webnovel

Crazy Rich Squad : Dolmabache Gate

SINOPSIS "Jangan pernah bicara tentang arti cinta kepadaku. Seseorang yang tidak mengerti arti seni tidak pantas bicara tentang cinta. Dan kamu, adalah salah satunya." Prameswari terpaku, kalimat itu membuatnya sadar, bahwa selama ini, sikap kasar dan dingin yang ditunjukan Ferhat untuk dirinya, adalah luka masa lalu saat Ferhat hidup sebagai Aslan, yang telah digoreskan olehnya. Belum sempat Prameswari menjelaskan segalanya, Aslan telah menutup mata perlahan di pangkuannya sambil tersenggal seolah nafasnya akan berhenti. Tepat di saat Prameswari hendak mencabut belati tersebut, berharap masih sempat menyelamatkan Aslan dan menjelaskan semuanya, kesadarannya seperti berangsur hilang, dan tiba-tiba saja dirinya telah berada dalam pelukan seseorang yang paling dia benci di dunia ini. Ferhat. ~•••~ Prameswari adalah seorang siswi teladan dari desa kecil di Jawa Tengah, tepatnya Desa Bangsri Jepara yang mendapatkan beasiswa untuk meneruskan pendidikan di salah satu pusat mode dunia, yaitu kota Paris, negara Perancis. Keadaan membawanya pada perseteruan panjang dengan Ferhat, Asisten Dosen yang menjadi pembimbingnya. Ferhat memang selalu dingin dan cenderung sinis kepada wanita, tidak terkecuali kepada Prameswari. Meskipun demikian, Prameswari tidak perduli. Sampai saat mereka harus bekerjasama membuat tugas proyek yang membuat keduanya terpaksa pergi ke Istanbul Turki bersama-sama. Sebuah peristiwa supranatural membuat Prameswari tersedot dan mengalami kehidupan di masa lalu, yang membuatnya mengerti, mengapa Ferhat sangat membenci wanita, khususnya Prameswari. Prameswari yang menyadari bahwa Aslan dan Ferhat adalah jiwa yang sama dalam raga yang berbeda, serta hidup dalam waktu yang berbeda, membuatnya mengerti, mengapa Ferhat sangat membenci dirinya.

Risa Bluesaphier · Historia
Sin suficientes valoraciones
24 Chs

13. Ketakutan Tanpa Alasan

Seseorang menyentuh pundak Prameswari. David, mentor dari Edmond tersenyum kepada Prameswari yang masih saja memejamkan mata dengan gelisah dalam pelukan Jenny.

"Kamu mau sampai kapan di sini?" tanya David sambil tersenyum menahan tawa melihat Prameswari.

Perlahan Prameswari membuka matanya. Hanya ada dirinya dalam pelukan Jenny, David di hadapannya, dan Gervaso yang sedang tertidur lelap.

"Ba... bagaimana Gervaso?" Tanya Prameswari tergagap saking takutnya.

David tersenyum lagi. "Gervaso baik-baik saja. Dia masih tidur. Berta bilang, Gervaso hanya mengigau. Kalau menurut Arnold, Gervaso mengalami semacam gangguan saat tidur, uhmm... apa tadi istilahnya?" David menatap Jenny meminta konfirmasi. "Samno.."

"Somnioquy." Jawab Jenny memotong kalimat David.

"Iya, benar. Somnioquy. Arnaold bilang itu tidak berbahaya. Kalau ahlinya bilang begitu, maka kita hanya perlu mempercayainya. Iya kan, Jenny?"

Jenny tersenyum dan mengangguk. Keduanya menatap Prameswari mencoba untuk menenangkan gadis itu. Mereka mengerti bahwa Prameswari sedang didera rasa bersalah, meskipun rasa itu tidak memiliki alasan sama sekali.

Para mentor yang sempat membahas prilaku anak-anak didik mereka sempat membahas peristiwa saat Prameswari memberikan pertolongan pada Gervaso. Arnold memberikan analisanya, dan sejauh yang dia ketahui, Prameswari sama sekali tidak menunjukkan gerak-gerik yang mendendam rasa, hingga dengan sengaja ingin mencelakakan Gervaso.

Sedangkan Ferhat, memang seperti membenci Prameswari, namun hal tersebut diyakini oleh Arnold tidak memiliki dasar yang kuat. Sebab Arnold melihat keraguan di mata Ferhat setiap kali melemparkan kebencian terhadap Prameswari. Sedangkan Ferhat sendiri tampaknya tidak memahami mengapa dirinya sangat membenci Prameswari. Itulah sebabnya Arnold merasa perlu semakin mendekati Ferhat untuk mencari tahu sebabnya.

