118. Selamat Tinggal

"Gak. Kamu gak salah kok. Benar, aku emang kecentilan jadi terkesan murahan. Buktinya aku udah gak perawan saat umur 18 tahun. Kamu tahu kan pergaulan di sana kayak apa? Bahkan gak terhitung berapa banyak laki-laki yang nidurin aku. Kalimat kamu gak salah, cuma emang bikin sakit sedikit karena nyadarin aku tentang kenyataan hidupku," Cicil tersenyum tipis menatap wajah dan tubuh kaku Julio saat ini.

Cicil duduk di pinggiran kasur dan menunduk. "Ka-kamu...bohong kan, Cil?" Julio mendekat dan berlutut di depannya.

Cicil menatap Julio tanpa ekspresi apapun. "Apa aku pernah bohong sama kamu? Aku gak pernah sembunyiin apapun ke kamu. Semua yang aku lalui di sana aku ceritain ke kamu sejak hari pertama kita ketemu tiga hari lalu. Dan ini cerita terakhir yang mau aku bagi."

Julio benar-benar lemas saat ini. Melihat bagaimana ekspresi serius Cicil yang belum pernah dia lihat sejak tiga hari lalu membuat Julio percaya dengan ucapan perempuan itu.