Azzam mencari cara bagaimana caranya agar Kinan bisa diterima di keluarganya. Padahal besok malam, Abizar dan Salma sudah mengundang keluarga Kinan untuk makan malam di restoran bintang lima. Dan sampai detik ini belum ada kesediaan Kinan untuk berpenampilan seperti yang dia inginkan untuk merebut hati kedua orangtuanya.
"Aku ga mau Beb, pakai gamis dan Jilbab itu gerah. Ogah ah. Ga modis tahu." ucap Kinan waktu Azzam memintanya mengenakan gamis dan jilbab.
"Sementara aja, Honey. Plis.. demi aku. okay? Kita akan segera menikah. Tapi jika kamu tidak bisa merebut hati kedua orangtuaku, kita tidak akan direstui."
"Menutup aurat tidak menjamin hati orang itu baik kan, Beb. Aku ga pernah mabuk, ga pernah dugem. Aku juga suka bantu teman. Memangnya wajib gitu aku harus nutup aurat seperti katamu tadi? Mamiku aja ga pake jilbab dan ga pernah maksa aku buat pake jilbab." Kinan bersikeras mempertahankan pendapatnya.
"I know Honey, but please mengertilah posisiku. Orangtuaku selalu melihat seorang wanita dari penampilannya dulu. Nanti setelah kita menikah, kamu boleh berpenampilan sesuai yang kamu inginkan. Orangtuaku tidak mungkin kan nyuruh aku buat ceraiin kamu." Azzam mencoba mendesak Kinan. Cintanya pada Kinan sangatlah besar. Dia benar-benar ingin segera menikahi Kinan dan bisa hidup bebas tanpa aturan.
"Okay.. I agree with you, Beb. Tapi setelah kita menikah, kamu tidak akan memaksaku untuk memakai hijab lagi, kan?"
"Yes, of course. Apapun yang kamu inginkan, do it. Asal kamu selalu bersamaku."
"Okay deal.. i will do anything you want."
"Thanks honey, oh ya habisin makanannya. Tidak usah diet-dietan segala. Aku suka kamu apa adanya, Kin."
"Oh so sweet, darling. But, no way. Bagiku tubuh itu adalah harta yang berharga buat wanita. Sekalinya dia tidak menjaga bobot ideal tubuhnya, bisa jadi dia akan ditinggalkan suaminya nanti. Dan aku tidak mau itu terjadi. Aku akan menjaga berat badan idealku demi kamu." Kinan menyentuh tangan Azzam sambil mengerlingkan sebelah matanya. Mata Kinan memang selalu membuat Azzam terpesona. Bahkan Azzam rela melakukan apa saja untuk Kinan. Dan demi mendapatkan Kinan, dia ingin menghalalkan segala cara, termasuk membohongi kedua orangtuanya.
Pertemuan siang itu, rupanya membuahkan hasil untuk Azzam. Dia sudah punya cara untuk menaklukkan hati kedua orangtuanya. Siang begitu terik. Tapi tidak bagi dua sejoli yang sedang dimabuk cinta itu. Mereka keluar dari restoran di salah satu mall di Jakarta. Kinan yang mengenakan dress warna baby blue selutut itu mencuri perhatian. Rambut blonde, kulit putih, dan hidung yang mancung membuat semua orang menyangka dia adalah gadis keturunan warga negara asing.
Azzam sangat bangga. Karena setiap kalo dia berjalan bersama Kinan, semua orang selalu menoleh ke arahnya. Dia bangga bisa menaklukkan gadis di sebelahnya ini. Yang tidak pernah membuat dia malu jika diajak kemanapun. Semuanya orang pasti memuji kecantikan Kinan. Sifatnya yang super dan mudah beradaptasi dengan banyak orang juga menjadi nilai lebih tersendiri untuk Kinan.
"I proud of you." ucap Azzam saat mereka melintas di sebuah gerai pakaian laki-laki dan semua yang berbelanja di sana menatap kagum pada Kinan.
"Why?" tanya Kinan masih dengan posisi yang sama. Menggandeng mesra tangan Azzam.
"Because you are very beautiful. Lihat saja tatapan mereka. Ah mereka pasti iri sama aku."
"Of course darling. But, only you in my heart."
