webnovel

Palang Perlintasan Kereta Api 2

Suara tangis seorang tersebut semakin pecah. Dia terus memohon-mohon kepada Kliwon agar mau menolongnya. Darah perempuan tersebut semakin banyak yang menetes bahkan terkadang terkena kaki perempuan tersebut.

Satu hal yang membuat Kliwon berpikir ketika para pengendara lain hanya diam seakan tidak terjadi sesuatu. Padahal biasanya kalau ada orang yang minta tolong di salah satu keramaian, maka salah satu di antara mereka akan ada yang menolong. Apalagi kondisi perempuan di depannya ini seperti orang yang baru saja kecelakaan. Oleh karena itu, Kliwon berusaha untuk tenang, meskipun di dalam hatinya merasa gusar dan iba terhadap perempuan tersebut.

Semakin banyak darah yang menetes, maka baunya semakin menusuk di indra penciuman Kliwon. Saat ini, harapan Kliwon hanya satu, yaitu kereta cepat melintas. Dia sudah tidak tahan terhadap bau anyir dari darah tersebut. Rasanya dia ingin memuntahkan segala isi perutnya.

Ani merasa ada yang sedikit aneh mengenai tingkah Kliwon. Dia dapat melihat perubahan raut wajah Kliwon dari balik kaca spion motor. Wajahnya terlihat bingung dan tegang.

"Kliwon!" Panggil Ani sambil memukul pelan bahu Kliwon.

"Ah, iya?" Sahut Kliwon agak terkejut.

"Kenapa melamun? Jangan melamun lagi, aku nggak mau kalau kamu seperti yang sudah terjadi macam kemarin. Apalagi posisi kita ini sedang di jalan, bahaya tahu!" Kata Ani. Dia sedikit khawatir terhadap kondisi Kliwon.

Ani memang sedang naik motor bersama Kliwon, tapi dia merasa seperti sedang tidak bersama Kliwon. Dari awal berangkat sekolah, Ani merasa bahwa Kliwon menjadi diam. Padahal dia itu jarang sekali akan diam jika sedang bersama Ani. Namun, Ani tidak bisa terlalu banyak menebak karena takut kalau nanti tebakannya salah.

"Aku nggak apa-apa kok, cuma sedikit bingung saja," sahut Kliwon.

"Bingung kenapa? Perasaan dari tadi diam mulu."

Tepat pada saat Ani bertanya, kereta api pun melintas dengan kecepatan di atas rata-rata. Kliwon pun merasakan wajahnya seperti dihantam oleh angin yang dihasilkan oleh kereta api lewat. Bunyi kereta api pun memenuhi indra pendengarannya.

Setelah kereta api lewat, palang pun terbuka. Kliwon bisa bernapas lega karena akhirnya dia bisa keluar dari zona tidak nyaman. Pada saat itu juga jalanan macet karena banyaknya kendaraan melintas melewati rel kereta api karena suatu arah berlawanan yang disebabkan oleh rasa tidak sabar.

Tin… Tin…

Suara klakson saling bersahutan. Asap kendaraan pun sedikit mengganggu indra penciuman karena ada satu motor di area tersebut yang knalpotnya mengeluarkan asap hitam. Ada juga suara knalpot motor yang mengganggu indra pendengaran.

"Uhuk-uhuk!" Ani batuk-batuk lalu mengibaskan tangannya di depan wajahnya.

"Kenapa, Ni?" Tanya Kliwon khawatir.

"Polusi udara banget nih, aku nggak suka sama bau knalpot motor itu, pencemaran banget!" Jawab Ani memandang motor tersebut.

"Ya sudah kamu tutup hidung saja, ini aku juga lagi berusaha agar cepat bisa keluar dari area sini, benar-benar macet soalnya."

"Iya, Kliwon," sahut Ani.

Kliwon kembali fokus ke arah jalanan. Namun, tiba-tiba dia merasakan hal aneh menyelimuti dirinya, terutama pada bagian bahu kiri terasa berat. Dia pun menengok ke arah bahu kirinya lalu terkejut ketika menyadari bahwa sosok perempuan tadi sudah berdiri di sampingnya.

Tin…

"Astaga!" Pekik Kliwon tanpa sengaja menekan klakson motor.

"Bisa sabar nggak?!" Bentak pengendara yang ada di depannya.

Respon Kliwon hanya diam merenungi apa yang telah terjadi pada dirinya. Bahkan bentakan dari pengendara lain pun dia abaikan begitu saja. Dia sedikit syok atas apa yang menimpa dirinya. Namun, semua kejadian tadi terasa seperti mimpi.

