webnovel

Dandelion.

Menaruh harap kepada orang lain adalah suatu kesalahan besar. -Anna Mengisahkan tentang seorang gadis yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya. Kerasnya hidup yang harus dijalani memaksanya menjadi pribadi yang kuat. Belum lagi, pada malam ulang tahun kekasihnya, Anna mendapati sang pujaan hati bermain bersama wanita lain. Hatinya hancur tak tersisa. Namun di malam yang sama, secara tak sengaja ia bertemu dengan seorang pria asing yang ternyata adalah pemimpin sebuah perusahaan besar. Melalui malam dengan pria yang tidak dikenalnya, terbangun dipagi hari dengan keadaan tubuh tanpa sehelai benang pun membuatnya kaget sekaligus takut. Sejak malam itu, Anna menghilang. Apa yang akan terjadi selanjutanya? Silahkan dibaca..

Gloryglory96 · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
311 Chs

Bab 32. Pertemuan Tak Terduga (2)

Anna dan Nicho berjalan menjauh dari keberadaan Oma dan Leo, berhenti pada sebuah Gazebo mini dan bersantai di sana.

"Kau mengenal mereka?" tanya Nicho tepat setelah menurunkan Dave dari gendongannya.

"Siapa?"

"Dua orang tadi."

"Tidak, aku tidak mengenal mereka," balas Anna menggeleng tanpa memandang ke arah Nicho.

Mendengar jawaban Anna, Nicho tidak bertanya lagi mengenai hal itu.

"Ini ice cream untukmu," ucapnya menyodorkan sebungkus ice cream pada Anna.

"Terima kasih."

Sedangkan di sisi lain, sepeninggal Anna, Oma kembali duduk pada bangku sedangkan Leo, pria itu tanpa sadar memperhatikan wanita itu secara terus-menerus bahkan setelah Anna sudah berjalan menjauh dari posisinya berdiri.

"Oma, bagaimana bisa wanita tadi bersamamu?" tanya Leo, ikut duduk di bangku.

"Aku yang memanggilnya duduk di sini. Memangnya ada apa? Anaknya sangat tampan dan juga lucu. Mirip dengan Devan ketika masih kecil."

Leo terdiam, apa yang dikatakan Oma benar. Ingatannya berpacu pada lima tahun silam. Pertemuan terakhirnya dengan Anna saat malam pesta ulang tahun itu. Mungkinkah? Tapi, saat itu mereka baru saja saling kenal.

"Mana minumnya?" tanya Oma, keningnya berkerut ketika melihat cucunya yang biasanya banyak bicara kini terdiam mematung.

"Astaga, Oma…"

"Kenapa?"

"Tunggu sebentar, Leo akan membeli yang baru," ucap Leo segera berdiri dan menjauh dari sana.

"Ada apa dengannya?" gumam Oma melihat tingkah Leo tidak seperti biasanya.

Sedangkan di sisi lain, dengan gerakan sigap Leo merogoh saku celananya mengeluarkan handphonenya dari sana.

Cekrek

Dengan kamera resolusi tinggi, ia berhasil memotret keberadaan Anna, seorang putra dan juga pria yang mengaku sebagai suaminya.

"Sepertinya, kamu harus mencari wanita lain, Sepupuku," tulisnya pada pesan bergambar dan kemudian mengirimkannya kepada Devan.

.

.

.

Duduk bersandar seorang diri pada bangku, Leo kemudian kembali mengedarkan pandangannya ke sekitar, Anna sudah tidak ia temukan keberadaannya, mungkin wanita itu sudah pulang?

"Oma, ini sudah sore, ayo pulang," teriak Leo yang sudah mati kebosanan di tempat itu. Segala fasilitas taman yang disediakan telah mereka gunakan.

"Tunggu sebentar lagi."

Leo hanya menghembuskan napas kasar dan tidak merespon, sejak tadi pria itu memperhatikan segala hal yang dilakukan oleh Omanya. Setelah bergabung bersama anak-anak yang sedang bermain seolah tidak peduli dengan usianya, kini Oma kembali menggiring anak-anak itu mengikutinya ke tepi taman. Memborong semua jajanan di sana dan kemudian membagi-bagikannya kepada anak-anak itu, bahkan dengan beberapa orang dewasa yang berlalu di sekitarnya.

