webnovel

DEWASA: Cita, Cinta dan Perselingkuhan.

Sinopsis Cerita 18+ yaa.. Bocah nyingkir dulu. Masa SMAku sudah diujung tanduk. Tinggal menghitung hari saja menjelang tamat. Melihat teman-teman sepermainan kini sudah mulai terasa jauh. Teman-teman yang dulunya setara denganku, tiba-tiba sudah berada di level yang berbeda. Omongan mereka praktis tidak lepas dari kuliah, kuliah dan kuliah. Setiap kali aku menyamperi teman-teman, dimana saja di setiap sudut sekolah, pasti ada saja yang menanyakan soal dimana aku akan kuliah. Cuma bisa aku jawab, "belum tau lagi. Lihat nanti saja." Ekonomi keluargaku terlalu sulit. Tidak mungkin rasanya bisa kuliah. Adikku saja bertiga, dan masih sekolah semuanya. Mamakku bekerja serabutan saja ke ladang orang yang digaji perhari. Meski begitu, jika hanya untuk kebutuhan sehari-hari saja, kami tidak pernah kekurangan. Di belakang rumahku ada sawah, ada sungai kecil juga. Sawah itu selalu kami tanam sepanjang tahun. Jadi, kami tidak pernah membeli beras. Kadang kalau tidak ada uang sama sekali, berasnya bisa kami jual sedikit. Sungai kecil di belakang rumah itu juga banyak ikannya, yang aku tangkap pakai perangkap setiap hari. Sementara untuk sayur-sayuran, di belakang rumah kami itu juga banyak ditanam sama Mamakku. Cuma ya yang satu itu yang sulit bagi kami. Memperoleh uang tunai. Aku sebagai anak tertua tentu menyadari juga posisiku. Setelah tamat SMA, harusnya aku bisa membantu Mamakku mencari nafkah untuk keluarga. Hanya saja, posisiku menjadi sulit saat ini, karena aku memiliki pacar yang terus mendesakku untuk kuliah. Dia bahkan manawarkan uang tabungannya untuk aku pinjam, agar aku tetap bisa melanjutkan pendidikan sampai ke Perguruan Tinggi. Apakah Cinta tulus ini bisa bertahan sampai akhir...???

Alan_caz13 · Real
Sin suficientes valoraciones
5 Chs

Keluarga Melan

Setelah sholat maghrib aku masuk ke kamarku. Kamar yang paling aku suka. Meski nggak terlalu bagus, apalagi modern kayak kamar anak-anak muda sekarang. Jauh dari itu. Kamarku ini cuma kamar yang berdinding papan saja, yang di cat warna putih. Di dinding-dindingnya ada banyak poster, ada poster lama seperti poster Paramitha Rusadi , Nike Ardila dkk. Dan ada juga poster-poster baru, kayak poster Valentino Rossi, Ada Band, Peterpan dan macam-macam.

Kalau poster-poster baru itu poster-poster yang aku beli sendiri. Harganya dulu masih seribuan. Dulu, waktu aku masih SMP suka beli poster-poster gitu soalnya kalau lagi hari pasar. Sekarang sih udah nggak lagi. Udah terlalu banyak soalnya.

Sementara poster-poster lama itu, poster-poster milik Om ku, adik dari Mamakku. Jadi, kamar ini sudah turun temurun. Mulai dari kakek nenekku, turun ke Om aku, dan sekarang jadi milik aku.

Tapi sebetulnya nggak bisa dibilang kamar juga sih. Sebab ini tuh bekas rumah Kakek dan Nenek aku.  Hanya saja, ukurannya nggak terlalu besar.  Cuma ada satu kamar saja. Lalu, di depan kamar ini ada ruang keluarga sederhana yang lantainya sudah bolong-bolong. Jadi, bisa dibilang bagian yang masih layak itu yaa cuma kamarku ini saja. Itupun juga tidak bagus-bagus amat.

Tapi aku tetap lebih suka tinggal di kamar ini daripada di rumah utama. Rasanya tuh kayak punya rumah sendiri gitu. Bisa bebas ngapain aja di dalamnya. Bahkan, kalaupun aku ajak pacarku ke dalam sini tidak akan ada yang tau. Sebab, Mamakku jarang sekali masuk ke rumah ini.

Mamakku tingggal di rumah sebelah dengan ketiga adikku. Rumah utama kami yang dibangun oleh Amarhum Bapakku dulu. Cukup besar dan lumayan bagus juga. Maklum, bapakku dulu tukang bikin rumah.  

Kembali lagi ke cerita...

Sesampainya di kamar, langsung aku melihat Hp Nokia ketupat milikku. Agak ragu sebetulnya, sebab ada rasa bersalah karena sudah menghindari Melan beberapa hari ini. Tapi yaa nggak mungkin juga dia bisa aku hindari selamanya kan...

trrtt trrrrtt trrrrt...

"he he hee... nelpon dia."

Belum sempat aku membuka sms nya, udah langsung ditelpon aja. Mungkin dia bisa melihat aku sekarang sedang megang hp kali. Horor dong kalau gitu.

"Haaii..." Aku menyapa dia tanpa nada bersalah.

"Kemana aja kamu dari tadi aku telpon, kamu sengaja ngehindari aku yaa.? huk huk huk..." Waduh bahaya,  ha ha haa.. Udah nangis aja dia.

"Nggak sayaang... tadi aku sholat maghrib dulu. Emang kamu nggak sholat.?"

Langsung dipotong sama dia "Bohoong... udah dari kemaren kamu susah dihubungin. Balas sms juga singkat-singkat. Kamu ngehindari aku kan? ya kan? jujur aja sama aku.." Dia masih merengek manja.

"Ketahuan deeh.."

"Tuh kan..." katanya.