"Oh thank you." Azzam menggenggam tangan kekasihnya dengan mesra.
**
Dari kejauhan tampak seorang wanita bercadar yang sedang melihat kebersamaan mereka. Dia baru saja keluar dari toko buku. Dan betapa terkejutnya dia saat melihat Azzam bergandengan mesra dengan perempuan lain yang sangat cantik. Perih sekali hatinya melihat orang yang pernah lari dari tanggung jawab itu, sekarang malah hidup bahagia dengan perempuan lain tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.
"Kiya, kamu kenapa? apa yang kamu lihat?," Tiana yang baru saja selesai membayar buku, mengikuti arah pandang Zakiya. Tapi tidak ada yang aneh di sana. Hanya ada orang yang berlalu lalang.
"Eh, gapapa Na, aku hanya melihat orang yang sedang lewat saja." Zakiya mengusap airmatanya.
"Cuma lihat orang lewat tapi koq sampai menangis begitu?" Tiana menatap heran sahabatnya. Tidak biasanya Zakiya terlihat sesedih ini.
"Ya udah yuk pulang. Udah siang. Nanti Papiku nyariin." ucap Zakiya sambil menundukkan kepalanya.
"Ki, kamu jangan berkilah deh. Tadi sebelum berangkat kan kamu udah telpon Papimu, kalau hari ini kamu pulang bareng aku. Karena mau ke toko buku dulu. Masa lupa sih?"
"Oh iya, Na. Maaf aku lupa." Zakiya akhirnya berjalan mendahului Tiana. Pakaiannya yang longgar dan bercadar, selalu membuat orang menatap aneh padanya. Entah apa yang mereka pikirkan. Yang menutup aurat dengan sempurna dibilang aneh. Tapi kagum pada wanita yang tidak menutup aurat.
"Ki, tunggu. Koq malah kamu yang ninggalin aku? nanti enggak aku anterin pulang lho," pekik Tiana.
Saat menyadari kalau dia meninggalkan sahabatnya, Sakit akhirnya berhenti. Dia menoleh ke belakang dan melihat Tiana yang berlari mengejarnya.
"Tiana maaf ya aku lupa," ucap Zakiya menyesal.
"Kamu ini keterlaluan Ki. Udah di antar beli buku, habis ini dianterin pulang, eh malah ditinggalin. Kebangetan kamu, Ki," ucap Tiana dengan nafas terengah engah.
"Astaghfirullah.. maafin aku ya, Na. Aku lagi ga konsen."
"Kamu kenapa sih?" tanya Tiana saat mereka berjalan berdua menuju tempat parkir.
"Aku gapapa, Na. Aku baik-baik aja koq. Udah yuk pulang. Apa aku naik taxi aja, Na? biar kamu ga usah nganterin aku?"
"Eh enggak boleh gitu, donk. Aku kan udah bilang sama papimu tadi. Kalau aku yang akan antar kamu pulang. Kalau ketauan kamu pulang naik taxi, bisa-bisa kita ga akan diijinin jalan bareng lagi."
"Ya juga sih, Na. Makasih banyak ya. Kamu memang sahabat terbaik, Na."
"Iya, tapi kamu ga mau terbuka sama aku. Entah karena apa. Tapi aku merasa ada yang berbeda denganmu akhir-akhir ini. Apa mungkin hanya perasaanku saja, ya?" tanya Tiana penasaran.
"Ah, itu hanya pikiranmu saja, Na."
"Ya semoga saja. Tapi aku bakalan marah, kalau kamu beneran menyembunyikan sesuatu dariku," desak Tiana.
"Iya Insyaallah." Zakiya hanya bisa tersenyum. Dia tahu dia sangat sedih setelah berteman lagi dengan Azzam. Kadang dia merasa sakit saat bertemu dengan Azzam. Bukan dia cemburu dengan kedekatan Azzam dengan perempuan lain, tapi setiap kali dia melihat Azzam, bayangan masalalu yang sudah ia tinggalkan harus terngiang lagi di kepalanya. Dan tidak mungkin dia berbagi dengan Tiana perihal masalahnya. Karena sangat tidak mungkin dia curhat dengan sahabatnya mengenai aibnya. Karena aib ini akan dia simpan rapat. Dan selamanya tidak akan dia buka pada siapapun.