webnovel

Dear Angkasa : My Pet Boyfriend

Laura Chintya Bella, Cewek kasar yang bermulut tajam dan tahan banting. Kesehariannya pergi ke club' setelah pulang sekolah sampai malam hari. Alasannya karena Laura tak suka dengan kesendirian karena kesendirian akan membuatnya merasa kesepian. Kepribadiannya sedikit aneh, pola pikirnya pun tidak wajar dan selalu mengarah ke dalam kekerasan secara mental. Laura menderita sakit masokis yaitu tindakan melukai diri sendiri dengan sengaja, sehingga dia sudah kebal dengan segala luka. Dia kuat secara fisik, tetapi lemah secara mental. Emosinya tidak stabil membuatnya sering meledak saat orang-orang menggunjingnya. Dia hanya punya satu sahabat laki-laki bernama Vikram Andreyson, seorang cenayang yang selalu mengikutinya ke manapun dia pergi. Suatu hari, Vikram tanpa sengaja mengungkapkan mengenai masa depan Laura dengan seorang pria. Laura bertekad untuk mencari tahu mengenai pria yang Vikram katakan dengan bermodalkan sketsa wajah yang berhasil Vikram gambar. Mereka mencari informasi mengenai pria tersebut, dan alangkah terkejutnya ketika mereka mendapatkan sebuah informasi mengenai tempat tinggal pria tersebut yang ternyata di sebuah Rumah Sakit Jiwa. "Bergantungan padaku dan hilangkanlah rasa kesepianku." (Laura)

LidiaCntys10 · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
33 Chs

6. Bertemu

"Hidupku dipenuhi oleh kegelapan. Aku tak menyangka bahwa aku menemukanmu di antara kegelapan yang selama ini mengurungmu di dalamnya."

- Laura Chintya Bella

***

Suara gemericik timbul akibat langkah kaki di atas sebuah daun-daun kering yang berguguran. Suasana tenang yang terasa mencekam membuat bulu kuduk Vikram berdiri. Matanya menatap sekitarnya yang terasa sepi. Sejauh mata memandang hanya ada pohon-pohon besar yang menjulang tinggi dan ada sebuah bangunan tua bercat putih yang tampak pudar dengan tanaman-tanaman rambat yang menempel di dindingnya.

"Ra, kita balik aja yuk! Di sini tempatnya seram." Vikram berkata dengan lirih tapi tak ditanggapi oleh Laura.

Mereka akhirnya tiba di depan bangunan tua yang mereka lihat sebelumnya. Laura mengedarkan pandangannya ke sekitar, keningnya mengerut dalam tampak sedang berpikir keras. "Lo yakin tempatnya di sini?"

"Gue yakin tempatnya ini karena sama persis dengan apa yang gue lihat." Vikram menelan salivanya kasar. Walaupun dia merasa horor dengan bangunan yang ada di depannya, tak dapat dipungkiri bahwa dia merasa yakin bahwa apa yang dia lihat di mimpinya tak pernah salah.

"Hm." Laura bergumam sambil melangkah ke bagian kanan bangunan, mencari petunjuk mengenai bangunan tersebut. Matanya seketika membulat ketika melihat gapura yang bertuliskan 'R.S Jiwa Harapan.'

"Vikram! Gue tanya sekali lagi, apa benar ini tempatnya?!" Suara Laura seketika meninggi, matanya menatap tajam Vikram yang mengangguk yakin.

Mendapati Vikram yang menjawab dengan yakin membuat Laura berbalik dan seketika berlari menuruni pintu utama yang tertutup rapat. Vikram terkejut beberapa saat tetapi dia akhirnya menyusul Laura.

Laura memasuki RSJ yang diduga tempat dimana pria yang dilihat Vikram dalam mimpinya berada. Tangannya memegang erat kertas yang bergambar wajah pria yang akan menjadi takdirnya di masa depan. Laura harus menemukan pria itu sebelum sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada pria itu.

Di lorong-lorong Rumah Sakit Jiwa tersebut tampak sepi membuat Laura bingung. Apakah Rumah Sakitnya sudah tidak beroperasi atau memang seperti ini? Tangan Laura mengepal erat, tidak peduli apa Laura harus menemukan pria itu.

Laura membuka setiap pintu kamar yang ada di lorong-lorong rumah sakit. Tapi, di dalamnya tak terdapat apapun, bahkan tak ada ranjang untuk tidur. Hampir semua kamarnya kosong tak terisi satu barang-barang pun.

"Di mana? Lo di mana sebenarnya?!!" Laura berteriak marah, giginya bergemelatuk karena amarah. Dia marah pada dirinya sendiri karena belum menemukan pria itu.

Tanpa disangka-sangka, teriakan Laura berbalas dengan suara teriakan kesakitan yang terdengar dari ujung lorong yang gelap.

"Arrghh!!!"

"Suara itu..." Laura hendak berlari ke ujung lorong, tapi tangannya dicekal oleh Vikram. Laura memberontak dengan brutal, kesabarannya sudah hampir habis.

"Ra, tenang dulu! Kita gak tau ada apa di ujung lorong itu." Vikram menatap tajam Laura yang masih keras kepala.

"Gak bisa! Gue tadi dengar sendiri suaranya, dia kesakitan! Dan gue gak mau dia kenapa-napa!" Laura memukul lengan Vikram sekuat tenaga, dia akhirnya bebas dari cengkeraman Vikram dan berlari ke ujung lorong.

"LAURA!!!" Vikram mendengus kesal, sejak kapan Laura begitu tertarik dengan lawan jenisnya? Biasanya dia hanya tertarik dengan Laras saja, sampai-sampai membuat Vikram jengah.