"Yank.. kayaknya kita musti ketemu sekarang."

"Ngapain... udah malam ini. Aku juga udah ngantuk." katanya tegas.

"He he hee... bohong banget. Masa jam segini mau tidur. Yang pinter dikitlah kalau mau bohong." ledekku padanya.

 Aku tau betul dia belum mau tidur jam segini. Feeling aku sih, dia ini salah paham. Mungkin dia pikir aku mau minta putus kali. Wkwkwkk... Melan.. Melan, segitunya dirimu sayang padaku.? he he heee.. Dug dug dug dug... nendang-nendang kakiku ke udara kesenangan.

Haha haa.. udah kayak di film-film aja nendang-nendang sendiri. Au ah..

Eh, tapi kenapa dia diam saja?

"Lan... Lan, Yank... jawablah.." Manggil dia beberapa kali nggak dijawab juga.

tiba-tiba tuut tuut tuuut... Mati panggilannya.

Aku telpon lagi beberapa kali, tapi nggak dijawab juga. Aku sms, lalu telpon lagi.. Malah di non aktifin hp nya. Anjiir... kayaknya dia benar-benar salah paham deh.

Akhirnya, setelah kira-kira 30 menit menunggu hp dia aktif lagi sekaligus sambil berpikir, aku putuskan untuk menemui dia ke rumahnya.

Sampai di depan rumah Melan, nampak pintu depannya terbuka. Langsung saja aku ketok pintunya.

"Assalamualaikum..." sapaku menyapa orang di dalam. Nampak di sana keluarga Melan lengkap sedang menonton TV. Ada Bapaknya, Mamaknya dan dua adik perempuannya juga, kecuali Melan tidak ada. Eh, Kakak perempuan Melan juga masih ada 1, lagi kuliah di Kota.  

"Ee.. masuklah-masuklah.." Bapak Melan melambaikan tangan memanggilku..

Aku memang sudah sering ngapelin Melan ke rumahnya. Keluarga dia juga sudah aku kenal semuanya. Entahlah, dengan keluarga Melan ini aku tidak terlalu sungkan. Bukan baru-baru ini saja, sejak awal aku memang sudah tidak sungkan.

Tapi kalau dipikir-pikir, dengan keluarga pacar-pacarku sebelumnya juga begitu. Kenapa bisa begitu yaa, baru sadar juga. Apa karena aku nggak ada adab seperti kata Romi? Au ah...

"Akak Melaaan... Abang Alan datang niih.." adik Melan yang masih kelas 3 SD teriak manggilin Melan. Namanya Mira.

Melan yang dipanggil nggak nyahut...

"Lagi..." aku berbisik meminta Mira buat manggil lagi.

"Kak Melaan..." dia langsung berdiri berlari ke kamar Melan. Senyum-senyum aku dibuatnya. Udah kayak merintah adik sendiri.

"Duduklah dulu... Melaan, Alaan datang nih hah.." panggil Mamaknya Melan.

"Nonton Sule Maak?" tanyaku basa basi.

"Iyaa.. OVJ.. Iklannya lama kali ini." Bapak Melan yang nyahut.

"Biasalah Pak, mereka nyari uang juga dari situ" balasku sambil ngambil posisi duduk di samping adiknya Melan yang sudah kelas 2 SMP. Melly namanya. Kebetulan posisinya paling dekat dengan pintu.

Kalau sama Melly ini aku nggak terlalu dekat, nggak kayak sama Mira yang sudah bisa disuruh-suruh. Melly ini agak pemalu orangnya, mungkin karena dia baru-baru puber kali yaa. Malunya terlalu besar. Aku sih maklumi saja. Lagian nggak selalu dia malu-malu gitu. Sesekali juga sedeng dia.

"Mereka nyari uang kan dari iklan ini tuh Pak." tambahku..

"Dari iklan nyari uangnya? kayak gimana tuh?"

Aku sudah ngira kalau si Bapak belum tau soal beginian. Aku saja yang anak muda baru tau dari warnet.

"Iya dari Iklan. Kalau nggak dari iklan, darimana mereka dapat uang buat menggaji Sule dkk... bla bla blaa..."Aku jelaskan dengan sok tau. Meski agak kurang ajar rasanya sok tau di depan calon mertua, tapi aku tidak bisa menahan ucapanku. Terus saja nyerocos ngejelasin yang nggak ditanya. Lagian si Bapak sama Mamak kayaknya biasa saja, nggak ada yang tersinggung juga.

Sampai akhirnya Melan keluar dari kamarnya ditarik sama Mira. Nampak mukanya tidak terlalu bersahabat. Aku senyumin aja.

"Apa.." dia menggerakkan bibirnya sedikit seperti berbisik. Posisinya di belakang Mamaknya.

"Pak, boleh Alan bawa Melan sebentar? Ada yang ingin kami bahas soal kuliah.." Duh.. Tiba-tiba saja keluar alasan kuliah. Tapi nggak apa-apalah, toh benar kan ada juga mau membahas soal kuliah. Meski bukan itu tujuan utamanya.

"Owh.. mau kuliah dimana rencananya?" tanya si Bapak.

"Itulah Pak, masih belum tau. Entah dimanalah dapat rezekinya nanti." kataku diplomatis. Memang belum tau mau kuliah dimana. Kuliah apa tidak saja aku belum tau.

"Yaudah.. tapi jangan lama-lama. Udah malam soalnya."

"Baik Pak..." ucapku tegas.

Akhirnya dengan berat hati mungkin, nampak dari muka kusutnya, Melan ikut juga denganku.

Tapi sebelum pergi, aku sempat menyuruh dia ganti baju dulu, karena yang dia pakai sebelumnya terlalu seksi. Aku nggak rela auratnya diliat orang nanti.

*****