"Monster yang mengerikan adalah monster yang melukai korbannya tanpa menyentuhnya sedikitpun dan monster itu adalah aku."
- Laura Chintya Bella
***
"Kalian lagi ngapain, huh?"
Laura menatap Nabila dan Mawar yang sedang berdiri di pojok toilet dengan tangan Nabila yang memegang ember berisi air kotor yang tinggal setengah. Sepertinya air yang setengahnya lagi sudah diguyurkan pada seseorang yang duduk bersimpuh di lantai toilet dengan seragam yang basah kuyup.
"Ini nih, Ra. Gue kesal banget sama nih Susan yang udah ngaduin gue sama Nabila ke guru gara-gara kita telat berangkat sekolah sama bolos upacara." Mawar mendorong kepala Susan dengan keras sampai terbentur ke dinding.
"Benar, Ra. Lo sama Vikram juga sering telat, 'kan? Pasti lo kesal kalau ada yang ngaduin kalian ke guru." Nabila ikut memprovokasi supaya Laura membiarkan mereka membully Susan sesuka hati mereka.
Sebenarnya Nabila sedikit takut pada Laura karena dia sering mendengar berita bahwa Laura membully seseorang sampai membuat orang itu trauma. Tapi, sampai sekarang Nabila tak pernah tahu mengenai kebenaran berita tersebut dan siapa sajakah yang menjadi korban bullynya.
"Kesal, ya? Iya sih gue kesal." Laura berjalan menuju wastafel untuk mencuci tangannya dan membasuh wajahnya yang sedikit berdebu akibat upacara yang berlangsung tadi pagi.
"Benar, 'kan apa kata gue, Ra. Lo tenang aja, cewek kayak gini biar gue yang urus aja. Lo enggak usah sampai turun tangan buat ngebully dia." Nabila dengan semangat yang membara, kembali mengguyurkan air kotor ke Susan membuat Susan meringkuk memeluk lututnya sambil terisak. Tak mau kalah dengan Nabila, Mawar menjambak rambut panjang Susan lalu tertawa terbahak-bahak melihat penderitaan Susan.
Ck, berisik sekali.
Laura berdecih, matanya melirik Susan yang menangis sambil berusaha melepaskan rambutnya dari tangan Mawar. Laura memutar bola matanya malas, kakinya melangkah mendekati mereka yang sibuk dengan kegiatannya.
"Berhenti." Ucapan Laura membuat Nabila dan Mawar menghentikan aktivitasnya.
"Wah, kayaknya Susan bakalan habis nih hari ini karena Laura udah mau repot-repot turun tangan untuk menyingkirkan lo, haha." Mawar menatap sinis Susan yang tampak ketakutan melihat Laura yang sepertinya ingin ikut membullynya.
Laura berjongkok di depan Susan. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga Susan lalu berbisik. "Lo takut enggak kalau dibully?"
Susan terdiam tanpa menjawab pertanyaan Laura. Dengan tubuh yang bergetar dan air mata yang mengalir deras, apakah tidak cukup untuk membuktikan seberapa besar ketakutan Susan karena dibully oleh Nabila dan Mawar.
"Hm, lo takut, ya. Ngapain harus takut? Kenapa enggak marah aja kalau lo dibully?"
Eh?
Kepala Susan menoleh dan tatapan mereka akhirnya bertabrakan. Susan menatap bingung Laura. Bukannya Laura akan ikut membullynya. "Marah?" Susan bersuara pelan tapi masih bisa Laura dengar karena jarak mereka begitu dekat.
"Iyalah, marah! Ngapain lo harus takut sama mereka? Lo juga bisa melakukan apapun sesuka lo termasuk balik ngebully mereka."
Susan kembali terdiam dengan wajah bimbang. Matanya melirik ke sana ke mari tampak sedang berpikir. Nabila dan Mawar yang berdiri di belakang Laura saling menatap satu sama lain karena tak tahu apa yang sedang Laura bicarakan dengan Susan.
Laura memiringkan kepalanya, seringai tampak terbit di wajahnya. "Mau gue bantu?"
Susan kembali menatap Laura dengan tatapan terkejut. "B-bantu... bully?"
"Hm." Laura menganggukkan kepalanya. "Lo keluar aja cari Vikram."
"V-Vikram?" Susan semakin kebingungan dengan kata-kata Laura.
Laura berdiri dengan raut muka yang berubah drastis. Matanya melotot ke arah Susan. "Cepat! Gak usah banyak tanya!"
Susan bangkit dengan susah payah lalu berlari meninggalkan Laura bersama Nabila dan Mawar. "Loh, kok dilepasin gitu aja, Ra?"
Mawar mencengkeram lengan Laura, wajahnya tampak menunjukkan kemarahan pada Laura yang berekspresi datar. Nabila melotot pada Mawar karena tindakannya yang bisa membuat Laura marah. "Hei, jangan mengusiknya, Mawar. Kita bisa bully Susan kapan aja. Jangan berurusan sama Laura."
