webnovel

Crazy Rich Squad : Dolmabache Gate

SINOPSIS "Jangan pernah bicara tentang arti cinta kepadaku. Seseorang yang tidak mengerti arti seni tidak pantas bicara tentang cinta. Dan kamu, adalah salah satunya." Prameswari terpaku, kalimat itu membuatnya sadar, bahwa selama ini, sikap kasar dan dingin yang ditunjukan Ferhat untuk dirinya, adalah luka masa lalu saat Ferhat hidup sebagai Aslan, yang telah digoreskan olehnya. Belum sempat Prameswari menjelaskan segalanya, Aslan telah menutup mata perlahan di pangkuannya sambil tersenggal seolah nafasnya akan berhenti. Tepat di saat Prameswari hendak mencabut belati tersebut, berharap masih sempat menyelamatkan Aslan dan menjelaskan semuanya, kesadarannya seperti berangsur hilang, dan tiba-tiba saja dirinya telah berada dalam pelukan seseorang yang paling dia benci di dunia ini. Ferhat. ~•••~ Prameswari adalah seorang siswi teladan dari desa kecil di Jawa Tengah, tepatnya Desa Bangsri Jepara yang mendapatkan beasiswa untuk meneruskan pendidikan di salah satu pusat mode dunia, yaitu kota Paris, negara Perancis. Keadaan membawanya pada perseteruan panjang dengan Ferhat, Asisten Dosen yang menjadi pembimbingnya. Ferhat memang selalu dingin dan cenderung sinis kepada wanita, tidak terkecuali kepada Prameswari. Meskipun demikian, Prameswari tidak perduli. Sampai saat mereka harus bekerjasama membuat tugas proyek yang membuat keduanya terpaksa pergi ke Istanbul Turki bersama-sama. Sebuah peristiwa supranatural membuat Prameswari tersedot dan mengalami kehidupan di masa lalu, yang membuatnya mengerti, mengapa Ferhat sangat membenci wanita, khususnya Prameswari. Prameswari yang menyadari bahwa Aslan dan Ferhat adalah jiwa yang sama dalam raga yang berbeda, serta hidup dalam waktu yang berbeda, membuatnya mengerti, mengapa Ferhat sangat membenci dirinya.

Risa Bluesaphier · Historia
Sin suficientes valoraciones
24 Chs

12. Makan Malam

Waktu menunjukkan pukul tujuh lewat duapuluh menit. Hien masih sibuk membereskan cat kukunya dan berusaha mengeringkannya dengan sebuah fan mini. Prameswari masih nampak lesu sejak ke luar dari ruangan Gervaso. Tadi dirinya masih bisa merasa tenang, namun saat ini, rasa tenang itu berangsur-angsur menghilang seperti kabut pagi hari saat mentari mulai bersinar.

Tadi dia sempat berdoa saat selesai sholat, eminta agar Tuhan membantunya dengan membuat Gervaso menjadi lebih baik. Di hadapan Tuhan Prameswari bersumpah bahwa dirinya sungguh-sungguh berniat baik untuk menolong Gervaso. Meskipun Prameswari tahu bahwa Tuhan mengetahui isi hatinya, namun Prameswari terbiasa mengungkapkan segalanya kepada Tuhan dalam doa dengan kata-kata lirih yang mampu di dengar oleh telinganya sendiri. Entah mengapa efek dari mendengar doanya sendiri seringkali menambah keyakinannya, bahwa Tuhan akan selalu mengabulkan setiap doa-doa yang dia panjatkan.

Namun, entah mengapa, kali ini keyakinan tersebut tidak begitu tebal. Meskipun Prameswari telah mencurahkan isi hatinya dalam doa. Selesai berdoa dia tetap saja merasa gelisah dan tidak begitu yakin. Dia berharap, saat efek obat tidur itu lenyap, Gervaso akan bangun dengan tubuh bugarnya. Prameswari sungguh-sungguh mengharapkan keajaiban itu terjadi. Menjelang waktu makan malam, Prameswari jadi semakin gamang. rasanya enggan bertemu dengan tatapan penuh permusuhan dari Ferhat. Bukan karena takut, namun saat ini Prameswari merasa harus mempertimbangkan banyak hal dalam menghadapi Ferhat dan menekan ego sedalam-dalamnya. Sebab dia tidak ingin sahabat-sahabatnya menjadi korban karena dirinya.

