersenyum apa lagi saat Kenzie datang ke arahnya, walau banyak wanita yang menghadang jalannya saat ini, dan dia menepisnya.

"Udah lama." Kata Kenzie dan mencium kening Bryna.

Bryna pun langsung melingkarkan tangannya di pinggang Kenzie, dan memeluknya.

"Barusan datang kok."

"Sendiri aja, Blenda gak ikut kan?"

Bryna Menggelengkan kepalanya, apa dia gila jika mengajak Blenda saat ini. Yang ada rahasianya akan di ketahui Blenda, dan tentu saja kedua orang tua mereka akab tau semua akan hal ini. Dan memisahkan mereka berdua lagi

"Ngajakin Blenda udah kayak masuk kandang singa, serem." jawab Bryna asal.

Kenzie tertawa dan menarik tangan Bryna agar ikut dengannya duduk di kursi putih dengan Bryna yang duduk di pangkuannya.

"Miss." Bisik Bryna.

"Aku juga miss." Bisik Kenzie.

Di area ini tidak banyak banyaknya deretan mobil dan motor yang berada di sini. Ada juga music dj, atau bahkan anak band yang suka berkeliaran malam-malam. Di sini aman karena ada beberapa polisi dan juga TNI yang menjaga, jadi tidak di salah gunakan dan punya izin khusus.

Tentu saja ini semua berkat Bryna, dan semua orang yang berada di sini hampir semuanya mengenal siapa Bryna, tapi tidak dengan Blenda.

Bukan tidak mau mengakui jika memiliki kembaran, hanya saja Bryna tidak mau semua orang tau siapa dirinya, dan juga kakaknya. Yang ada mereka berdua tidak bisa bertukar tempat seperti ini kalau semua orang tau mereka itu twins.

Kenzie pun memindahkan Bryna dari pangkuannya ke kursi samping. Dia pun langsung berjalan ke arah meja yang sudah banyak alat-alat dan juga laptop yang menyala, beberapa piringan hitam.

Bryna tersenyum dan langsung bangkit dari duduknya, tapi tangannya tertahan oleh seseorang yang menariknya dari belakang.

Bryna moleh dan memutar bola matanya saat tau siapa yang menahannya di sini.

"Lepasin tangan gue." ketus Bryna menepis tangan Hanzel dari lengannya

"Lo ngapain di sini?" tanya Hanzel.

"Bukan urusan lo."

Bryna pergi tapi Hanzel menahan lagi dengan cara menarik pinggang Bryna dan membuat Bryna jatuh ke dalam pekukannya

Bryna meronta, dia ingin lepas dan tidak ingin bertengkar dengan Kenzie, mengingat Kenzie itu memiliki sikap super duper posesif dan juga pencemburu hebat

"Hanzel lepasin gue." seru Bryna lagi dan memukul dada bidang Hanzel.

"Jawab gue dulu lo ngapain di sini, pakai kemeja cowok kebesaran lagi." omel Hanzel.

"Dih, bukan urusan lo lagian kalau gue di sini apa engak."

Hanzel tersenyum, tapi tidak dengan tangannya yang melingkar sempurna di pinggang Bryna. Bryna terus meronta apa lagi saat Hanzel memiringkan kepalanya hendak ingin mencium Bryna saat ini.

"Berani lo nyium pacar gue, ilang kepala lo."Kata seseorang

Hanzel menolehkan kepalanya menatap belakang Bryna. Matanya memincing dan melepas pelukan itu. Hingga membuat Bryna berada di samping Dj Ken.

"Dia pacar gue, lo bisa sopan kagak sebagai temen gue." Kata Kenzie melingkarkan tangannya di pinggang Bryna.

Berbeda ekpresi dengan Bryna yang malah membulatkan matanya saat mendengar kata teman yang terucap dari bibir Ken, itu tandanya mereka berdua berteman?

Tanpa mau pikir panjang lagi Bryna pun langsung meninggalkan mereka berdua yang adu mulut atau apalah itu. Apa lagi setelah itu mereka berpelukan seperti orang yang sudah lama tidak bertemu.

Kenzie pun langsung menuju mejanya, dan Bryna pun berjinjit di depan meja Kenzie dan menjulurkan lidahnya. Tak di sangka Kenzie malah mengigit lidah Bryna yang terjulur itu dan membuat semua orang memekik iri.

"Gila itu Blenda berani banget ciuman di tempat umum." Kata Mikael menatap Bryna geleng kepala.

