webnovel

Lara

Hari ini dara sengaja meliburkan diri dari berkerja. Dia tak ingin keluar rumah seharian ini. Pikirannya tak tenang. Dia sengaja mematikan ponselnya setelah mengabari gian sejak pagi pagi tadi.

Sejak semalam, gadis itu terus menyangkal isi pikirannya bahwa tak mungkin dean ataupun adiknya ada hubungannya dengan lelaki bermasker yang membuatnya trauma berkepanjangan hingga saat ini.

Namun pikiran negatif itu terus bergelut dalam pikiran dan batinnya. Rasanya dia belum siap bertemu lelaki itu kembali. Apalagi sampai datang kerumahnya lagi.

Baru pagi ini dara bisa tertidur setelah semalaman bergelut dengan isi pikirannya. Tak ada orang dirumahnya selain dirinya. Semua ruangan hingga kamarnya tampak gelap. Dia kini tertidur pulas.

[Di kampus]

Dean duduk di taman belakang kampus sendirian. Sejak tadi dia bergerak gelisah. Berulang kali dia mengecek ponselnya namun juga belum ada balasan dari dara. Dia terus menelepon gadis itu namun panggilannya tidak terhubung.

Sementara itu jave sedang duduk dikantin bersama jeanny.

"Arggghh" jave megacak rambutnya kesal sambil meletakkan ponselnya.

"Lo kenapa? Jangan kumat disini ya" oceh jeanny sembari melihat kiri dan kanannya.

"Dara kemana lagi coba. Dari semalem chat gue gak dibales" protesnya kesal.

Jeanny hanya diam menatap sinis padanya.

"Wah gak bisa nih. Gue harus dateng ke rumahnya" jave yang kini sudah berdiri hendak melangkah meninggalkan kantin, langsung ditahan oleh gadis itu.

"Ntar lagi kelas lo mulai bego" ucap jeanny kesal.

"Sabar kek, mungkin dara belum cek hp" tambahnya lagi.

Jave menghela nafas kasar, lalu mereka melangkah bersama meninggalkan kantin.

Waktu pun berganti siang

Namun pesan kedua lelaki itu belum dibalas juga oleh dara. Tanpa berlama lagi, jave segera mengendarai mobilnya di parkiran menuju rumah gadis itu.

Setibanya dirumah dara, dia mengetuk pintu cukup lama. Namun tak ada yang membukanya. Dia mencoba membuka pintu dan ternyata tak dikunci dari dalam.

Lelaki itu pun perlahan masuk kedalam. Sepi dan gelap. Dia lalu menaiki tangga menuju ke atas yang barangkali bisa membuatnya menemukan gadis itu. Begitu fikirnya.

Dia lalu berhenti didepan pintu yang bertuliskan nama gadis itu. Namun saat akan membukanya ternyata dikunci dari dalam. Perasaannya kuat bahwa gadis itu ada didalam kamarnya.

Jave memanggil nama dara beberapa kali namun tak ada jawaban dari dalam. Dengan terpaksa dia mendobrak pintu itu sekuat tenaga hingga akhirnya terbuka.

Benar dugaannya, gadis itu memang ada didalam sana dan sedang tidur. Jave perlahan menghampirinya dan duduk disampingnya.

Dara yang sedikit sadar, kaget dan langsung bangun agak menjauh dari lelaki itu sembari menyelimuti dirinya dengan tubuh gemetaran.

"Dara ini gue" ucap jave.

Gadis itu sedikit tenang mendengar suara familiar itu. Dia perlahan menurunkan selimutnya dengan nafas setengah memburu.

"Lo kenapa?" tanya jave.

Dara menyandarkan kepala dan punggungnya dikepala ranjang sambil mengatur nafasnya kembali normal dan jantungnya yang sempat berdegup kencang.

Lelaki itu agak mendekat padanya. Dia lalu meletakkan satu punggung tangannya pada kening dara dan merasakan hawa panas darinya.

"Lo kenapa gak bilang kalo sakit? Chat gue dari semalem juga gak dibales" omelnya.

Dara kembali menarik selimutnya, menutupi hampir seluruh tubuhnya. Dengan kondisinya seperti ini, dia enggan meladeni omelan lelaki itu.

Jave menghela nafas melihat gadis itu memejamkan matanya kembali. Dia lalu mengusap puncak kepala dara dan menemaninya.

