"Ayah, ayo makan. Masakan Bunda paling enak," ucap Arkan begitu antusias saat Percy baru selesai membersihkan diri dan bergabung dengan yang lain di meja makan.
Di sana hanya ada Rasya dan Arkan, karena Hezky ada urusan. Hezky seakan ingin memberi waktu untuk mereka bertiga.
Percy duduk di samping Arkan. Rasya menyiapkan makanan untuk mereka bertiga,
Arkan terlihat begitu antusias dan begitu lahap memakan makanannya. Rasya ingin menegornya tetapi gerakannya terhenti melihat Percy yang memilih menyuapi Arkan dan begitu perhatian pada putranya itu. Percy bahkan sesekali menggoda Arkan membuat mereka terkekeh.
Setetes air mata luruh dari mata Rasya. Tidak munafik inilah yang ia inginkan dan impikan selama ini. Menjadi keluarga yang utuh,,
Tetapi semuanya sia-sia, karena sekarang mereka sudah bercerai. Dan mungkin Percy masih mencintai Rindi.
Percy begitu senang menyuapi Arkan, sampai ia melupakan makanannya sendiri. ia terus mengajak Arkan berbicara. Tak ada kata-kata yang bisa mewakilkan bagaimana bahagianya Percy saat ini.
Senyuman tak urung memudar dari bibirnya, ia begitu bahagia melihat putranya yang terlihat terus berceloteh tanpa lelah dan begitu suka makan. Mengingatkan Percy pada seorang Acha kecil,
"Dia begitu mirip denganmu," ucap Percy menyadarkan Rasya dari lamunanya. Rasya hanya tersenyum kecil menanggapi Percy.
Percy sadar, masih banyak pertanyaan di benak Rasya. Tetapi untuk saat ini, Percy tidak bisa banyak berbicara. Ia ingin menikmati suasana hangat dan bahagia seperti ini.
***
Saat ini Percy tengah menemani Arkan untuk tidur. Ia memperhatikan Rasya yang tengah bernyanyi lagu pengantar tidur untuk Arkan. Tatapannya tak lepas dari sosok Rasya yang tengah menyanyi dengan indah.
Tak di pungkiri ia merindukan suara ini, suara yang dulu selalu menemani dan mewarnai kehidupannya. Suara yang sudah lama sekali tak dapat ia dengar.
Tak lama Arkanpun terlelap dalam tidurnya, Rasya menyelimuti tubuh Arkan dan mengecup keningnya. Percy juga mengecup kening Arkan bergantian dengan Rasya.
Setelahnya ia membuntuti Rasya keluar dari dalam kamar.
"Aku tidak punya banyak kamar." Rasya menoleh ke arah Percy.
"Tidak apa-apa, aku akan tidur di sofa saja," ucap Percy yang di angguki Rasya.
Terlihat jelas keduanya masih sama-sama canggung. Rasya beranjak menuju kamarnya.
"Rasya,"
"Iya," ia menoleh saat mendengar panggilan itu.
"Selamat malam," ucap Percy diiringi senyumannya,
Rasya tersenyum kecil dan menjawab ucapan Percy sebelum ia benar-benar berlalu masuk ke dalam kamarnya.
Percy duduk di sofa ruang tengah itu, ia mengeluarkan beberapa obat dari dalam tasnya dan meminumnya. Rasya masih mengintipnya dari balik pintu kamar, entah kenapa ia seperti wanita remaja yang jatuh cinta.
Percy melepas kaos yang ia gunakan dan Rasya sedikit kaget saat melihat perban cukup besar di daerah punggungnya tepat di tulang belakangnya mendekati bagian tulang pinggangnya.
Percy terlihat mengeluarkan beberapa perban dan alkohol juga beberapa alat kesehatan lainnya. Rasya masih memperhatikannya dari balik pintu.
Percy berusaha menggapai perban itu untuk melepaskannya tetapi ia kesulitan. Berkali-kali ingin menggapainya tetap tidak bisa dan malah meringis merasakan sakit.
Hingga sebuah tangan mungil dan lembut membukakannya membuat Percy menoleh dan melihat Rasya tengah melepaskan perbannya.
"Ini kenapa?" tanya Rasya saat melihat bekas jahitan yang belum mengering.
"Beberapa bulan lalu melakukan operasi sumsum tulang belakang," ucap Percy tenang. Ia terdiam, membiarkan Rasya mengobati lukanya.
Rasya dengan cekatan membersihkan luka itu dan mengganti perbannya.