"Njir pantsnya kelihat dikit warna putih lagi." Kata Josua yang menatap Bryna berjinjit dengan celana pendek yang terlihat sedikit.

"Mata lo kenapa liat ke sana sih." cibir Hanzel dan membuat mereka berdua meringgis.

"Ternyata pacarnya Ken, padahal udah dari kelas 2 lo ngincer dia , gimana menurut lo?" tanya Mikael.

"Gatau, gausah di bahas gak penting." jawab Hanzel sebal.

******

Setelah pulang dari area balap Hanzel pun langsung menuju rumah sakit. Apa lagi Kakak bilang oppa sedang sakit dan masuk rumah sakit karena serangan jantung.

Dengan rasa khawatir Hanzel pun langsung. Menuju rumah sakit. Mengingat selama ini dia hidup bersama dengan omma dan oppanya, bukan dengan orang tuanya. Kedua orang tuanya sibuk dengan urusan mereka masing-masing mereka hanya sibuk mencari uang, uang, uang dan uang. Apa mereka tidak tau apa yang di inginkan Hanzel dan juga Nero saat ini. Bukan hanya uang tapi juga kasih sayang.

"Bang gimana keadaan oppa." Kata Hanzel saat dia baru saja sampai di rumah sakit.

"Udah di tanganin dokter kok. Tapi kali ini oppa bikin gue gedek." jawab Nero geleng kepala.

"Kenapa Bang, masalah perusahaan? Lo aja gue gak mood." jawa Hanzel yang mendadak gak suka.

Dari dulu Hanzel memang gak suks kalau suruh ngerjain berkas yang ngebuat dia pusing setengah mati. Mending Bang Nero yang masih mau. Dan masih untung juga opa gak pernah memaksa Hanzel dalam hal ini, jadi lebih ke pilihan Hanzel dan juga Nero aja. Dan Bang Nero lebih milih jadi CEO di banding orang biasa kayak Hanzel.

"Bukan, kalau yang ini masalahnya gede kalau ada materia 100ribu udah di tempel di sana." jawab Bang Nero dengan gelengan kepala dahsyat.

Hanzel semakin bingung, apa maksudnya dan mendadak perasaanya tidak enak. Biasanya kalau kayak gini udah nyangkut dunia akhirat Meraka berdua.

"Apaan sih Bang, cepetan bilang napa bikin anak orang penasaran aja lo." jawab Hanzel kesal.

"Opa bilang dia pengen makan malam sama pacar kita. Katanya kita gak pernah bawa pacar. Apa lagi pas opa sama oma datang ke reoni gak tau apa, temen-temennya pada bawa cucu mereka sama pacar mereka. Jadi sekarang tugas lo dan gue satu, bawa pacar kita ke hadapan opa biar dikata laku." jelas Bang Nero.

Hanzel melonggo mendengar ucapan Nero. Apa-apaain ini kenapa jadi di di bawa-bawa harus bawa pacar.

"What! Pacar? Gila apa." teriak Hanzel

Nero menoleh dan tersenyum miring, "Noh bawa si Sofi ke oppa, biar oppa tau kalau lo udah punya pacar."

"Perlu gue gali kuburannya, terus gue gendong ke sini tunjukin ke oppa kalau Sofi pacar gue?" cibir Hanzel dan membuat Nero diam.

Mungkin Nero lupa siapa Hanzel saat ini, dan apa sebabnya dia tidak mau membuka hati buat cewek lain. Dan selama setahun ini, yang ada di pikirannya adalah Blenda. Blenda gadis yang dua tahun berakhir ini dia bully untuk menutup perasaanya selama ini. Hanya dengan sebuah ucapan Hanzel bisa melirik Blenda, apa lagi selama ini Blenda menurut pada dirinya. Dan lagi beberapa hari ini Blenda malah berubah dia berani dan suka menantang Hanzel, tentu saja ini malah membuat Hanzel semakin tertantang dengan Blenda.

"Sorry gue lupa." kata Nero menepuk bahu Hanzel.

"Emang lo punya pacar Bang buat kenalin ke opa?" tanya Hanzel menatap Nero.

"Kagak, gue mau ngontrak aja, cari pacar boongan, kalau lo gimana?" kata Nero dan membuat Hanzel diam. "Mending lo sama aja kayak gue ngontrak juga, abis ketemu oppa kelar semua. Gak ada tanggungan sama sekali, gak ribet juga." lanjut Bang Nero.

