webnovel

DENDAM DAN CINTA : Terbelenggu Hasrat cinta

Saat dendam sudah ada di hati dan pikiran, terkadang kebaikan seseorang tertutup. Tapi bagaimana jika cinta telah menyentuh hati yang penuh dendam? Akankah dendam itu hilang? Nadia (21th) menginginkan kehancuran seorang jutawan yang terkenal Tuan Daren yang telah tega memisahkan Ibu dan Ayahnya hingga Ibunya meninggal dalam kesepian. Dengan menjadi perawat pribadi Jonathan, Nadia melancarkan balas dendamnya. Jonathan (25th) seorang CEO putra satu-satunya Tuan Daren. Sejak mengalami kecelakaan dan lumpuh permanen semua wanita yang di kenalnya menjauh dan meninggalkannya. Dengan keadaannya yang lumpuh Jonathan mencari cinta yang benar-benar tulus padanya. Akankah dendam di hati Nadia akan sirna dengan besarnya cinta Jonathan pada dirinya? Apakah Nadia akan kembali dalam pelukan Jonathan di saat semua sudah terlambat???

NicksCart · LGBT+
Sin suficientes valoraciones
204 Chs

SANDIWARA NADIA DAN JEAN

"Masuklah Nadia." ucap Jean seraya membuka pintu rumahnya.

Dengan gugup, Nadia masuk ke dalam rumah Jean yang cukup besar.

"Ibu... Ibu...aku datang." panggil Jean pada Ibunya yang tidak tahu entah kemana.

"Ayo... Nadia, kita ke ruang tengah saja." ucap Jean pada Nadia yang berdiri kaku di tempatnya.

"Nadia, kemarilah." panggil Jean pada Nadia setelah tahu ibunya sudah menunggu di ruang tengah.

Nadia mendekat dengan tubuh sedikit gemetar.

"Nadia, sudah lama kamu tidak pernah main kemari Nak." ucap Valery ibu Jean menyapa Nadia.

"Ya Bu, maaf. Karena banyak kesibukan aku jarang ke sini." ucap Nadia meraih tangan Valery dan mengecup punggung tangannya.

"Tidak apa-apa Nadia, yang terpenting kamu baik-baik saja." ucap Valery dengan wajah terlihat sedih.

"Jean, apa kamu sudah ada jawaban atas pertanyaan Ayah kamu? Ayahmu sudah menunggu jawaban kamu Jean." ucap Valery dengan serius.

"Ya Bu, sekarang juga aku akan menemui Ayah." ucap Jean seraya menatap Nadia untuk mengikuti dirinya.

"Nadia ikut denganku." ucap Jean menunggu Nadia kemudian berjalan ke arah kamar James Ayah Jean.

Nadia menatap Jean saat berada di dalam kamar Ayah Jean.

"Jean, kamu datang?" tanya James dengan suara lemah.

"Ya Ayah, aku datang sesuai dengan janjiku pada Ayah." ucap Jean menggenggam tangan Nadia seraya mendekati Ayahnya.

"Apa kamu sudah memenuhi janjimu pada Ayah, Jean?" ucap James menatap penuh wajah Jean yang mulai tegang.

"Ya Ayah...aku datang membawa calon tunanganku. Dia adalah Nadia, aku dan Nadia sudah memutuskan untuk bertunangan." ucap Jean tersenyum namun hatinya merasa bersalah pada James karena telah berbohong tentang pertunangannya.

"Maafkan aku Ayah, aku terpaksa melakukannya." ucap Jean dalam hati sambil menggenggam tangan James.

"Kapan rencana pertunangan kamu Jean?" tanya James dengan serius.

"Sekarang juga Ayah, Nadia sudah tidak punya orang tua. Aku mengajaknya ke sini sekalian kita bertunangan, karena setelah ini Nadia ada tugas ke luar dan tidak ada waktu lagi untuk kita bertunangan." ucap Jean semakin merasa bersalah pada kedua orang tuanya dengan kebohongan yang dia lakukan untuk pertama kalinya.

"Kalau menurutmu itu yang terbaik lakukan saja Jean. Ayah sudah tidak sabar melihat kalian berdua menikah kemudian memberikan cucu buat Ibu dan Ayah." ucap James dengan tersenyum.

Jean tersenyum sedih, apa yang dia impikan hidup bersama Vivian hanyalah impian semata.

"Ayah, aku dan Nadia sudah berencana ke arah sana. Ayah tenang saja, sekarang di hadapan Ayah dan Ibu aku akan memakaikan cincin pertunangan pada Nadia." ucap Jean sambil mengeluarkan dua kotak cincin dari kantong celananya.

"Jean, tunggu sebentar... Ibu belum datang." ucap Nadia dengan perasaan campur aduk antara gugup, tegang dan takut.

"Lanjutkan saja Jean, Ibu kamu sudah datang." ucap James saat melihat Valery masuk ke dalam kamar sambil membawa kue tart kecil dan di letakkan di atas meja.

Jean tersenyum, melihat Ayahnya kemudian beralih ke Ibunya. Dengan perasaan bersalah Jean berdiri tegak menghadap Nadia.

"Nadia, di hadapan Ayah dan Ibu aku ingin melamarmu. Maukah kamu menikah denganku?" tanya Jean menatap penuh wajah Nadia.