"Aku mencarimu saat kamu menghubungi Papa Angga saat itu. Selama satu bulan aku di Arizona mencarimu. Tetapi malam itu, takdir tak berpihak padaku. Aku melihatmu bersama Hezky tepat saat satu minggu musim salju turun." Rasya masih mendengarkannya dengan seksama. "Aku berlari seperti orang gila tanpa memperdulikan sekitarku, aku melihatmu semakin menjauh dan entah apa yang terjadi. Aku merasa melayang ke udara dan punggungku terasa sakit saat terhempaskan ke sebuah mobil. Setelahnya aku tak ingat apapun lagi, sampai aku sadar satu tahun kemudian dengan kondisi yang sulit di katakan."
"Mungkin kalau kamu melihatnya, kamu akan ilfeel padaku. Saat itu kepalaku sudah banyak jahitan dan aku kehilangan semua rambutku," kekehnya. "Aku tidak mampu membuka suara sedikitpun dan tubuhku terasa sangat sakit sampai sulit sekali untuk di gerakkan."
Percy tidak sadar kalau Rasya sudah menangis di belakangnya. "Itu seperti mimpi buruk untukku, maaf karena aku baru menemuimu. Maaf karena aku membuatmu menunggu begitu lama." Rasya semakin menangis mendengar penuturan Percy.
"Aku-"
"Sudah selesai, istirahatlah." Rasya beranjak dari duduknya dan berlalu pergi meninggalkan Percy yang menoleh padanya.
Rasya yang sudah menangis tak mau menoleh lagi. Ia bergegas masuk ke dalam kamar dan penutup pintu kamar meninggalkan Percy yang masih menatap pintu kamarnya dengan nanar.
Percy kembali mengambil kaos dan memakainya. Ia hanya duduk termangu di tempatnya.
Tak berbeda jauh dengan Rasya yang juga duduk di sisi ranjang dengan tangisannya. Perasaan yang selama ini ia tahan, ia pendam dan ia bentengi sekarang kembali muncul. Benteng yang selama ini ia bangun, rubuh seketika dengan pertemuan ini.
Rasanya ingin sekali memeluk Percy dan mengatakan segala perasaan yang ia rasakan selama ini, tetapi ia belum berani. Rasa takut itu masih ada. Ingat aku dan dia sudah bercerai, mungkin kedatangannya kemari hanya untuk Arkan, bukan untuknya. Sadarlah itu Rasya, pikirnya.
Ia tidak ingin berharap lagi dan jatuh ke lubang yang sama, sudah cukup semua yang ia alami. Sudah cukup rasa sakit yang ia terima selama ini. Sampai kapanpun juga dia tidak akan pernah menjadi milikku.
***
Percy bangun di pagi hari saat mendengar suara berisik, ia sedikit merenggangkan otot lengannya.
"Pagi Ayah,"
"Pagi Son," Percy mengecup pipi gembil Arkan. Ia membawa Arkan ke dalam pangkuannya. "Sudah mandi?"
"Belum," ia menggelengkan kepalanya.
"Mau mandi bareng?" kini Arkan menganggukkan kepalanya.
Percy menggendong tubuh Arkan dan gerakannya terhenti saat tatapannya beradu dengan mata indah Rasya yang berdiri di dekat meja makan. Tak ada yang berniat mengalihkan pandangan mereka satu sama lainnya. Arkan terus menoleh ke arah Rasya dan Percy bergantian dengan kebingungannya.
"Ayah." Percy tersadar saat mendengar penuturan Arkan, ia segera mengalihkan pandangannya begitu juga dengan Rasya yang kembali sibuk dengan aktivitasnya.
"Emm, bisakah aku meminjam handuk. Aku tidak membawa apapun," ucap Percy membuat Rasya menoleh.
"Sebentar." Rasya beranjak memasuki kamarnya dan tak lama kembali keluar dengan handuk putih di genggamannya. Ia menyerahkannya ke Percy dan kembali ke tempatnya.
Arkan tau orangtuanya ini terlihat canggung. Percy berjalan menuju kamar mandi dengan masih menggendong Arkan.
***
Percy dan Arkan sudah terlihat rapi dan segar.
"Ayo sarapan dulu," ucap Rasya membuat Arkan berlari ke arahnya.
"Bunda, susu."
"Sini Nak." Rasya menggendong Arkan dan mendudukannya di salah satu kursi yang ada di sana. Dan Rasya mengambilkan makanan untuknya.
Percy berdiri di sebelah kanan Arkan dan mengusap kepalanya yang mulai memakan makanannya. Rasya beranjak untuk mengambilkan makanan untuk Percy, tetapi Arkan menggeser kursinya membuat Rasya kesandung dan hampir saja membentur lantai kalau sepasang tangan kekar tidak menahannya.
Rasya menoleh ke sampingnya di mana Percy tengah memegang kedua lengannya. Tatapan mereka kembali beradu seakan menyiratkan sesuatu yang sulit di ucapkan. Arkan hanya terkikik kecil melihat Ayah dan Ibunya itu.