"Aku yakin kalau aku salah lihat," gumam Kliwon sambil menancapkan gas dengan kecepatan di bawah rata-rata.

Dia menatap sosok perempuan tersebut dari balik kaca spion motor, akan tetapi tidak ada sosok perempuan tersebut, meskipun sosok tersebut masih berada di belakangnya. Pikiran Kliwon masih berputar keras untuk memikirkan apa yang telah terjadi karena dia merasa bahwa kejadian tersebut seperti tidak masuk akal.

Pada saat ada peluang jalan, Kliwon langsung menancapkan gas hingga pada akhirnya dia bisa terbebas dari kejaran sosok perempuan tadi. Namun, pikiran Kliwon masih terbayang-bayang darah mengucur di tanah dan baunya juga menyengat. Antara rasa takut dan penasaran benar-benar campur aduk dan dia sendiri malah bingung menghadapi situasi tersebut.

"Kliwon!" Panggil Ani sambil sedikit memukul bahu Kliwon. Hal itu cukup membuat Kliwon terkejut ditandai dengan gerakan reflek tubuh secara tiba-tiba.

"Ada apa?" Tanya Kliwon tanpa menoleh ke belakang karena posisinya saat sekarang sedang mengendarai motor. Dia lebih mementingkan keselamatan mengingat bahwa nyawanya hanya satu untuk hidup di dunia, kecuali adanya keajaiban.

"Nggak ada apa-apa kok," jawab Kliwon lalu tersenyum.

Ani bisa melihat senyuman Kliwon dari kaca spion. Namun, di balik senyumnya itu justru malah membuat Ani penasaran. Dia pun mengerutkan keningnya hingga membentuk gelombang-gelombang kecil.

"Tapi aku rasa kamu nggak seperti biasanya deh. Hari ini kebanyakan ngelamun dan seperti orang banyak pikiran," ujar Ani ketika mengamati raut wajah Kliwon.

"Nggak kok, mungkin hanya perasaan kamu saja kali."

"Ya mungkin sih, tapi aku hanya minta sama kamu jangan suka ngelamun. Aku nggak mau ya kalau kamu seperti kemarin lagi."

"Iya, Ani, aku masih ingat pesan kamu, santai saja."

Keheningan kembali terjadi. Mereka diam menikmati suasana perjalanan menuju ke sekolah hingga tanpa terasa mereka sudah berada di halaman parkiran sekolah. Sudah banyak motor berjejer di barisan depan. Seperti biasa di bagian parkiran belakang ada beberapa anak tongkrongan di kantin. Suasana tersebut terasa sudah tidak asing lagi bagi Kliwon yang menyandang sebagai murid baru.

"Ayo, kita ke kelas sekarang!"

"Ayo!" Sahut Kliwon.

Mereka berjalan beriringan sambil bergurau. Banyak pasangan mata yang menatap Kliwon kagum. Sebagai sahabat perempuan, tentu malah Ani semakin menggoda Kliwon.

"Cie, banyak yang merhatiin. Lihat tuh pada suka sama kamu," kata Ani sambil menusuk-nusuk pipi kiri Kliwon.

"Ah nggak kok," sangkal Kliwon menahan senyum dan dia berusaha untuk tidak terlihat salah tingkah.

"Cie pipinya merah, pasti lagi ngerasa salah tingkah nih," ujar Ani semakin membuat Kliwon tidak tahan menahan senyum. Akhirnya Kliwon pun tersenyum sambil merangkul Ani.

Di saat itu juga ada ide terlintas di pikiran Ani. Dia pun tersenyum lalu mendekatkan wajahnya di telinga Ani. "Kalau aku sukanya sama kamu gimana?"

Deg!

Jantung Ani berdebar dan dia berhenti melangkahkan kaki. Dia menatap Kliwon dengan lekat. Sorot mata mereka pun bertemu dan saling memandang.

"Jangan ngaco deh, Kliwon. Masa iya kamu suka sama aku. Kita kan sahabatan dari lama."

Kliwon tertawa terbahak-bahak. "Hahahaha, tapi bohong! Kamu pasti baper kan? Cie baper sama aku."

Kliwon mengacak rambut Ani hingga membuat rambut Ani berantakan. Setelah itu, Kliwon lari begitu saja untuk menghindari serangan dari Ani. Hal itu membuat Ani kesal.

"Kliwon!" Teriak Ani membuat banyak pasangan mata menatapnya.