Leo menghela napas kasar. Sesekali menyunggingkan senyum mellihat tingkah wanita tua itu yang menurutnya tidak seharusnya dilakukan oleh wanita seusianya. Meski demikian Leo tidak memiliki niat mengganggu sedikitpun, sebab Oma terlihat sangat bahagia.

Leo tahu jelas, bahwa anak-anak itu mengikuti Oma hanya karena jajanan yang diberikan kepada mereka. Dengan usia Omanya yang sudah tua, anak siapa yang ingin bermain-main dengannya? Ya, meskipun tak bisa dipungkiri bahwa fisik Oma masih terlihat kuat.

Bahkan kini, Omanya nampak sedang mengahambur-hamburkan uang, membagikan beberapa lembar uang pada anak-anak itu yang entah jumlahnya ada berapa, dan seketika itu juga ia menjadi pusat kerumunan anak-anak.

Leo yang melihat pemandangan itu, berdehem kemudian bangkit dari posisinya dan mendekat.

"Oma, berhenti menyogok mereka. Ayo pulang."

"Siapa yang menyogok?" respon Oma tanpa menghentikan hal yang dilakukannya saat ini, namun tiba-tiba saja tubuhnya oleng karena desakan dari anak-anak, membuatnya terjatuh ke rumput.

"Oma…" Leo segera menghampiri wanita tua itu, merebut seikat uang di tangannya dan memberikannya kepada seorang anak, "Ini, kalian bagi sendiri dan menjauhlah," ucap Leo, dan kemudian mengangkat tubuh wanita tua itu.

"Apa yang kau lakukan? Jangan mengusir mereka," protes Oma meronta dalam gendongan Leo.

"Ini sudah sore Oma."

"Oma masih ingin bersenang-senang dengan mereka."

"Nanti Leo akan membuatkan cicit yang banyak untuk Oma."

Segera, pukulan keras mendarat di kepala Leo, namuan pria itu hanya meresponnya dengan tawa tanpa berniat menurunkan tubuh wanita tua itu..

.

.

.

"Mengapa Oma diam saja? Oma marah?" tanya Leo, sebab sejak tadi Omanya hanya diam saja tanpa bersuara sedikitpun.

Saat ini mereka sudah berada di dalam mobil, sedang dalam perjalanan pulang.

Oma tidak merespon ucapan Leo, wanita tua itu hanya mendengus.

"Baiklah, Leo minta maaf."

"Oma ingin apa sekarang?"

Oma masih tetap diam tanpa merespon sedikitpun, membuat Leo mengusap wajahnya kasar.

"Bagaimana kalau ke rumah Devan?" tawar Leo.

"Devan? Kau bisa membawaku ke sana?" respon Oma menoleh ke arah Leo dengan senyum di wajahnya.

"Memangnya apa yang tidak bisa cucu tampanmu ini lakukan, Oma?"

"Baiklah, cepat. Ah iya, sebelum sampai di sana. Oma ingin singgah berbelanja beberapa bahan makanan dulu."

"Buat apa Oma?"

"Buat apalagi kalau bukan untuk membuat makanan, kebetulan sudah sangat lama sekali Oma tidak memasak."

"Oma yakin?"

"Heh, kau meragukan kemampuan Oma? Oma mungkin sudah tua, tapi soal masak memasak, boleh dicoba."

"Leo bisa memesan makanan atau meminta maid memasak, Oma. Mengapa harus Oma yang melakukannya? Leo tidak mengizinkannya."

"Selalu saja seperti ini. Anak dan cucu sama saja. Selalu membatasiku, melarangku melakukan ini dan itu, padahal Oma juga ingin melakukan beberapa hal yang Oma inginkan," balas Oma kesal.

"Baiklah, terserah Oma saja," ucap Leo yang akhirnya menurut.