Percy segera membantu Rasya berdiri tegak dan Rasya segera bergeser menjauh. Ia beranjak menuju ke dapur untuk mengambilkan teh untuk Percy.
Percy memutuskan untuk duduk di samping Arkan yang terlihat lahap dengan makanannya.
"Aku akan pergi ke sekola untuk mengajar," ucap Rasya seraya menyimpan tehnya di atas meja.
"Apa perlu di antar?" tanya Percy.
"Tidak perlu, aku titip Arkan sebentar. Hezky akan bertunangan malam ini, jadi aku tidak bisa meminta bantuannya untuk menjaga Arkan."
"Baiklah."
Rasya menatap Percy yang terlihat membantu Arkan makan, ia begitu sibuk dengan Arkan. "Aku berangkat,"
Rasya beranjak pergi meninggalkan mereka berdua dengan ketar ketir. Ia kembali menoleh dan Percy masih terlihat sibuk dengan Arkan.
Apa yang kamu harapkan Rasya? Sadarlah, dia datang hanya untuk Arkan. Rasya berjalan menuju keluar rumah.
Ia mengambil nafas dalam-dalam untuk mengisi rongga dadanya, dan mulai melangkahkan kakinya menuju ke sekola.
Takdir itu selalu datang tanpa di minta, tidak pernah terpikirkan kalau semuanya akan seperti ini. Bisakah sekarang menghadapinya? Berusaha bersikap biasa saja demi anak, padahal hati tidak mampu seperti itu. Perasaan ini tidak mampu di kendalikan sesuai keinginan kita.
Aku tidak tau, haruskah aku menangis karena rasa ini? Atau tetap memendam tangisan ini sendiri? melubangi lagi hati untuk menyimpan dan menyembunyikan rasa sakit ini? Haruskah ia terus menampilkan kepalsuan dalam dirinya?
Kenyataannya hati tidak semudah apa yang kita inginkan dan harapkan.
***
Rasya baru saja pulang dari sekola, dan ia melihat pemandangan yang begitu indah di depannya.
Percy terlihat terlelap di atas ranjang kecil Arkan dan Arkan terlelap di atas dada Percy dengan posisi tengkurap.
Rasya berjalan mendekati mereka berdua, dan duduk di kursi yang ada di sisi ranjang. Tatapannya tertuju pada Percy yang terlelap, dan juga Arkan. Mereka begitu mirip...
Setetes air mata luruh dari pelupuk mata Rasya. Ada rasa sakit dalam hatinya melihat pemandangan ini.
Tangannya terulur mengusap kepala Arkan dengan lembut hingga lenguhan Percy menyentakkannya. Ia segera mengusap air matanya.
"Kamu sudah pulang?"
"Iya,"
Percy terbangun perlahan dan memindahkan Arkan ke atas ranjang. Ia segera beranjak dari rebahannya dan duduk di sisi ranjang.
"Besok aku akan kembali, apa kamu mau ikut denganku?" pertanyaan itu membuat Rasya menoleh padanya.
"Kehidupanku di sini," ucap Rasya tak membalas tatapan Percy yang terlihat menghela nafasnya.
"Apa kamu sangat dekat pria yang kemarin?" pertanyaan itu membuat Rasya menoleh padanya. "Aku selalu melihat dia menunggumu di depan sekola. Sudah dua hari aku memperhatikan kalian, dan tadi juga aku melihat kalian tengah mengobrol di taman sekola."
"Dia salah satu orangtua murid," jawab Rasya.
"Tapi aku lihat dia memiliki ketertarikan padamu," ucap Percy yang merasa sakit mengucapkannya.
"Kamu datang untuk Arkan, Bukan? Jadi jangan campuri urusan pribadiku." Setelah mengatakan itu, Rasya berlalu pergi meninggalkan Percy sendirian di sana.
Ada rasa kesal sekaligus sakit, tetapi Percy berusaha ikhlas, karena bagaimanapun ini adalah kesalahannya. Jadi wajar kalau Rasya tidak menerimanya lagi.
***
Malam menjelang, mereka akan pergi ke acara pertunangan Hezky dengan Jammy asal America Serikat yang sebulan lalu sudah menjadi seorang Mualaf untuk menikahi Hezky.
Percy dan Arkan sudah siap dengan jas hitam mereka dan duduk berdiri di dekat sofa menunggu Rasya.
Tak lama pintu kamar di buka, dan terlihat kaki jenjang dengan high heel hitam melangkah keluar. Percy terpaku di tempatnya menatap sosok Rasya yang berjalan mendekati mereka.
Rasya terlihat cantik dengan balutan gaun berwarna merah darah. Bentuknya begitu simple tetapi mampu membuat Rasya terlihat begitu seksi.