Jantung Nadia berdegup sangat kencang, apa yang di katakan Jean benar-benar seperti sungguhan. Dan itu membuat Nadia semakin gelisah. Tapi bagaimanapun juga Nadia harus menjawabnya agar sandiwaranya dengan Jean tidak berlarut-larut.

"Nadia? kamu tidak menjawabku?" tanya Jean membuyarkan lamunan Nadia.

"Ya...aku mau Jean." jawab Nadia dengan singkat.

"Terima kasih Nadia." ucap Jean seraya membuka kotak kecil yang di bawanya dan mengeluarkan sebuah cincin yang indah. Dengan tersenyum sedih Jean menyelipkan cincin itu di jari manis Nadia.

"Nadia sekarang giliran kamu." ucap Jean memberikan satu kotak cincin pada Nadia.

Dengan tangan gemetar, Nadia menerima dan mengeluarkannya kemudian menyelipkan cincin itu di jari manis Jean.

"Akhirnya, kalian telah resmi bertunangan. Ibu sangat bahagia melihatnya. Di awal tahun ini kalian sudah resmi bertunangan." ucap Valery dengan kedua matanya berkaca-kaca.

"Sekarang Ayah sudah tenang, tidak akan kuatir lagi padamu Jean. Kamu sudah mendapat calon istri yang baik. Ayah tinggal menunggu pernikahan kalian." ucap James dengan perasaan tenang.

Nadia menelan salivanya sambil menatap wajah Jean.

"Jean, apa kamu tidak mencium Nadia?" tanya Valery dengan perasaan bahagia.

Seketika Jean mengangkat wajahnya dan menatap Nadia seolah-olah meminta saran apa yang harus di lakukannya.

Nadia menganggukkan kepalanya, sangat mengerti situasi yang di hadapi Jean.

Melihat Nadia menganggukkan kepalanya dan memejamkan mata, segera Jean mendekatkan wajahnya kemudian mengecup kening Nadia seiring detak jantungnya yang berdegup sangat kencang.

Valery dan James sama-sama tersenyum melihat wajah Nadia dan Jean yang memerah.

"Nadia, sekarang giliran kamu untuk menunjukkan rasa sayang kamu pada Jean dengan menyuapi kue buatan Ibu pada Jean." ucap Valery seraya memberikan kuenya pada Nadia.

Kembali Nadia menelan salivanya, semua yang terjadi di luar pemikirannya.

Tanpa bisa menolak, Nadia menerima kue dari Valery dan segera menyuapi Jean.

"Terima kasih Nadia." ucap Jean dengan perasaan haru. Pengorbanan Nadia tidak akan bisa di lupakannya.

"Jean, Nadia, karena acara pertunangan kalian sudah selesai.. kita bisa makan bersama untuk merayakan pertunangan kalian. Semoga di tahun ini juga kalian bisa menikah." ucap Valery dengan tersenyum.

Jean menganggukkan kepalanya, hati Jean merasa lega akhirnya sandiwara pertunangannya telah selesai.

"Nadia, kita makan sekarang." ajak Jean seraya menggenggam tangan Nadia dan membawanya ke ruang makan.

Nadia tersenyum menurut saja, saat Jean mengajaknya ke ruang makan.

Dengan di temani Valery, Jean dan Nadia makan bersama dengan pembicaraan yang santai.

Beberapa kali, Valery menatap wajah Jean dan Nadia yang terlihat sangat cocok dan serasi.

"Drrrt... Drrrt... Drrrt"

Seketika Nadia menghentikan makannya saat mendengar ponselnya berbunyi. Pikiran Nadia langsung tertuju pada Marcos.

Segera Nadia mengambil ponselnya dari dalam tasnya dan melihat siapa yang menghubunginya.

"Ternyata benar Tuan Marcos." ucap Nadia dalam hati.

"Dari siapa Nadia?" tanya Jean menatap penuh wajah Nadia.

"Dari Tuan Marcos, maaf Jean, Nyonya Valery aku harus menerima telepon dulu." ucap Nadia seraya menerima panggilan Marcos.

"Hallo...ya Tuan Marcos, ada apa?" tanya Nadia dengan serius.

"Nona Nadia, Tolong anda harus ke sini sekarang. Tuan Jonathan demam tinggi dan tidak mau minum obatnya." ucap Marcos dengan suara yang terdengar cemas.

"Tidak bisakah, Tuan Marcos menghubungi Dokter saja?" ucap Nadia merasa tidak enak pada Valery.

"Tuan Jonathan tidak mengizinkannya Nona, tolonglah anda cepat kemari sesuai janji anda untuk menjaga Tuan Jonathan." ucap Marcos dengan suara memohon.

"Baiklah Tuan Marcos saya akan segera ke sana." ucap Nadia kemudian menutup panggilannya.

"Aku minta maaf Jean, Nyonya Valery, aku harus pergi. Ada panggilan penting dari Tuan Marcos di mana tempat saya bekerja." ucap Nadia dengan wajah serius seraya bangun dari duduknya.

"Pergilah Nadia kalau ada panggilan penting." ucap Valery tanpa curiga sedikitpun.

"Aku akan mengantarmu." ucap Jean seraya berdiri dari tempatnya.

"Tidak usah Jean, aku akan pergi naik bis." ucap Nadia tidak ingin merepotkan Jean.

"Baiklah, hati-hati di jalan Nadia." ucap Jean mengantar Nadia sampai di depan rumah.