Jenny dan David mengajak Prameswari untuk kembali ke ruang makan. "Kamu ingin melanjutkan makan malammu?" Tanya Jenny ramah. Prameswari yang memang masih lapar segera mengangguk. Ketiganya menuju ruang makan yang tampak sepi. Hanya ada ketiga sahabat Prameswari, William dan Lisa yang sedang menghabiskan makanan penutup sambil bicara hal-hal ringan seputar profesi mereka masing-masing.

Prameswari mendekati Lisa dan William. Keduanya spontan menghentikan pembicaraan ketika Prameswari menghampiri.

"Apakah kalian tahu, di mana Arnold?" Tanya Prameswari sopan.

"Tadi ada di ruang tamu, sedang ngobrol dengan Hannah." Jawab Lisa dengan senyum manisnya. Saat seperti ini, tidak seorangpun akan menyangka bahwa profesi Lisa adalah seorang sniper.

"Terima kasih Lisa. Uhm, apakah mengganggu jika aku datang saat mereka sedang bicara?"

Lisa mengedikkan bahunya. "Aku tidak tahu, tetapi kamu bisa datang lalu mengetuk pintu atau berdehem untuk menginformasikan bahwa kamu datang tanpa diundang, namun memiliki keperluan untuk bicara dengan salah satu di antara mereka. Kalau mereka mengizinkanmu, maka berarti kehadiranmu sama sekali tidak mengganggu." Jawab Lisa panjang lebar.

"Baiklah, aku mengerti." Prameswari segera beranjak ke ruang tamu, namun dihentikan oleh Jenny.

"Tadi kamu bilang masih lapar. Apakah kamu perlu menyimpan dulu kudapan untuk dimakan nanti? teman-temanmu bisa membawanya ke kamar jika kamu mau."

Prameswari menatap sahabat-sahabatnya. "Bolehkah?"

Ketiga sahabatnya mengangguk sambil tersenyum. Hien bahkan mengacungkan dua jempolnya untuk Prameswari. Membuat Prameswari ikut tersenyum. Sahabat-sahabatnya mengerti, pasti Prameswari ingin berkonsultasi tentang sesuatu pada Arnold, terkait kondisi Gervaso. Bagaimanapun mereka juga ikut merasa khawatir. Terutama saat mendengar jeritan Gervaso yang tiba-tiba, sehingga membuat acara makan malam mereka berantakan.

Prameswari sudah memasuki area ruang tamu, namun sedikit ragu untuk melangkah lebih jauh. Beruntung saat itu Hannah yang sedang bicara dengan Arnold dan menghadap ke arahnya, melihat Prameswari yang berdiri mematung. Sambil tersenyum Berta melambaikan tangan ke arah Prameswari.

"Hei, kemarilah. Mari kita ngobrol."

"Bolehkah?" Tanya Prameswari sopan. Budaya Jawa yang terbiasa diajarkan oleh orang tuanya telah melekat ke dalam diri Prameswari, sehingga dirinya merasa perlu untuk memastikan bahwa dia tidak sedang mengganggu orang lain dengan kehadirannya.

Arnol memutar lehernya untuk melihat siapa yang sedang diajak bicara oleh Hannah. Sedetik kemudian senyum Arnold mengembang, membuat Prameswari merasa lega.

"Ayo sini, bergabung dengan kami. Sudah selesai makan malamnya?" Tanya Arnold ramah.

Prameswari mengangguk sambil tersenyum kaku. Lalu memaksakan diri untuk melangkah mendekati Hannah dan Arnold yang menunggunya.

"Duduklah di sini." Hannah menepuk kursi di sebelahnya, membuat Prameswari mengikuti, dan duduk diantara Berta dan Arnold.

"Apakah aku mengganggu kalian?" Prameswari hanya perlu memastikan bahwa dirinya sungguh-sungguh tidak sedang mengganggu pembicaraan antara Arnold dan Hannah.

"Tentu saja tidak, sayang." Hannah menepuk punggung tangan Prameswari dengan hangat. "Ada yang ingin kamu bicarakan dengan kami?" Tanya Hannah ramah.

Prameswari menatap Arnold dan Berta bergantian. "Gervaso. Bagaimana kondisinya?" Tanya Prameswari lirih.