Nabila berusaha menarik Mawar menjauhi Laura, tapi Mawar semakin menguatkan cengkeramannya di lengan Laura. "Lo takut sama Laura? Cih, cewek kayak dia bisa gue singkirkan kapan aja. Berani banget dia melepaskan mangsa kita."
Mawar semakin menjadi-jadi, dia mulai menjambak rambut Laura yang terlihat berwarna hitam dari luar, tetapi berwarna hijau dari dalam. Yah, rambut hitamnya hanya untuk kamuflase saja supaya guru-guru di sekolahnya tidak berisik menyuruh Laura tidak mewarnai rambutnya karena masih pelajar.
"Mawar! Udah kita pergi aja!"
Mawar menepis tangan Nabila yang berusaha menghentikan aksi menjambaknya. "Gak mau! Lo kalau enggak mau ikutan tinggal lihatin aja sih!"
Bukannya merasa kesakitan, Laura malah tersenyum. Senyum yang membuat Nabila semakin merasa ketakutan ditambah lagi Mawar tak mau menghentikan perbuatannya.
"Tadinya...," Laura melirik tajam ke arah Mawar. "gue akan melepaskan kalian kalau lo mau mengikuti ucapan Nabila. Tapi, sepertinya lo malah menyeret dia juga atas kesalahan lo."
"Memangnya apa yang mau lo lakukan pada gue dan Nabila?!" Mawar menatap Laura seolah tak takut apa yang akan Laura lakukan.
"Kalau sudah begini sih, enggak akan gue lepaskan sampai akhir."
***
Susan berlari menuju gedung sekolah jurusan IPS dimana salah satunya adalah kelas Laura. Susan memasuki kelas XI IPS 2 yang Susan tahu bahwa itu kelas yang ditempati Vikram dan juga Laura. Mereka memang sangat terkenal dan dibicarakan satu sekolah karena selalu berdua ke manapun mereka pergi.
"V-Vikram..." Susan mengatur napasnya tanpa memedulikan bahwa seragamnya basah kuyup dan mencetak jelas sesuatu di balik seragamnya.
Vikram yang duduk sendirian menunggu Laura di pojok kelas tampak tersentak melihat kedatangan seorang cewek yang tidak dia kenal dengan penampilan seperti itu. Vikram memalingkan wajahnya yang memerah, tangannya melepaskan kancing seragamnya dengan segera.
"L-lo ngapain ke sini?" Vikram melemparkan seragam miliknya ke arah Susan. "P-pakai tuh seragam gue. Seragam lo basah kayak gitu."
Susan memegang seragam Vikram lalu menatap seragamnya sendiri. Wajahnya memerah, dengan segera dia memakai seragam Vikram supaya tubuhnya tidak tercetak jelas. "I-itu, Laura menyuruhku untuk mencarimu."
Vikram menoleh ke arah Susan. "Memang Laura di mana?"
"Di toilet sama Nabila dan Mawar yang sudah membullyku."
Brak!
"Gawat!" Vikram menggebrak meja dengan keras lalu berdiri dengan wajah cemas yang begitu kentara.
Vikram hendak berlari tapi Susan menarik tangannya. "Kamu kenapa? Apa yang akan terjadi pada Laura?"
Vikram menepis tangan Susan lalu berlari diikuti oleh Susan yang merasa kebingungan. "Gue enggak khawatir sama Laura."
Susan menoleh ke arah Vikram yang raut wajahnya kali ini menunjukkan ketakutan. "Yang gue khawatirkan itu Nabila dan Mawar. Mereka bisa kenapa-napa karena perbuatan Laura."
"Memangnya apa yang akan Laura lakukan pada Nabila dan Mawar? Dia tadi sudah menolongku dengan membuatku lepas dari mereka."
"Lo enggak tahu apapun tentang Laura." Wajah Vikram tampak frustrasi membuat Susan mau tidak mau ikut cemas. Sepertinya Vikram serius mengatakannya. "Dia itu Monster."
"Monster yang menyiksa korbannya tanpa menyentuhnya sedikitpun atau bahkan meminta bantuan kepada seseorang. Semuanya dia lakukan sendirian."
Mereka sampai di toilet yang pintunya tertutup. Vikram dan Susan dapat mendengar dengan jelas teriakan-teriakan yang berasal dari dalam. Vikram membuka pintu toilet dengan kasar, matanya melotot tak percaya. Susan bahkan menutup mulutnya saking terkejutnya melihat keadaan Nabila dan Mawar sedangkan Laura berdiri menyaksikan apa yang dilakukan Nabila dan Mawar.
"LAURA! APA YANG LO LAKUKAN KALI INI?!!