Lelaki itu memandang wajah dara yang sudah tertidur lelap. Sambil terus mengusap puncak kepalanya, satu tangannya memegang tangan gadis itu yang mencengkeram erat selimutnya.

Beberapa menit setelah memejamkan matanya, dara bergerak sedikit menggeliat dan tampak gelisah lalu mulai meracau tak jelas. Jave hanya mendengar kata kata dirinya memohon untuk dilepaskan. Hanya itu saja yang terdengar sangat jelas ditelinganya.

Jave mencoba menenangkan gadis itu yang masih memejamkan mata dan terus menggerakkan tubuhnya gelisah.

Dia memeluk tubuhnya, dan mengecup keningnya. Namun dara masih juga belum tenang, tanpa sadar dia mencengkeram kuat tangan lelaki itu.

Glekkk! Dara terbangun. Dia memaksa melepaskan pelukan lelaki itu. Deru nafasnya kembali memburu dan sesak didadanya muncul kembali.

"Akhhh" Gadis itu terus memegangi dadanya sambil terisak. Membuat lelaki didekatnya itu merasa sangat cemas.

"Dara, stop" jave mencoba menyingkirkan tangan gadis itu yang terus memukul mukul dadanya.

"Lo gak boleh kaya gini terus" kini jave memeluk tubuh gadis itu dan akhirnya tangisnya perlahan mereda dan berhenti memukul dadanya.

Jave mengeratkan pelukannya dan mengusap rambut dara. Membuat gadis itu sedikit merasa tenang. Bayangan lelaki bermasker hitam didalam pikirannya tadi mulai menghilang.

Lelaki itu perlahan melepas pelukannya dan menangkup wajah sendu dara sambil mengusap air matanya.

"Lo tenang ya, gue bakal selalu jagain lo dari orang orang yang mau jahatin lo" ucapnya lembut sembari kembali memeluknya.

Dara tak mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Beberapa hari belakangan ini setiap terbangun dari mimpi itu, sesak didadanya semakin menjadi dan terasa mencengkeram erat tubuhnya.

Setelah hal itu, dara tak bisa tertidur kembali. Dia kembali bersandar. Jave duduk disampingnya dan menyandarkan kepala gadis itu di bahunya.

Tatapannya kosong kedepan. Entah apa yang gadis disampingnya itu pikirkan sekarang. Dia tak berhenti mengusap usap puncak kepalanya.

"Jave lo pulang aja, gue udah gak apa apa kok" ucapnya lirih.

Lelaki itu menatapnya dan merengkuh kedua lengan dara menghadapnya.

"Gue gak akan ninggalin lo sendirian" tatapnya lekat pada gadis itu.

"Gue mau tidur aja jave" ucap dara lagi.

"Yaudah tapi lo minum obat dulu"

Dara perlahan mendekati dan meraih pintu laci meja disamping lelaki itu, membukanya lalu mengambil obat yang biasa dia minum. Namun saat sudah berhasil mengambil sebuah botol berisi pil obat nya, tangan lelaki itu dengan cepat merebutnya.

"Lo gak boleh minum ini. Lo harus minum obat demam ra" sekali lagi omelan lelaki itu tak bisa dia bantah.

Gadis itu membiarkan dan hanya memperhatikan jave yang keluar kamar mencarikan obat untuknya di lantai bawah dan tak lama masuk kembali membawa segelas air putih.

Setelah memastikan dara meminum obat yang dia bawakan tadi, dan perlahan tertidur lelap kembali dia akhirnya memutuskan untuk pergi dari sana.

Sejak tadi ponselnya terus berbunyi karena jeanny sibuk mengirim pesan padanya. Jave menarik selimut dara agar menutupi tubuh gadis itu sampai lehernya. Dia mengusap keningnya sejenak lalu melangkah keluar.

Dean yang hampir saja tiba dirumah dara, melihat dari kejauhan mobil jave terparkir tepat didepan rumah gadis itu. Kedua tangannya mencengkeram erat setir dengan kesal.

"Oh ternyata lagi sama jave" gumamnya dalam hati.

Hawa panas mulai memenuhi rongga dadanya kala melihat lelaki itu baru saja keluar dari rumah dara dan masuk kedalam mobilnya.