Hanzel menoleh bingung tapi apa yang di ucapkan Abangnya saat ini ada benarnya juga. Cuma sekali doang kan bertemu dan setelah itu udah gak lagi.

Tapi siapa??

Blenda??

"Masa iya dia." guman Hanzel pelan, tapi masih bisa di dengar oleh Nero.

"Dia siapa?" kata Nero bingung, dan membuat Hanzel geleng kepala.

"Yaudah gue balik dulu, ada penting. Mending lo temenin oppa dulu, abis gini gue balik lagi." ucap Hanzel cepat. Kayaknya gak ada jalan lain, Blenda jadi salah satunya nama yang terlintas di otak Hanzel.

"Jangan lama-lama, gue gak mau sendiri di sini." ucap Nero.

Hanzel mengangguk dan mengacungkan jempolnya dan meninggalkan Abangnya yang banyak bicara ini. Entah bagaimana caranya pun Hanzel harus bisa membuat Blenda berada di sampingnya, sekaligus itu pacar Kenzie, Hanzel gak peduli. Tikung aja gak masalah, incip dikit doang.

*******

"Gak gue gamau." Tolak Bryna lantang hingga membuat semua orang menatap Bryna curiga, apa lagi Flora dan juga Daisy.

"Gini deh Blen, lo cuma akting aja di depan oppa nya Hanzel sebagai pacar Hanzel, dan setelah itu lo dapat mobil sport pengeluaran terbaru dari showroom Hanzel." kata Josua tanpa pikir.

Hanzel pun langsung menjitak kepala Josua karena sebal. Bagaimana bisa sepakatan begini saja harus membawa mobil di sini. Yang ada Hanzel rugi banyak.

"Ck, lo kalau omong yang beneran dikit dong, ngapain lo bawa-bawa mobil sih." kata Hanzel berbisik.

"Udah deh yang penting Blenda mau Bos." bisik Maikel.

"Sekali gak ya engak, lo pikir gue bisa di tuker tambah sama mobil apa. Tarif gue gak semurah itu." kata Bryna sebal dan berlalu.

Tapi di tahan oleh Hanzel dan membuat Bryna kembali duduk di meja kantin sekolah ini.

"Gue mohon sama lo, di sini gaada yang bisa gue percaya selain elo. Lagian gue bayar lo kok, jadi lo tenang aja." ucap Hanzel memohon.

Baru kali ini Hanzel memohon dan ini pada Blenda. Biasanya Blenda akan mau, kenapa kali ini susah banget sih di ajakin kerja sama. Lagian tawaran Hanzel juga mengiurkan, walaupun Hanzel tau keluarga Blenda kagak miskin-miskin amat.

"Sekali gak ya engak, maksa banget sih lo." teriak Bryna.

Bryna pun berlalu meninggalkan tiga cowok yang mendesah kecewa. Dia tidak peduli dengan hal ini, kemarin saja Bryna hampir kehilangan kepalanya saat Hanzel memeluknya dan sekarang malah di suruh jadi pacar boongan Hanzel. Yang ada besok tinggal nama Bryna saat ini, mengingat Kenzie sangat posesif dengan dirinya.

Bryna pun menuju taman depan multi media sekolah ini. Sepanjang perjalanan Bryna mendumel akan tingkah Hanzel. Hingga dia merasakan sesorang menarik tangannya.

Bryna memekik kaget apa lagi tangannya yang mengalun indah di leher Hanzel.

Ya Hanzel cowok yang menarik Bryna hingga jatuh ke dalam pekukannya. Untung saja gak ciuman kalau ciuman kan bisa berabe. Apa lagi ini banyak anak yang udah ngerumpi di pinggiran.

"Apaan sih lo lepasin gue gak." kata Bryna meronta.

"Gue bakal lepasin lo kalau lo mau nurutin mau gue." kata Hanzel

"Sekali gue bilang engak ya engak, jangan bikin gue muak atau gak lo---"

"Apa." Potong Hanzel cepat, seakan dirinya tengah menantang Bryna saat ini.

Bryna tersenyum miring menatap Hanzel yang masih menatapnya. Dia bahkan tidak peduli dengan banyaknya orang di sekeliling mereka saat ini, apa lagi mereka malah seakan menikmati pertunjukan yang di perlihatkan Bryna dan juga Hanzel.

Dengan lancang Bryna pun mengalunkan tangannya yang bebas di leher Hanzel.

