webnovel

MOR LUPA DIRI

10/8/22

Happy Reading

***

Mor mulai merangkak naik lagi hingga kedepan wajah Savita. Mereka berhadap-hadapan.

"Aku tidak akan hamil walau kau menumpahkan ribuan cairan itu ke dalam rahimku," bisik Savita saat Mor sudah ada diatasnya. 

Mor masih tidak paham dengan maksud Savita. Tapi, ia menyerang dengan gemas bibir Savita dengan penuh nafsu. Miliknya dibawah sana sedang melancarkan aksinya untuk menembus mahkota wanita ini.

"Emmhh, Mor. Jangan siksa aku seperti ini," kata Savita, geregetan sendiri dengan rayuan Mor. "Aku rutin minum pil kb dan baru kemarin aku menyuntikkan cairan pencegah kehamilan."

Mor terkekeh. "Baguslah. Aku bisa bebas melakukan apa saja padamu."

Wajah Savita memanas erotis.

"Bersiaplah."

Savita mengangguk. "Penuhi aku sebanyak yang kau mau, Mor." Savita semakin melebarkan kakinya.

Mor mendorong miliknya dan tepat setelah itu …

"Arghhh, M-Mo-Mor!!" teriak Savita. Tubuhnya melengkung nikmat. Sakit pasti. Padahal ia bukanlah gadis perawan. 

Tapi, ahhh!! Miliknya seperti robek karena Mor langsung memasukinya sekaligus. 

Napas Savita terengah-engah. Ia benar-benar lupa jika milik Mor itu sangat jantan, besar, panjang, berurat dan bengkok lagi. 

Nikmat!

"Ohhh!"

Mor menggeram. Ia bergerak lambat. Guna menyesuaikan miliknya yang tidak biasa di dalam milik Savita.

Setelah sama-sama menyesuaikan ….

Mereka melakukan banyak gaya. Suara desah erotis yang keluar dari mulut mereka memenuhi seluruh ruangan yang kedap suara ini. Andai ini tak kedap suara, entahlah apa yang terjadi … bisa dipastikan suara jeritan nikmat Savita bisa terdengar hampir kesetiap sudut ruang rumah kost ini.

Emmmh, apalagi suara gerakan erotis yang menggebu-gebu disana-sini. Savita sampai malu nikmat mendengar kecipakan miliknya yang beradu dengan milik Mor. 

"Mor … Mor! Yes! Ah, lebih cepat lagi, sayang!!" Tubuh Savita yang menungging seksi berguncang kenikmatan. Salah satu dadanya di remas-remas dan pinggulnya ditahan kuat supaya stay ditempat.

Dibelakang sana … ah, Mor benar-benar bisa membuatnya menjadi wanita murahan. 

Sensasi bercinta yang sangat nikmat seperti ini, tak pernah Savita alami sebelumnya.

"Kau suka?" Mor semakin mempercepat gerakannya. Ia tak menyangka jika wanita ini benar-benar sangat nikmat dan bisa mengimbangi semua permainannya yang cukup kasar dan sangat cepat.

Savita tak bisa berkata-kata lagi. Suaranya yang serak tak terdengar sama sekali.

Jujur saja, Mor dan Savita sudah berkali-kali mencapai nirwana mereka masing-masing.

Tapi, entah mengapa rasa yang mereka dapatkan masih sangat kurang dan mereka sama-sama menginginkannya lebih dan lebih lagi dari yang ini.

Sampai suara dering telepon Mor yang disetting dengan volume full maksimal pun kalah dengan kebisingan suara mereka yang beradu seksi dan begitu erotis.

Mor sampai lupa diri. 

Biasanya sesibuk-sibuknya Mor diatas ranjang, dan seheboh-hebohnya ia bercinta dengan lebih dari satu wanita manapun dan siapapun itu profesinya, ia akan dengar suara dering ponsel yang di setting khusus untuk tuannya itu dan walaupun ia sangat kelelahan dalam permainannya diatas ranjang ia akan dengan sigap mengangkat telepon tuannya apapun yang terjadi dan akan langsung menuju kemana bosnya berada.

Tapi ... ini?! 

Mor membalik tubuh Savita, dan dengan cepat memasukan miliknya lagi kedalam milik Savita. 

Sedikit lagi, ia akan sampai pada tujuan utamanya.

Savita tahu bagaimana harus bersikap. 

Mor sudah membuat Savita sampai berkali-kali dan saat yang tepat membuat Mor bangga pada dirinya.

Savita ikut bergerak, berbisik nakal untuk menyemangati Mor sambil mengelus erotis seluruh area sensitif Mor.

"Aku akan sampai," bisik Mor. Dengan keringat bercucuran menetes ke seluruh permukaan kulit Savita.

"Ayo, penuhi aku Mor."

*

*

*

Setelah turun dari bis …

Jarvis tak langsung masuk kekantor tapi ia saat ini ada di salah satu cafe yang ada di depan perusahaannya.

