Keesokan paginya, Monica bangun dengan wajah tak bersemangat. Ia berjalan menuruni tangga rumahnya dengan pakaian yang sudah lengkap untuk bersiap pergi ke kantor.
Jika ia mengikuti rutinitasnya yang biasa, dimana ia seharusnya berada di ruang makan bersama Kakek untuk sarapan pagi.
Tapi berhubung karena suasana hatinya yang sedang sangat buruk sejak kemarin, dan ia tidak ingin semakin memperburuk kondisinya itu dengan bertemu kakek, maka Monica memutuskan untuk tidak sarapan dan mengisi kekosongan perutnya itu dengan segelas penuh air.
Ya. Itu adalah pilihan yang terbaik.
Tapi, ketika ia selesai meneguk habis minuman yang diambilnya itu, sayup-sayup tanpa sengaja Monica mendengar suara keributan dari ruang tengah.
Ia langsung mengerutkan kening.
Siapa yang sempat-sempatnya ribut di pagi buta begini? Orang yang tidak ada kerjaankah? Atau orang yang sudah terlalu banyak menghabiskan sarapannya di pagi ini dengan semangkuk penuh sambal?
Monica mengelengkan kepala dengan kesal. Ini masih terlalu pagi, tapi ia sudah mendengar hal yang tak mengenakkan. Kenapa rasanya belakangan ini, sulit sekali untuknya mendapatkan setidaknya sedikit kedamaian?!
Setelah semalam Kakek telah puas bertengkar dengannya, kali ini siapa lagi yang ia ajak untuk berdebat? Seketarisnya? Anak buahnya? Atau justru karyawan kantor?
Entahlah.. Monica tidak ingin menebaknya.
Ia memang bisa dengan jelas mendengar suara Kakek yang berteriak. Tapi apa tepatnya yang diucapkan Kakek dan alasan kenapa ia begitu meninggikan suaranya, Monica sama sekali tidak tahu. Dan kepada siapa amarahnya itu ditunjukkan, Monica juga sama sekali tidak ingin tahu.
Karena itu, ia bermaksud untuk mengabaikan semua suara keributan itu pada awalnya dengan pergi begitu saja tanpa mencoba untuk mencari tahu. Tapi sesaat setelah ia mendengar sebuah suara yang sangat dikenalnya dari arah ruang tengah, Monica mengurungkan niatnya itu dan langsung berlari menuju ke arah sumber suara itu.
Ia berlari dengan langkah cepat dan langsung masuk ke dalam.
Dan benar saja. Monica melihat dengan jelas seseorang yang sangat dikenalnya duduk di hadapan Kakek dengan mengenakan sebuah sweater yang tentunya juga sangat ia kenal.
Ah, itu adalah sweater yang Monica hadiahkan untuk Daddynya dihari ulang tahun Daddy tahun lalu. Monica menutup mulutnya tidak percaya.
"Daddy?? Are you comeback? Kenapa kau sudah kembali sekarang? Bukankah kau harusnya pulang tiga bulan lagi? Apa semuanya baik-baik saja di sana?" tanya Monica dengan nada khawatir dan bertubi-tubi.
Monica tidak percaya dengan apa yang dilihatnya ini. Pasalnya, jika mengikuti jadwal, Daddy seharusnya baru akan kembali setelah satu tahun ia merampungkan pembukaan cabang barunya di Los Angeles. Tapi belum genap satu tahun, Daddy sudah kembali ke Indonesia dan tanpa pemberitahuan pula?
Monica menatap Daddy-nya dengan cemas dan tidak tenang. Ia sungguh tidak mengharapkan ada sesuatu hal yang mengkhawatirkan terjadi.
Raut wajah Daddy berubah begitu ia melihat Monica masuk dan menghampirinya. Jika beberapa waktu lalu ia sempat merasakan ketegangan yang sangat besar saat bersama dengan ayahnya. Kali ini, semua ketegangannya itu mencair bagai es yang meleleh.
Dengan cepat, Daddy berdiri lalu memeluk Monica dengan penuh kerinduan. Ia mengecup kening putrinya itu dengan lembut. Dirinya tidak menyangka akan merasakan kerinduan yang amat sangat besar pada putrinya melebihi yang ia pikirkaan selama ini.
Begitu ia merasakan dekapan nyata dari Monica, Daddy langsung berkata, "I miss you so much, Honey. Daddy senang Daddy telah kembali. Daddy benar-benar merindukanmu."