Gaun itu mencetak lekukan tubuh Rasya yang ramping. Di bagian depannya terlihat rendah hingga mampu memperlihatkan belahan dadanya karena bagian depannya membentuk huruf V. Bagian bawahnya terdapat belahan tepat di bagian depannya, hingga batas paha membuat kaki jenjangnya terlihat indah.
Rambutnya di biarkan terurai bebas tetapi di sisi kiri, rambutnya di jepit dan memberikan hiasan rambut yang begitu cantik berwarna gold.
Tas hitam kecil berada di genggaman tangannya. Senyuman tak pudar dari bibirnya.
"Ayah." Percy tersadar dari keterkagumannya saat Arkan menyenggol lengannya dan ia juga baru menyadari kalau Rasya sudah berdiri di depannya.
Percy terlihat kikuk dan tersenyum kecil. "Kamu sangat mengagumkan," ucapnya membuat Rasya tersenyum kecil.
"Apaan itu mengagumkan, Ayah tidak jago memuji perempuan nih," celetuk Arkan membuat Percy dan Rasya menoleh padanya. "Lihat aku yah Ayah."
"Bunda, Bunda terlihat sangat cantik sekali."
"Terima kasih Sayang," kekeh Rasya mengecup pipi Arkan.
"Begitu Ayah biar dapat ciuman Bunda," celetuknya semakin membuat Percy dan Rasya canggung.
"Kamu terlihat begitu mengagumkan. Yah, sangat mengagumkan." Setelahnya Percy berlalu pergi seakan malu dan salting.
Tawa Rasya dan Arkan akhirnya pecah melihat tingkah Percy barusan.
***
Mereka sampai di tempat tunangan Hezky, di salah satu restaurant yang ada di sana. Bulan depan mereka akan menikah di Kalimantan - Indonesia, di kota kelahiran Hezky.
Acara tukar cincin sudah di lakukan, dan Rasyapun sudah mengucapkan selamat pada sahabatnya itu. Tidak ada yang tau kalau Hezky akan menemukan jodohnya dan di hilal oleh abang Bule di AS. Congratulations Hezky!
Arkan dan Hezky tengah duduk di meja bundar yang di siapkan untuk mempelai, sedangkan Jammy terlihat menyapa beberapa rekan kerja dan sahabatnya. Tatapan Arkan dan Hezky tertuju pada Rasya dan Percy yang berdiri kaku dengan kecanggungan mereka.
Hingga musik romantis berputar di sana. Hezky memaksa mereka untuk berdansa, bahkan ia mendorong Rasya dan Percy ke tengah, membuat mereka semakin canggung.
Keduanya masih berhadapan tanpa ingin membuka suara mereka.
Deg
Rasya mematung saat tangan Percy merengkuh pinggangnya dan menarik tangan Rasya untuk memegang pundaknya. Ia mulai menggerakkan tubuhnya seirama musik.
Tatapan mereka terkunci satu sama lain dengan jarak yang begitu dekat. Bahkan hidung mereka hampir bersentuhan.
Percy memutar tubuh Rasya hingga punggung Rasya menabrak dada bidangnya. Mereka berdansa dengan Percy yang memeluknya dari belakang. Rasya menoleh ke kanannya dengan sedikit menengadahkan kepalanya dan tatapannya kembali terkunci dengan mata bulat Rasya.
Helaan nafas mint milik Percy mampu menggelitik wajah Rasya. Gerakan mereka terlihat begitu intim, karena tubuh keduanya saling menempel satu sama lain.
Percy sedikit mendorong tubuh Rasya hingga berputar dan tangannya menggenggam tangan Rasya hingga tubuh Rasya tertahan oleh tangannya.
Percy kembali menarik tangan Rasya membuatnya menabrak dada bidangnya. Dengan segera Percy merengkuh pinggangnya, tatapan mereka kembali terkunci satu sama lain dan begitu dekat. Hidung bersentuhan, Rasya memejamkan matanya seakan merasakan hangatnya pelukan Percy dan juga helaan nafas mintnya yang menggelitik wajahnya.
Tangan Percy terulur untuk membelai wajah Rasya dari atas kening ke pipinya mengikuti tulang wajahnya. "Aku sangat merindukanmu Panda Tembem,"
Rasya membuka matanya saat mendengar bisikan serak itu, bahkan Percy mencubit kecil pipi tembemnya.
Rasya mengernyitkan dahinya saat melihat mata Percy yang berkaca-kaca.
"Kembalilah bersamaku,"
"Percy-" ucapan Rasya terhenti saat telunjuk Percy menyentuh bibirnya yang merah.
"Aku mencintaimu,,"
Deg
Deg
Deg
"Kembalilah padaku...."