Menikmati makanan yang ia pesan seadanya. Malas juga jika memesan makanan yang berat sore-sore seperti ini.

Mana mendung lagi, hem.

Jika mendung dan bau tanah seperti ini … entah mengapa perasaannya jadi mellow seperti. 

Apalagi aroma hangat kopi espresso ini … hem, membuatnya kembali pada masa indah dimana ia pernah merasakan jatuh cinta. 

Ya, jatuh cinta yang berujung pada patah hati. Di hatinya bekas luka itu sudah mengering tapi tetap saja jatuh cinta untuk pertama kalinya itu susah untuk disembuhkan. 

Apalagi yang dicintainya pergi meninggalkannya untuk pria lain.

Jarvis menghela napas panjang. 

Membuang jauh-jauh sedikit perasaan yang mulai tumbuh untuk Laya, ia tak mau terjebak oleh kisah percintaan yang rumit lagi. 

Apalagi saat melihat wajah Vihan … 

Jarvis sadar betul jika gadis itu sudah memiliki tunangan.

Itu sebabnya ….

Jarvis tak mau lagi berhubungan dengan yang namanya cinta. Cukup sekali ia merasakan sakitnya, cukup sekali ia merasa kehilangan dan cukup sekali ia menangis seperti orang gila.

Ya, cukup sekali dan jangan pernah lagi. 

"T-tuan Ja-jarvis …." Mor celingak celinguk. Berdiri mematung di depan pintu restoran. Mencari keberadaan Tuannya. 

Astaga! Ini sudah jam 5 sore. Hampir 5 jam ia meninggalkan tuannya. 

Mor tadi sudah kekantor Jarvis tapi tuannya itu tidak ada, dan lalu ia diberitahu oleh Padma jika Jarvis ada di cafe yang ada di depan kantor.

Ya, sudah ia berlari kencang kesana. Mencari keberadaan Tuannya. Mor tidak berani menelepon balik, takut dimarahi. Lebih baik datang kehadapannya dan langsung meminta maaf karena pergi terlalu lama dan tidak mengangkat teleponnya tadi. 

"Ada yang lihat Tuan Jarvis?" Mor bertanya acak pada beberapa pengunjung yang ada di cafe itu. Ia yakin beberapa pengunjung adalah karyawan Isamu Grup.

"Disana, tuan Jarvis duduk disana," kata salah satu karyawan yang mengenal Mor sebagai kaki tangan kepercayaan Jarvis Isamu.

"Terima kasih." Mor langsung berlari.

Jujur saja, semua karyawan yang bekerja dibawah naungan Isamu Grup sampai terheran-heran melihat pemilik perusahaan Isamu Grup ada disini. Tadi mereka sempat bisik-bisik dan mengagumi ketampanan unreal yang dimiliki Jarvis Isamu.

.

.

.

"Tuan?!" Mor berteriak, segera mendekati Jarvis yang duduk sendiri.

Jarvis hanya mengorek telinganya yang mendadak berdengung.

"Maafkan saya, tuan." Mor berdiri di depan Jarvis. "Saya lupa waktu dan tidak mengangkat telepon Anda."

Jarvis mengangguk. Tidak mau berdebat, tidak ingin bertanya, dan tidak mau tahu urusan Mor diluar sana. "Tidak masalah," ucapnya, sedikit metoleransi apa yang diperbuat Mor.

"Ta-tapi …." Mor lebih baik dimarahi atau diberi hukuman daripada dimaafkan seperti ini.

"Bawakan makanan untuk Laya dan pakaian ganti." Titah Jarvis to the point. "Jangan lupa peralatan mandinya."

Mor yang belum siap menerima perintah Jarvis hanya bisa ngang ngong kebingungan.

"Kau dengar, kan?" 

"De-dengar, tu-tuan."

"Bawakan dia minuman, cemilan dan buah-buahan," lanjut Jarvis, menyeruput ringan kopi espresso yang tinggal sedikit lalu berdiri dari duduknya.

"Tuan mau kemana sekarang?" Mor bertanya dengan salah tingkah.

"Aku akan kembali ke kantor." Jarvis berjalan mendahului Mor.

Mor ikut berjalan dibelakang Jarvis dengan kepala tertunduk lesu. 

"Kenapa mengikutiku?" 

Mor menoleh kekanan dan kekiri. 

"Kau tidak mau menjalankan perintah yang kuberikan?"

"De-dengar, tu-tuan." 

"Lalu?" Jarvis menggeram lelah.

"Ba-baik, tuan!!" Mor langsung bersikap hormat. Ia tahu apa arti dari tatapan tajam itu. Mor langsung berlari. Keluar restoran, menuju parkiran dan pergi mencari semua keperluan Laya. 

Jarvis menggeleng samar. "Dasar tua-tua bangkotan," batinnya heran sendiri melihat tingkah Mor yang seperti itu.

***

Salam 

Busa Lin

Terima kasih ●.●

Busa_Lincreators' thoughts