webnovel

DADY

Rafael suka sekali dengan anak kecil, tapi dia paling benci pernikahan dan wanita, hampir semua wanita hanya mengincar uangnya saja. Satu ketika Rafael terpikirkan untuk punya seorang anak, keturuan, untuk meneruskan perusahaannya, tapi tanpa menikah? bagaimanakah kisahnya?

KILLY · Historia
Sin suficientes valoraciones
394 Chs

MULAI PROGRAM

Rafael tak bisa melupakan kecupan singkat dari Hany yang bahkan tak sengaja. Dia terus terbayang kecupan itu.

***

Paginya Rafael sudah meminta Hany untuk siap-siap karena besok dia akan mengajaknya ke rumah sakit untuk menemui dokter kandungan. Mereka akan melalukan program agar Hany bisa hamil tanpa melalukan hubungan intim. Rafael masih benci dan jijik dengan wanita.

Kecuali mamanya yang baginya sangat tulus. Satu-satunya wanita tertulus yang dia kenal.

"kak."

Rafael masih di kantor, baru saja dia selesai meeting. Sampai adiknya datang, Bisma. Dia baru saja pulang kuliah.

"Hmm..."

Rafael hanya berdehem, karena pikirannya penuh dengan Hany.

"Boleh pinjem mobil gak? Mobil gue dibengkel." kata Bisma duduk dikursi depan meja kerja Rafael.

"Di rumah ada banyak mobil loh. Pakai aja." kata Rafael kesal dengan tingkah adik satunya ini.

Sayang, tapi kalau udah minta. Sampai barang kesukaan Rafael aja suka dia minta dan karena terlalu sayang, Rafael tak bisa menolak permintaannya.

"Ya kan gue sukanya mobil yang lagi lo pakek." katanya merajuk pada sang kakak.

"Ok!"

Rafael akhirnya memberikan kunci mobilnya pada Bisma. Bisma langsung mendekati Rafael, memeluk bahkan mencium pipi Rafael. Membuat Rafael melongo melihat adiknya yang keluar dari ruangannya.

"Sialan. Kenapa lo mesti cium pipi gue sih, Bis. Bekas hany hilangkan!"

Umpatnya bergumam. Rafael melihat jam tangannya. Dia menelpon supirnya untuk mengambil mobil lain dan segera ke kantor kembali. Rafael juga menelpon hany untuk bertanya apakah hany sudah siap.

***

Kringg..

Hany baru saja mengenakan pakaiannya, baru saja selesai mandi. Dia memakai pakaian yang sudah Rafael siapkan. Seorang pembantu datang malam itu, Hany kira mungkin karena rumahnya besar. Pembantunya lebih dari satu. Wow. Rumah hany dulu sederhana, satu pembantu cukup. Tapi ini empat, hany rasa dia sangat kaya. Rafael benar-benar kaya.

Tapi sebenarnya Rafael tak ingin hany kesepian dan tidak betah di rumah itu jadi dia meminta bodyguardnya untuk mencari lebih banyak.

Satu berusia tua, wanita paruh baya yang akan menjadi ketua pelayan dari dua yang lebih muda, mungkin seusia diatas mamanya Rafael, yang satunya seusia mama Rafael, satunya lagi seusia hany dan satunya lebih muda, bisa dibilang adik hany.

"Nona, telpon dari tuan Rafael." kata seorang pembantu yang masuk ke kamar. Dia yang lebih muda dari hany.

Karena insiden malam itu, Rafael memberikan ponsel untuk hany. Tapi hari ini pun hany tak mengangkat telpon Rafael. Terpaksa Rafael menelpon lewat telpon rumah.

"Iya, terimakasih."

Kata hany yang masih kesusahan mengenakan bajunya, terurama dengan resleting yang macet.

"Ahkk.. Sialan. Apa dia membeli baju bekas. Kenapa ini macet."

Dan bodohnya, hany hanya fokus pada resleting dipunggung, telpon dan ponsel lalu tak meminta tolong pada pembantunya tadi.

"Ahkk.. Begog."

Hany jadi kesal pada dirinya sendiri. Hany mengangkat telponnya.

***

Rafael sudah didalam mobil setelah supirnya datang dan mengambil mobil baru. Rafael menelpon hany dari dalam mobil.

"Apa kamu sudah siap?" tanya Rafael.

"ahkk.." bukannya menjawab tapi hany malah mendesah karena kesulitan menaikan resletingnya.

Rafael makin kesal, dia menggertakan giginya. Kenapa hany harus terdengar mendesah.

