webnovel

Dean

Dara duduk dipinggir lapangan yang berada dibelakang sebuah gedung universitas cukup elite.

Gadis itu fokus menatap layar laptop miliknya. Terdengar riuh segerombolan lelaki bermain basket ditengah lapangan. Salah seorang dari mereka sesekali melirik kearahnya sambil tersenyum tanpa dia sadari.

Cuaca teduh sore itu membuat betah gadis berambut ikal sepundak yang sejak hampir dua jam lalu itu, enggan beranjak dari sana.

Tempat yang menyatu dengan taman umum itu cukup ramai dikunjungi hampir setiap sore. Sebagian besar pasangan muda yang datang kesana menghabiskan waktu sore untuk sekedar ngobrol atau berfoto bersama.

Setelah dua jam berlalu, dara beranjak mengemasi beberapa barang miliknya lalu pergi dari sana.

Senja yang baru saja tenggelam beberapa menit lalu, perlahan berganti awan gelap menjelang malam.

Kazian Deandra. Lelaki bertubuh jangkung yang baru saja selesai dengan kegiatannya, melirik sebuah buku tergeletak dibangku beberapa senti dari tempatnya meletakkan tas ransel miliknya.

Dean mengambil benda itu, lalu bergegas menyusul temannya yang sudah pergi lebih dulu.

Dara yang tiba dirumah beberapa jam lalu, kini sudah tertidur lelap dikamar tanpa berganti pakaian yang sejak pagi melekat ditubuhnya.

Sementara itu, dean yang tengah duduk dibalkon kamarnya, satu tangannya sambil menghisap sebatang rokok dan satunya lagi memegang buku yang dijumpainya tadi sore.

Dean refleks tersenyum kala melihat nama sang pemilik terpampang jelas di bagian depan sampul buku bercorak merah muda polos itu.

Pandangannya beralih pada kesunyian langit malam dengan ribuan bintang diatas sana. Bayangan seseorang yang dia perhatikan beberapa hari belakangan ini terlintas dalam kepalanya.

Wajah mungil yang selalu tampak serius itu, kerap membuat dirinya gemas. Berulangkali dean bergelut dengan batin dan pikirannya hanya untuk mendekati gadis pemilik buku itu. Keraguan tak beralasan, kerap mematahkan tekadnya yang gigih.

Sudah cukup lama dean tak pernah tampak menggandeng perempuan lagi, setelah hubungan terakhirnya saat lulus SMA.

Dean tak benar benar menyukai perempuan yang menjadi kekasihnya dulu. Dia sendiri tak mengerti mengapa saat itu menerimanya, meskipun tak memiliki perasaan apapun.

Hingga saat mengetahui, perempuan itu menghianati dirinya dengan temannya sendiri, justru dean merasa senang karena punya alasan yang pas untuk putus dengannya.

Bagi dean, siapa saja perempuan yang duluan mendekatinya, tak benar punya ketulusan seperti yang selalu mereka bicarakan pada dirinya.

Bukan tanpa sebab, berulang kali dia selalu dipertemukan dengan gadis yang hanya menyukai fisik semata dan juga materinya.

[KAMPUS]

Siang itu, seorang gadis cantik berambut blonde sepinggang, berjalan menghampiri dean sambil tersenyum, lalu duduk disampingnya.

"Babe hari ini temenin gue cafe depan yuk" pinta gadis itu dengan nada manja.

Dean bergeming menatap layar ponsel di genggamannya, namun tiba tiba gadis bernama Carmella itu menyandarkan kepalanya pada bahu lelaki disampingnya.

Dean refleks menggeser kasar bahunya membuat gadis itu kembali mengangkat wajahnya sambil bersungut kesal.

Tak ingin rasa jengkelnya semakin memuncak, dean beranjak meninggalkan mella yang hanya bisa menatap dirinya menuruni tangga, dengan ekspresi wajahnya yang tak berubah.

Bagi gadis populer dikampus itu, siapa yang tak akan jatuh hati pada salah satu center kampus berparas nyaris sempurna dan kaya raya seperti dean.

Mella akan merasa puas jika berhasil memacari dean dan beranggapan semua orang disana akan iri padanya karena sangat beruntung.