Tentu saja Hanzel yang mendapat perlakuan seperti itu pun terkejut bukan main. Yang Hanzel kenal Blenda tidak seberani ini, dan bahkan Blenda tidak pernah menolaknya saat dia meminta sesuatu padanya, seperti memaksa atau bahkan tanpa paksaan.

"Lo bakal tanggung akibatnya." Bisik Bryna tepat di telinga sisi kiri Hanzel.

Hanzel memejamkan matanya saat suara mesra nan manja itu menyapa telinganya. Bahkan tanpa sadar dia sudah meremas ujung kemeja Bryna saat ini.

"Gue gak peduli." Balas Hanzel berbisik.

Hanzel pun langsung mengecup leher jenjang Bryna yang terpampang jelas di hadapannya. Sedangkan Bryna dia berusaha meronta dan menjauhkan kepala Hanzel dari lehernya. Walau dia tidak merasa sakit atau sebuah hisapan, hanya ada sebuah jilatan dan kecupan basah tentu saja suatu saat pasti ada bekas warna merah di sana.

Bryna yang sebal pun lansung mendorong Hanzel hingga tubuh nya terhimpit dinding. Dia bahkan tidak peduli dengan banyak anak yang sudah menutup matanya, menatap mereka dengan tatapan mlonggo. Bagaimana pun mereka tidak bisa berciuman panas di area sekolah.

Bagaimana kalau guru tau, atau bagaimana kalau mereka masuk ruang kepala sekolah. Ingin rasanya semua anak menghentikan aksi mereka tapi sayangnya jika berani apa lagi menyangkut Hanzel.

Ya Hanzel penguasa sekolah ini. Mana ada yang berani dari pada di depak mending ngalah aja.

"Si*l." Umpat Hanzel kesal.

"Lo ngumpetin gue." kata Bryna marah

Hanzel diam saja, dia pun memukul dinding samping Bryna dan berlalu begitu saja, sedangkan Bryna dia malah melanggo dengan tingkah laku Hanzel yang seenak udelnya sudah menciumnya dan sekarang malah pergi begitu saja.

"Woi si*lan berhenti lo, bren*sek." teriak Bryna menggelegar dan membuat semua anak langsung menatapnya.

Ini kali pertama Blenda mengumpat di mata mereka. Apa lagi semua anak mengenal Blenda adalah anak baik, rajin dan ramah. Tapi kali ini malah mereka di kejutkan dengan umpatan khas seorang Blenda.

"Blen mulut lo." seru Flora yang entah datangnya dari mana.

"Sabodo Flo kesel gue, seenak jidat nyium anak orang abis gitu pergi, dia pikir gue cewek apaan," omel Bryna kesal dan menatap semua anak yang berada di sini. "Pergi lo semua, bubar." teriaknya lagi.

Semua anak langsung berhamburan pergi, hingga Floo dan juga Daisy yang masih bertahan di sini, di samping Bryna.

"Belajar ngumpat dari mana Blen paseh amat." ucap Daisy heran.

"Gak belajar, cukup bilang si*lan, ban*sat, damt it, bren*sek, baj*ngan. Udah gitu aja." Jawab Bryna santai.

Tentu saja santai di hadapan Flo dan Daisy saat ini. Bryna bukan Blenda yang jelas mereka pasti akan kaget kalau ini bukan Blenda yang asli melainkan palsu.

"Gila aksi lo ngundang perhatian banyak anak Blen, dan ini kali pertama lo bikin ulah." Kata Daisy menatap Bryna

Pertama kali? Dulu du sekolah Bryna dia tiap hati bikin ulah. Kalau di sekolah Blenda maa ya biar ada warna sedikit, nama Kakaknya biarin melambung dulu.

"Biasa aja deh, lagian udah kebiasaan gue." jawab Bryna tanpa sadar.

"Kebiasaan gimana maksud lo?" ucap Flo dan membuat Bryna gelagapan.

"Ehh, Mmm apa ya, gitu lah rooftop yok bolos." ajak Bryna.

"Mtk Blen sukaan lo." Kata Flora

"Males mikir gue, ayok ah ngikut kagak lo."

"Yaudah deh ngikut kita." Jawab Flo.

Akhirnya mereka bertiga pun langsung menuju rooftop. Tanpa Mereka sadari sepasang mata menatap mereka bertiga dengan kebencian. Dia tidak terima jika apa yang sudah menjadi miliknya menjadi milik orang lain, dan bukan dirinya.

******