Mata Laura berbinar ketika menemukan sebuah pintu di ujung lorong. Dia berusaha membukanya, tapi seketika menyadari bahwa pintu tersebut di kunci. "Ck, sial!"

Laura tak menemukan kuncinya, akhirnya dia menggedor-gedor pintu tersebut sambil berteriak. "Ada orang di dalam? Bisa dengan suara gue, 'kan?"

Tak ada jawaban, Laura menempelkan telinganya di pintu dan samar-samar dia mendengar suara ringisan kesakitan. Suara itu membuat Laura semakin gelisah, dia pun meraba rambutnya dan menemukan jepit rambut untuk membuka kunci pintu.

Ctak ctak ctak

Berkali-kali Laura gagal, keringat dingin mengalir di pelipisnya tapi semangatnya tak pernah surut. "Ayo, terbukalah!"

Clak!

Pintu akhirnya terbuka, hal pertama yang Laura lihat adalah kegelapan. Ruangan itu sangat gelap dan terasa gelap. Samar-samar Laura mencium bau anyir dengan suara ringisan kesakitan seseorang yang terdengar lirih. Laura akui bahwa suasananya terasa horor, tapi Laura bahkan sudah menganggap dirinya sendiri lebih menyeramkan dari makhluk halus.

Laura merogoh sakunya dan menyalakan senter dari ponselnya. Tak disangka senter tersebut berhasil membuat Laura melihat sosok pria yang dia cari. Tubuh Laura seketika mendingin, pria di depannya terlihat mengenaskan dan tak terurus. Pria itu mengenakan pakaian rumah sakit yang tampak usang. Rambutnya panjang entah berapa lama belum dicukur. Bulu-bulu halus memenuhi dagunya. Tangan dan kakinya bahkan di rantai dengan posisi berdiri.

Laura berjalan mendekat, ponselnya dia arahkan ke lengan pria itu yang terlihat beberapa bekas gigitan yang cukup dalam dan mengeluarkan darah. Pergelangan tangan dan kakinya membiru entah sudah berapa lama dia dirantai seperti itu.

Laura tanpa sengaja menangkap beberapa bekas suntikan di sekitar leher dan bahu pria itu. "Berani-beraninya mereka melakukan itu!" Laura menggeram marah. Matanya melirik Vikram yang sudah ada di belakangnya.

"Vikram, cari tau mengenai identitas pria ini dan apa saja yang terjadi sampai membuatnya ada di sini dalam waktu yang lama! Gue mau secepatnya!"

"Oke, Ra. Gue siapkan mobil dulu." Vikram berbalik untuk membawa mobilnya ke depan pintu utama rumah sakit supaya Laura tak perlu berjalan jauh-jauh ke mobilnya.

Merasa Vikram sudah menjauh dari tempatnya, Laura mengangkat tangannya untuk membelai wajah pria itu yang tertutup sebagian rambut panjangnya. "Apa yang selama ini terjadi? Kenapa lo ada di tempat seperti ini?"

Laura menghela napas berat. Pria itu sepertinya merasakan belaian di wajahnya, matanya perlahan terbuka dan mendapati seorang wanita yang menatapnya penuh sayang. Bibirnya yang kering perlahan terbuka hendak mengatakan sesuatu, tetapi dia menyadari bahwa hanya suara serak yang keluar dari mulutnya. Matanya seketika menunjukkan kepanikan ketika menyadari bahwa sentuhan di wajahnya sudah tidak terasa lagi.

"Enggak usah panik. Gue mau cari benda yang bisa membuat rantainya putus." Laura mengelus rambut pria itu. Ponselnya dia edarkan ke setiap sudut ruangan dan menemukan tongkat baseball yang ada di sudut ruangan.

Laura mengambil tongkat tersebut dan berniat memukul rantainya supaya terputus. Tapi, Laura berhasil menangkap mata pria itu yang dipenuhi sorot ketakutan mengira bahwa Laura akan memukulnya seperti orang-orang itu memukulnya selama ini jika dia terus memberontak.

"Tenang, oke? Gue akan memutuskan rantainya." Merasa kegelisahan yang melanda pria itu membuat Laura berusaha menenangkannya.

Crak!

Rantai akhirnya terputus, Laura membawa tubuh pria itu ke dalam pelukannya. Tubuh pria itu tampak lemas dan tak bertenaga membuatnya bisa jatuh kapan saja jika Laura tak memegangnya dengan benar. Laura memapah pria itu ke luar dari ruangan tersebut. Laura menoleh ke arah pria itu yang sedari tadi menatapnya.

"Nama lo siapa?" Laura menggelengkan kepalanya ketika menyadari bahwa pria itu tak bisa menjawabnya dengan suaranya yang sekarang. Diapun mengalihkan pandangannya ke depan hendak melanjutkan langkah. Tetapi, pria itu menggesekkan kepalanya di leher Laura seolah ingin Laura kembali melihatnya.

"Kenapa?" Laura kembali menatap pria itu. Pria itu tampak seperti anjing kecil yang ingin diperhatikan oleh majikannya. Ah, Laura tak menyangka perburuan mencari peliharaanya ternyata berhasil.

Bibir pria itu kembali terbuka mengatakan satu kata tanpa suara. Laura memperhatikannya dengan seksama. "Ang...ka...sa? Angkasa? Jadi, nama lo Angkasa?"

Pria itu mengedipkan matanya sebagai jawaban. Laura tersenyum miring. "Oke, Angkasa. Mulai hari ini lo resmi jadi peliharaan gue."

Like it ? Add to library!

LidiaCntys10creators' thoughts