Arnold menggeser duduknya lebih mendekat pada Prameswari. Sebelum menjawab Arnold memberikan senyumnya pada Prameswari, agar Prameswari menjadi lebih tenang.

"Gervaso baik-baik saja. Dia sedang tidur." Jawab Arnold santai.

"Maksudku, tadi itu... dia... kenapa...?" Prameswari bingung untuk mengungkapkan apa yang ingin dia sampaikan. Sehingga membuat kata-katanya seperti tersumbat di kerongkongan.

"Oh, yang tadi itu hanya semacam mengigau. Tidak apa-apa. Mungkin di bawah sadarnya Gervaso bermimpi jatuh, memorinya memutar kembali kondisi saat dia terjatuh, sehingga dia berteriak. Tetapi aku dan dokter Hannah sudah memeriksanya, dan menurut kami, tidak ada sesuatupun yang salah."

Prameswari masih penasaran. "Tetapi, mengapa kalian memberi dia infus?"

"Gervaso mungkin tidak mampu menahan nyeri di tubuhnya. Dan dia meminta agar diberi obat tidur yang membuatnya terlelap. Itu bagus, sebab dia bisa beristirahat dengan lebih baik saat tidur. Namun, tadi dia hanya sempat makan sedikit, dan efek obat tidurnya mungkin baru hilang tengah malam, tergantung kondisi Gervaso. Untuk membuat staminanya tetap bagus meskipun dia tidak makan atau minum, maka kami memberinya infus. Hanya vitamin." Hannah mencoba menjelaskan dengan bahasa yang sederhana agar mudah dipahami oleh Prameswari.

"Aku, aku tidak tahu kalau obat gosok yang aku berikan memiliki efek samping tertentu. Sejauh ini, aku dan keluargaku, juga sahabat-sahabatku baik-baik saja dan tidak mengalami masalah saat menggunakannya. Itu hanya obat luar. Harusnya tidak bermasalah. Tetapi jika memiliki efek berbeda pada Gervaso, apakah hal terburuk yang akan terjadi?"

Arnold menepuk punggung Prameswari penuh perhatian. "Dengar gadis cantik. Tidak ada efek samping. Seperti yang kamu katakan, itu hanya obat luar, dan seharusnya memang tidak akan berpotensi menimbulkan masalah apapun. Gervaso hanya tidak terbiasa berolahraga, lalu dia harus bergulat bersama Jenny, dan kebetulan meja bilyardnya juga sudah terlalu tua untuk menyanggah beban tubuh mereka. Semuanya jadi seperti itu, padahal sesungguhnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan, sebab memang tidak ada yang harus ditakutkan."

Prameswari menatap Hannah. "Jika sesuatu terjadi pada Gervaso, dan aku harus menerima hukuman, maukah kalian mempertimbangkan untuk membebaskan sahabat-sahabatku dari hukuman?" Prameswari memalingkan wajahnya ke arah Arnold, memohon dukungan. "Maukah kalian menyampaikan kepada Geraldo perihal ini?"

"Aku ada di sini Prameswari. Dan aku pastikan tidak ada hukuman untukmu maupun sahabat-sahabatmu." Geraldo yang entah kapan sudah berada di belakang sofa bersama David, sedang tersenyum kepada Prameswari. Di sana juga berdiri Enzo dengan wajah datarnya.

Enzo mendengar semua perkataan Prameswari. Enzo akhirnya memahami, bahwa Prameswari sungguh-sungguh berniat baik membantu Gervaso. Tetapi bagaimanapun, sebagai sahabat, dia ikut merasa khawatir dengan kondisi Gervaso. Yang menjadi masalah adalah posisinya saat ini sebagai ketua proyek, membuat dirinya harus berlaku adil terhadap seluruh tim yang berada dalam kepemimpinannya. Jadi mulai sekarang, Enzo akan berdiri di antara dua sisi dengan adil. Setidaknya, itu yang akan berusaha dia lakukan, tentunya dengan bimbingan para mentor pendampingnya.

"Apakah ada yang menjaga Gervaso di ruangannya? Aku bisa berjaga di sana, jika Gervaso bangun dan membutuhkan sesuatu, aku bisa segera membantunya." Prameswari menawarkan diri.

Baru saja Enzo akan menjawab, terdengar keributan di ruang makan. Serempak mereka segera menuju ruang makan. Di sana berdiri Gervaso bersama Ferhat, Edmond, dan Nikolazs.