Rafael tak tahan. Dia langsung menutup telponnya. Setelah ciuman walau dipipi lalu desahan. Rafael bisa gila jika hany terus seperti itu. Berkali-kali dalam perjalanan Rafael meyakinkan hati dan pikirannya. Hany tak akan bisa membobol pertahanannya, sakit hati dengan wanita.

Tak bisa!

Wanita itu tak ada yang tulus.

Ini hanya hubungan timbal balik.

Tidak lebih.

Iya!

Harus!

Rafael berkali-kali meyakinkan dirinya hingga sampai di rumahnya. Dia langsung masuk dan memeriksa sendiri keadaan hany. Apa dia bermain dengan salah satu bodyguardnya. Jalang. Rafael kesal dua berjalan cepat dengan menahan amarah yang hampir meledak.

Brakk!

Rafael membuka pintu kamar dengan kasar. Membuat hany yang masih mencoba menaikan resletingnya keatas, tapi tak bisa.

"Apa kau sedang bermain deng-"

Rafael berhenti ketika melihat hany yang kesusahan didepan cermin sedang mencoba menaikan resletingnya.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Rafael curiga.

"Tuan, anda kaya. Kenapa beli pakaian yang resletingnya macet. Ini... Ahh.. Menyusahkan." kata hany lagi yang memang tak sengaja... Terdengar mendesah bagi Rafael.

"Kenapa tidak meminta tolong pada pembantu disini? Atau yang lain."

Rafael kesal kenapa hany selalu menggodanya. Situasi selalu membuat Rafael hampir tergoda dengan hany. Tadi Rafael sedikit melihat punggung indah dan mulus hany. Sedikit membuatnya tergoda tadi tapi hany langsung membalikan badannya.

"Turun kebawah dengan punggung seperti ini? Dan semua bodyguard anda yang berjaga disetiap sudut rumah ini melihat punggung saya. Tidak!" hany menggeleng.

"Bisa menelpon mereka."

"Ahh iya. Apa aku harus menelpon mereka?"

Hany terlalu kesal dan panik jadi tak terpikir menelpon telpon rumah dibawah. Hany ingin mengambil telpon tapi Rafael langsung menghentikan tangan hany untuk mengambil ponselnya.

"Tidak usah, memakan waktu. Biar aku yang bantu. Kita harus segera ke klinik."

Rafael membalikan badan hany. Hany pun hanya mengikutinya. Sekali lagi, bahkan kali ini melihat dengan puas dan juga sedekat ini. Rafael menahan nafasnya, menahan hasratnya yang menggebu.

Dia ingat bagaimana dulu dia pernah bercinta dengan kekasihnya yang pergi dan selingkuh. Dia rindu, setiap sentuhan.. Rasanya menyentuh seorang wanita. Sangat rindu.

Greppp..

Tak mau hilang kendali Rafael langsung menaikan resleting pakaian hany. Dia langsung berjalan keluar.

"Cepatlah turun." kata Rafael dengan cepat melangkah menjauhi hany dan punggung menggodanya.

"Kita langsung ke klinik." imbuhnya lagi.

"Tidak sarapan dulu?" tanya hany yang hampir pergi, keluar kamar dan sarapan dulu.

Tadi pagi pembantunya bertanya mau dimasakan apa untuk sarapan? Hany kira dia akan sarapan dengan yang lain. Manusiakan butuh sarapan. Hany tak enak kalau sampai dia tak memakan masakan bibik, dia kan sudah merepotkan. Masak tidak memakannya.

"Tuan bisa sarapan dulu." kata hany yang berjalan cepat mengejar Rafael.

"Tidak ada, langsung ke klinik. Kita sudah sangat terlambat dengan resletingnya." Rafael tak mengizinkan. Membuat hany cemberut.

"Ahh. Salah siapa? Siapa yang membeli pakaian ini."

Hany ikut masuk ke mobil Rafael. Dia meninggalkan pesan pada ningning, pembantu paling muda disana.

Aku akan segera kembali. Aku ingin makan dengan kalian.

Hany menulis itu. Di rumahnya dia hampir tak pernah dianggap. Lalu di rumah Rafael itu, pembantu dan yang lain walau baru semalam sangat perhatian dan menyayanginya.

Baik nona.

Ningning membalasnya. Hany tersenyum senang. Rafael yang baru kali ini melihat senyuman hany senang tapi terkejut dan penasaran. Apa yang membuatnya tersenyum. Apa dia punya kekasih yang mengirim pesan dan membuatnya tersenyum.

Rafael bisa gila dengan pemikirannya tentang hany. Ahh