"I miss you too, Dad. Aku juga sangat senang karena kau telah kembali," balas Monica sambil memberikan senyuman.
Kurang lebih sudah hampir 9 bulan Daddy tidak pernah pulang untuk berkunjung dan menemuinya. Mereka hanya pernah sesekali melakukan videocall bersama, dan itu pun juga sangat jarang. Karena itu sangat wajar bila keduanya sekarang begitu merasa senang karena mereka bisa berkumpul bersama lagi.
Mereka jarang bisa bertemu, bukan karena masalah uang tiket yang harus Daddy atau Monica keluarkan untuk bolak balik dari LA ke Indonesia atau sebaliknya. Karena tentu saja jika ada siapapun di antara keluarga mereka yang ingin untuk pulang-pergi ke luarnegeri setiap hari atau bahkan setiap jam seinginnya mereka, mereka tentunya tidak akan jatuh miskin hanya karena melakukan hal kecil seperti itu.
Tapi karena pekerjaan Daddy sangat banyak dan menumpuk di sana. Hal ini mengharuskannya untuk tetap terus fokus menyelesaikan semua urusannya di sana tanpa konsentrasi yang terpecah. Seperti kata orang, membangun sebuah perusahaan di negeri orang tidak akan semudah kau membangunnya di negerimu sendiri. Walaupun tentu saja keduanya sama-sama memiliki tingkat kesulitannya tersendiri secara berbeda.
Tapi jika kau ada di negeri orang, ada lebih banyak hal yang harus kau lakukan dan pelajari. Karena itu demi menyukseskan semua bisnisnya agar bisa lancar di sana, Daddy sengaja mengurangi sangat banyak komunikasinya dengan orang-orang rumah, terutama putrinya, Monica. Semua itu ia lakukan agar ia bisa dengan segera menyelesaikan segala urusannya di sana dengan cepat.
Tapi begitu ia melihat putri semata-wayangnya ini berdiri di depannya sekarang, semua yang ia pikir tentang waktunya yang akan berguna dan efisien justru menjadi terasa sangat sia-sia karena harus menelantarkan putrinya itu tanpa perhatian darinya.
Inilah seberapa besar Daddy sangat menyayangi Monica. Ia tersenyum senang menatap putrinya.
"Semua oke, Honey. Kau tidak perlu cemas. Walaupun Daddy terburu-buru untuk pulang, tapi Daddy sudah mengurus segala sesuatunya di sana dengan sangat baik. Daddy juga sudah melimpahkan semua sisa pekerjaan Daddy di sana pada wakil direktur yang baru. Daddy yakin, dia sangat bisa menghandlenya," seru Daddy dengan yakin.
Monica menangkap beberapa kata Daddy yang dirasanya sedikit janggal.
"Terburu-buru? Apa yang membuat Daddy harus terburu-buru? Apa ada sesuatu hal yang penting terjadi?" tanya Monica.
"Kau tidak tahu?" tanya Daddy balik.
Monica menggeleng. Jika ia tahu, ia tidak akan mungkin bertanya. Ia menatap Daddy dengan bingung. Tidak tahu ke arah mana yang Daddy maksudkan.
"Tentu saja ini mengenai masalah pertunanganmu," jawab Daddy dengan gamblang tanpa perasaan senang.
"Ah, jadi karena masalah itu," Monica membalas dengan malas.
Ia akhirnya tahu apa alasan mengapa Daddy dan Kakeknya bisa ribut di pagi-pagi buta seperti tadi. Karena masalah pertunangan?
Monica melirik sedikit ke arah Kakek, lalu kembali menatap Daddy.
"Daddy tahu darimana? Apa Kakek yang bilang padamu?"
Daddy menggeleng, "Daddy tahu masalah ini dari asisten Daddy di kantor. Dan Daddy sangat kecewa karena kau tidak pernah mengatakannya padaku," Daddy melemparkan tatapan menuntutnya pada Monica.
Monica langsung terdiam. Ia benar-benar lupa untuk memberitahukan masalah ini pada kedua orangtuanya.
Karena terlalu banyak yang sudah terjadi dan semua itu memenuhi hampir seluruh isi kepalanya, tak pernah terpikirkan olehnya untuk menginformasikan masalah pertunangan yang mendadak ini pada mereka.