webnovel

MEMBAHAS HASIL TEST LAYA

16/6/22

Happy Reading

***

"To the point."

"Baik," kata Laya. "Saya sudah membawa semua yang Anda minta dan perlukan, bos."

"Heuh?" Jarvis lagi-lagi mengernyitkan dahinya. Ia melepas kacamata minusnya. "Memang apa yang saya minta dan perlukan darimu?"

Astaga, pasti lupa lagi.

"Saya Laya Gemina, bos. Gadis yang—"

"Iya, saya tahu. Lalu?"

"Ini, bos …." Laya mengangkat tinggi-tinggi map abu-abu yang dibawanya. 

Jarvis memperhatikan map itu.

"Disini ada proposal peminjaman uang sebesar 350 juta rupiah, bukti rincian sewa wanita malam di rumah bordil Starlight Moon dan, ehem …." Laya melirik Jarvis sekilas. Ia sungguh malu mengatakannya.

"Hanya itu?"

Laya menggeleng. "Bukti tes keperawanan saya."

"Oke." Jarvis beranjak dari duduknya. "Mau sambil berdiri atau duduk?" Ia menunjuk ke arah sofa.

"Terserah—"

"Pilihanmu?"

"Duduk."

"Oke." Jarvis berjalan menuju sofa diikuti Laya. "Silahkan," ucapnya menyuruh Laya duduk di manapun dia mau.

Oke, Laya duduk di salah satu sofa yang panjang. 

"Jadi?" 

"Ini yang tuan minta." Laya menyerahkan map abu-abu itu.

Jarvis menerimanya, mengeluarkan satu persatu isinya. "Hem ... bisa jelaskan yang ini?" Ia memberikan surat tes keperawanan itu pada Laya. "Maaf, saya bukan dokter ahli keperawanan, jadi saya meminta bantuanmu untuk menjelaskan ini."

Laya menghembuskan napasnya panjang-panjang. Ia memajukan duduknya dan agak kesusahan saat akan menjelaskannya.

"Kenapa semua wanita itu rumit sekali sih," kata Jarvis mendengus. 

"Maksudnya?"

"Kau duduklah disampingku," ucap Jarvis. "Atau aku yang pindah disampingmu?"

"Eh?" Laya sampai berkedip tidak percaya. Jarvis pakai bahasa non formal padanya? Tidak salah dengarkan?

"Ayolah, aku sangat sibuk, Laya." Jarvis mendengus. Ia memasang kacamata minusnya.

Hah? Ini pertama kalinya Jarvis memanggil namanya secara non formal seperti ini.

"I-yaa, sabar, dong, bos," kata Laya. "Biar saya yang pindah duduk," ucapnya yang langsung dengan kecepatan kilat duduk disamping Jarvis.

"Oke, supaya kau tidak ada pertanyaan lagi,  aku akan jelaskan pelan-pelan."

"Hemm." Jarvis mengangguk layaknya anak kecil yang siap menerima pelajaran berharga dari gurunya.

"Aku tes di rumah sakit Francisco Isamu,  dokter yang melakukannya adalah Dokter  Maharani. Kata beliau sangat susah sekali melihat keperawanan seorang wanita dengan mata telanjang. Tapi … kata dokter Maharani jika dilihat secara teliti dan bisa dipertanggung jawabkan pernyataannya jika selaput dara milikku belum robek dan masih utuh. Lalu … bla … bla …."

Setelah menjelaskan panjang kali lebar dan menjawab beberapa pertanyaan Jarvis yang sangat menggemaskan, Laya pada akhirnya menghela napas panjang. Rasanya seperti melakukan sidang skripsi untuk kedua kalinya. Huh, detail sekali pertanyaanya. 

Tapi, entah mengapa Laya sama sekali tidak merasa seperti dilecehkan. Justru ini seperti pengetahuan baru untuknya. Ia secara tidak langsung jadi tahu mengenai organ vitalnya lebih jauh lagi.

"Boleh aku menghubungi Dokter Maharani?" 

"Heuh, tetap tidak percaya, ya?" Laya mengerutkan bibirnya. Kecewa. Tahu gitu sih, tidak perlu dijelaskan seperti ini. 

"Siapa yang tidak percaya?" Jarvis menggelengkan kepalanya. 

"Kauu?!"

"Sstt." Jarvis menyuruh Laya untuk diam. 

Jarvis mengambil telepon kantor yang ada di atas nakas samping sofa. Ia menekan nomor teleponnya dan tersambung.

"Hallo, ini Jarvis …"

Terdengar suara yang sangat riang diujung telepon sana.

"Ohh, hai, Jarvis. Aku pikir siapa yang menelepon menggunakan nomor kantor. Kenapa tidak menghubungi lewat nomor pribadi saja, hem?" 