Namun tak seperti dugaan awalnya, dean ternyata sangat sulit didekati. Lelaki itu kerap bersikap dingin dan selalu mengabaikan keberadaannya.

Meski memiliki ciri fisik yang disukai kebanyakan lelaki, meluluhkan seorang dean tak semudah bayangannya. Selain menjadi mahasiswi disana, mella seorang freelancer sebagai model salah satu majalah ternama.

Dean tak seperti lelaki lain yang dengan mudahnya jatuh cinta padanya, tanpa dia harus melakukan banyak hal. Namun, mella sangat menyukai sisi dean itu. Baginya sikap lelaki itu, adalah salah satu daya tariknya yang paling memikat.

Sudah hampir tiga tahun ini, dia terus mengejar dean. Seolah tak punya rasa lelah, mella tak juga jera sering mendapat perlakuan kasar dari lelaki itu.

Dean mengendarai mobil dengan kecepatan cukup tinggi di jalanan agak lenggang sore itu. Perasaan muak memenuhi rongga dadanya tiap kali mella selalu berusaha mendekatinya.

Dean berfikir dia tak mungkin pindah hanya untuk menghindari mella, atau mengeluarkan gadis itu dari kampus walaupun punya kekuasaan untuk melakukannya.

Meskipun orangtuanya punya andil lebih, mereka juga mungkin tak akan setuju dengan idenya. Juga, dia sudah hampir berada di semester akhir perkuliahan.

Dean menghentikan mobilnya didepan sebuah cafe. Dia lalu turun dan masuk kedalam sana. Cafe berinterior mewah dan aesthetic itu milik salah satu temannya. Diatas pintu masuk terdapat sign board persegi tebal acrylic bertuliskan DELUXE.

Dean memilih duduk di pojok paling belakang, dekat dengan jendela kaca transparant cukup besar. Ini kali pertamanya mengunjungi tempat itu, setelah beberapa bulan cafe itu dibuka.

Aroma berbagai macam rasa seduhan coffee yang khas, menyeruak ke seluruh ruangan didalam sana. Meski belum genap setahun dibuka, tempat itu mampu menarik cukup ramai pelanggan, lebih banyak didominasi kaum muda yang menyukai tempat fotoable dan nyaman.

Selain tampak agak mewah, pemiliknya tak mematok harga mahal pada setiap menunya. Cukup terjangkau bagi kalangan muda menengah.

Sambil menunggu pesanannya tiba, dean melihat lihat keluar jendela. Tampak padat suasana sore itu. Cafe itu terletak dipinggiran kota, dekat dengan keramaian pusat kota.

Disekelilingnya juga berjejer beberapa bangunan ruko yang juga dijadikan tempat usaha. Tertata rapi dan nyaman dipandang.

Sesaat, netranya tertuju pada sebuah florist di seberang. Mendadak teringat oleh ibunya yang sangat menyukai bunga, dean berencana akan mampir kesana setelah ini.

Saat baru saja akan menoleh ke arah lain, pandangannya kembali tertuju pada seorang gadis yang tak asing baginya, baru saja keluar dari dalam florist itu.

Seorang gadis berambut ikal diikat kesamping, mengenakan dress biru selutut dibalut apron berwarna cokelat sambil membawa dua pot kecil tanaman di kedua tangannya.

Gadis itu tengah menata pot yang dibawanya ke sebuah rak kayu susun kokoh didepan toko bunga itu.

Dean menyipitkan kedua matanya untuk melihat lebih jelas. "Dia?" batinnya tak percaya.

Ragu akan penglihatannya, dean beberapa kali mengusap matanya. Namun apa yang dilihatnya tetap sama. Dia memang gadis yang sering di perhatikan olehnya saat berada dilapangan.

Karena terlalu fokus menoleh keluar jendela, dean tak sadar, saat ini seorang waiter tengah berbicara padanya sambil meletakkan pesanan miliknya diatas meja. Waiter itu mengerutkan kening sejenak, lalu mengabaikannya kembali bekerja.

Dean menggores senyum lebar di wajah tampannya, yang masih setia menatap ke seberang.