webnovel

Dandelion di Kota Hujan

Impian-impian kecil nya seperti buah beri. Akan kah buah beri itu tumbuh dan menghasilkan beri manis atau kemungkinan lain, tumbuh tapi tidak berbuah. Yang tau hanya Dendalion, impian nya bermulai saat rintik-rintik hujan menyentuh tanah bumi. Aroma Petichtor dan embun di kaca rumah nya adalah ingatan awal tentang mimpi nya.

RA_Lentera · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
2 Chs

01. Awal Baru Dandelion

06:56

Empat menit sebelum pintu gerbang sekolah di tutup, Dandelion tergesa-gesa keluar dari taxi setelah membayar ongkos jalan.

Kakinya hampir saja tersandung selokan kecil dekat gerbang, untung keseimbangan tubuh nya bagus kalau tidak Dandelion harus menahan malu di awal orientasi sekolah.

Dandelion tersenyum sopan menunduk menyapa satpam yang menjaga gerbang sekolah. Pak satpam balas tersenyum. Memasuki parkiran sekolah, di sebelah kiri sepada motor dengan bentuk dan merek bermacam terparkir rapi di sebelah yang lain mobil juga berjejer rapi.

tangan nya mencekam satu tali tas punggung. Meski sedikit gelisah, Dandelion tetap memperlihatkan ekspresi datar. sejujurnya Dandelion sedang menahan senyum saat melihat bangunan megah di hadapan nya.

belok kiri mengikuti langkah anak anak lain yang lebih mengetahui arah bangunan sekolah. Sebelum lebih jauh sebuah tangan menepuk pundak Dandelion pelan.

Dandelion berhenti dan memutar tubuh nya hendak menatap sang pelaku.

"Lo anak baru kan? " tanya gadis bermata coklat itu, rambut nya di ikat satu.

Dandelion mengangguk bingung menatap gadis itu heran.

"Anak baru di suruh ngumpul ke lapangan. Hampir aja lo ngikutin anak kelas 11" seru gadis itu lagi dengan ekspresi datar.

"Ahh" Dandelion mengangguk mengerti, hampir saja ia bersikap bodoh tadi untung gadis itu menolong nya kalau tidak, Dandelion pasti terlihat konyol.

"Makasih udah kasih tau" ujar Dandelion tulus.

Gadis itu pun melangkah ke arah lain dan Dandelion dengan senang hati mengikuti nya ke belakang. Beberapa anak terlihat berlarian menuju lapangan, Dandelion tersenyum kecil.

sebenarnya kalo boleh jujur Dandelion bukan siswa yang baik, Kadang-kadang dari pada datang tepat waktu Dandelion lebih memilih menikmati waktu nya yang terlambat.

Sampai di lapangan Dandelion menaruh tas di kumpulan tas yang lain dekat pohon rindang, setelah itu mengambil barisan paling belakang. di depan gadis tadi berdiri.

Beberapa panitia berdiri berjejer rapi di hadapan anak anak baru. Dandelion yang tidak tertarik memilih menepuk pundak gadis tadi.

"Nama lo siapa" tanya Dandelion pelan.

"Wendy, Wendya Putri" seru gadis itu pelan setelah menengok sekilas ke arah nya.

Dandelion tersenyum mengangguk "Gue Dandelion Berina"

Dandelion akhirnya samar-samar mendengar penuturan kata dari laki-laki jangkung berada di tengah barisan, karena terlalu jauh Dandelion tidak bisa melihat wajah nya dengan jelas.

"Hari ini.... Tanda tangan... sore..." hanya kata kata itu yang terdengar jelas di telinga Dandelion.

Jelas Dandelion kebingungan melihat panitia yang berjejer rapi sekarang berpencar ke berbagai arah, merasa hanya dirinya yang tak mengerti apa-apa. Dandelion mendekati Wendy.

"Sorry, tapi kita di suruh ngapain ya? " tanya Dandelion kebingungan.

Wendy terkekeh mendengar pertayaan teman baru nya, "Kita di suruh minta tanda tangan semua panitia tadi"

"Gitu doang?" seru Dandelion, eh salah ia bahkan tidak melihat wajah panitia satu pun dengan jelas, ungkapan gitu doang tidak tepat dengan situasi genting Dandelion.

Dandelion melihat pergerakan Wendy yang membuka resleting tas punggung lantas mengambil buku dan pulpen sekalian.

"bukan gitu doang sih, kita di suruh mecahin teka teki tempat panitia berada, di tambah gak ada jaminan kita dapet tanda tangan panitia gitu aja"

Dandelion mematung seperti anak bodoh yang tidak mengerti apa-apa, ini yang namanya terlalu santai tidak pada tempatnya.

Dandelion buru-buru menarik tas dan mengambil buku dan pulpen sekalian setelah kesadaran nya kembali. Kaki mengambil langkah lebar agar berjalan sejajar dengan Wendy, hanya dia harapan satu- satu nya.

"Kalo gitu boleh bareng? "Tanya Dandelion dengan ekspresi penuh harap.

" Boleh kok, meski sebenarnya ini tugas individu. Tapi karena gue kasihan sama lo, jadi Ok"

Dandelion menggenggam sebelah tangan Wendy dengan senyum lebar.

"Makasih, gue harap lo terus kasihan sama gue" Dandelion melepaskan tangan Wendy, "Gue gak masalah"

Wendy menggeleng takjub dengan jalan pikiran Dandelion. Akhirnya mereka berhenti berbicara dengan Dandelion yang setia mengikuti langkah Wendy.

berdiri di depan ruangan, Wendy akhirnya memutuskan masuk ke dalam ruangan yang terletak dekat lapangan itu. Setelah nya Dandelion bisa melihat dua panita yang berdiri di depan ruangan serta meja berisi kertas kertas tersusun rapih.

"Kak boleh minta pentujuk nya" tanya Wendy ramah sedangkan Dandelion hanya tersenyum lebar di belakang Wendy. Balas menatap panitia itu ramah.

Di sini peran nya hanya bersikap ramah agar tak menganggu Wendy yang hendak membawa nya dengan senang hati.

Panitia itu mengangguk dan tersenyum ramah, Wendy mengambil dua petunjuk dan setelah itu mengucapkan kata pamit tak kalah ramah.

Dandelion tetap mengekor sampai keluar dari ruangan tadi, lebih mirip gudang peralatan olahraga. setelahnya mereka sekarang berada di kolidor kelas. Wendy menyodorkan kertas ke arah Dandelion.

"Jadi kita cuma perlu nebak letak petunjuk yang ada, setelah ya baru nyari langsung. Biar gak ribet" seru Wendy setelah meliarkan mata nya menatap sekitar dengan rasio besar.

Dandelion setuju dengan langkah pertama Wendy, dari pada berjalan tak tentu arah lebih baik memecahkan nya segera.

"Jadi, gue perlu manggil lo apa?" tanya Wendy.

"lo bisa panggil gue apa aja" balas Dandelion acuh karena fokus menatap kertas panjang berisi teka teki tempat.

"kalo gitu gue panggil lo Beri"

"Eh, " mendengar nama panggilan lama nya di panggil lagi membuat Dandelion terkejut bukan main.

"kenapa? tadi lo bilang kan nama lo Dandelion Berina" wajah Wendy terlihat heran.

Dandelion meringis, "Gue kurang suka panggil an Beri" jawab Dandelion jujur

"Padahal menurut gue bagus, lebih gampang juga. Gue panggil lo Beri ya"

Tidak bisa menolak karena Wendy telah menolong nya, Akhirnya Dandelion hanya tersenyum sebagai jawaban.