"Hem." Jarvis menjawabnya acuh. Ia melirik Laya yang bibirnya mengerucut kesal.

"Ada yang bisa kubantu?"

"Tidak terlalu penting." Jarvis mengambil kertas tes keperawanan Laya. "Aku hanya ingin menanyakan sesuatu padamu, Ran."

Laya langsung melihat Jarvis. 

Ran? Tidak pakai dokter? Eh, iya, tadi juga Jarvis pakai bahasa non formal pada Dokter Maharani.

Eh, jangan-jangan maksud Padma, "Tuan Jarvis sudah ada yang punya …"

Tidak mungkin Dokter Maharani, kan? 

Jangan bilang mereka berdua adalah sepasang kekasih …

Oh, tidak!!

Bagaimana jika mereka berdua sudah bertunangan?

Hah, Laya jadi perusak hubungan orang lain, dong? Kenapa Jarvis sama sekali tidak pernah mengatakan apapun mengenai tunangannya yang sangat cantik itu?

Padahal Dokter Maharani, wanita yang sangat cantik, terlihat begitu baik dan sangat anggun. Tutur katanya pun sangat sopan dan begitu enak saat menjelaskan segala sesuatunya.

Apanya lagi yang kurang sih?

Wah, tidak bisa dibiarkan! 

"Aku harus menanyakan hal ini secara langsung padamu, bos," gumam Laya dalam hatinya, berpindah duduk. Menunggu Jarvis menyelesaikan pembicaraannya dengan Dokter MaharanI."

Tidak lama dari itu …

"Oke, terima kasih …"

"Ya, sama-sama. Kabari saja aku jika kau membutuhkan hal semacam itu."

Sambungan telepon terputus.

Laya tidak mau tinggal diam.

"Maaf, kalau aku boleh tahu. Dokter Maharani siapanya kau?" tanya Laya to the point.

"Kenapa?"

"Terdengar akrab."

"Tidak boleh?" Jarvis mengambil lagi kertas rincian harga sewa para wanita malam itu.

"Hanya tidak mau merusak hubungan kasih sayang yang sudah terjalin serius," ucap Laya.

"Ohh."

"Hanya, oh?!" Laya menggeleng gemas. "Pacar atau tunangan?" 

"Cocoknya?"

"Tunangan," jawab Laya dengan pasti.

Jarvis tertawa geli.

"Kok, ketawa?" Laya mendengus.

"Urusan pribadi, oke."

"Huuuh!!"

"Kalau aku sudah bertunangan ataupun sudah memiliki kekasih aku tidak akan membahas keperawanan seorang wanita denganmu ataupun dengan wanita lainnya."

"Yaa, bisa saja, kan. Laki-laki kan buaya." Laya menyindir dengan pasti.

"Buaya itu hewan setia. Sama sepertiku."

Laya menggeleng tidak percaya.

"Oke, mau dilanjut atau sudahi sampai disini?" Jarvis memberikan proposal yang harus dijelaskan pada Laya. 

Laya melihat proposal yang dibuatnya dengan sungguh-sungguh. Ia jadi ragu untuk melanjutkannya. Tapi, jika tidak diteruskan, bagaimana dengan nasib Vihan? Jika diteruskan, bagaimana dengan nasib Dokter Maharani?

Meskipun, ia butuh uang dengan cepat, ia tidak akan tega membuat wanita sebaik Dokter Maharani terluka.

"Hubunganku dengannya hanya sebatas rekan kerja. Papa yang waktu itu menyuruh Maharani untuk bekerja di rumah sakit itu." Jarvis terpaksa menjelaskan. 

Laya mengangkat satu alisnya. Tidak percaya.

"Terserah," kata Jarvis. Akan meletakkan proposal itu tapi ….

"Ehhh, iyaaa, aku percaya …," kata Laya langsung mengambil proposal itu. "Kau tidak bisa diajak bercanda ternyata."

"Oke, disini tertulis, sembilan bulan?"

Laya berpindah duduk lagi disebelah Jarvis. 

"Setelah ku hitung-hitung dengan teliti dan terperinci, 350 juta untuk sembilan bulan."

"Oke." Jarvis mengangguk paham.

"Disini tertulis biaya sewa untuk artis papan atas atau seorang model profesional dalam satu minggu biaya sewanya 10 juta."

"Oke, untuk kali ini aku akan percaya padamu." 

"Kau harus percaya padaku, bos." Laya mengerucutkan bibirnya. "Gara-gara menanyakan langsung pada sumbernya. Aku sampai ditawari langsung untuk jadi pelacur. Mana malam itu sudah harus melayani pria hidung belang lagi!!" 

"Kenapa tidak diambil tawaran itu?"

Hemmm ….

***

Salam

Busa Lin

Terima kasih ●.●

Busa_Lincreators' thoughts