"Sepuluh menit lagi, ayo kita ke ruang makan." Sanjona mengingatkan sahabat-sahabatnya.

"Hien, kukumu sudah selesai?" Tanya Laksmi pada Hien yang masih meletakkan kukunya di depan fan kecil di hadapannya.

"Aku sudah selesai. Ayo kita ke luar. Lebih baik kita tidak mencari masalah dalam tugas ini." Jawab Hien sekenanya.

Prameswari langsung menatap sahabta-sahabtanya dengan rasa bersalah.

Hien yang menyadari bahwa Prameswari sedang sensitif menyadari kekeliruannya. Segera meralat ucapannya sambil menatap Prameswari dengan tatapan penuh penyesalan. "Maksudku, akan lebih baik jika kita selalu hadir in time, artinya sebelum waktu yang ditetapkan. Dan apapun tugas yang diberikan, kita usahakan untuk mendapat nilai terbaik. Bukankah kita memang selalu seperti itu?"

Laksmi merangkul Hien yang merasa bersalah. Laksmi mengerti bahwa Hien tidak bermaksud menyinggung perasaan Prameswari. sanjona yang juga memahami situasinya menghampiri Prameswari lalu menjawil pipinya sambil menggoda, berusaha mencairkan suasana.

"Coba kita tebak, makan malam seperti apa yang akan dihidangkan untuk kita sebentar lagi? Bersyukurlah, setidaknya kita bisa menghemat tiga euro per orang dari budget makan malam kita. Benar, kan?" Sanjona mengedip-ngedipakan matanya mencoba membuat Prameswari tersenyum.

Selama ini, Prameswari emmang paling terkenal diantara mereka dalam hal penghematan budget. Dengan berbagai cara, mereka berempat selalu berusaha agar biaya kehidupan mereka bisa seminimal mungkin, namun tetap memenuhi nutrisi dan gizi untuk mereka. Prameswari rajin mencari informasi kombinasi makanan murah apa yang bisa masuk dalam budget mereka namun kandungan gizinya juga cukup. Dan tiga euro adalah budegt makan malam mereka. Dengan budget tersebut, mereka sering berbelanja untuk mengolah makanan mentah seharga dua belas euro menjadi hidangan yang lezat. Prameswarilah yang paling pandai melakukan itu.

Melihat wajah Sanjona yang polos, Prameswari akhirnya tersenyum. Dia tahu Hien tidak bermaksud menyinggungnya. Dia mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak terlalu sensitif atau baper. Jadi dengan senyumnya dia memastikan, bahwa dirinya baik-baik saja. Hien yang tadinya sempat merasa bersalah ikut senang melihat senyuman Prameswari.

"Ayo, kita ke ruang makan sekarang." Ajak Hien. Dia menghampiri Prameswri dan merangkulnya. Dengan bergandengan, Hien melangkah ke luar di ikuti oleh Laksmi dan Sanjona.

Di ruang makan, Berta dan dokter Hannah tampak sedang sibuk menata meja makan dibantu oleh Arthur dan William. Mereka tersenyum kepada para gadis yang baru saja memasuki ruang makan.

"Hallo gadis-gadis cantik. Ayo, duduklah, ambil tempat duduk kalian. Bebas saja, terserah kalian mau dududk di mana." William memberi isyarat, bahwa mereka tidak harus selalu berkelompok, namun membiarkan para gadis untuk memutuskan. Para mentor hanya akan menyaksikan dan melihat perkembangan mereka.

Dan seperti yang sudah di duga oleh semuanya, keempat gadis itu memilih untuk duduk saling berdekatan seperti biasanya. William, Arthur, Berta dan dokter Hannah saling bertatapan lalu tersenyum simpul.

Tidak lama kemudian rombongan 'Putra Mahkota' minus Gervaso hadir, diiringi oleh mentor lainnya. Seperti para gadis, keempat pria tersebut juga memilih duduk saling berdekatan. Ketegangan antara kedua pihak masih terlihat belum mencair. Para mentor hanya menyaksikan dan tersenyum melihatnya.

Setelah semua duduk, Geraldo meminta Enzo untuk memimpin doa. Sebuah simbol, bahwa sebagai pemimpin proyek, Enzo harus bisa membawa diri dan menjadi panutan. Sesaat sebelum Ennzo mulai berdoa, Ferhat menyela.

"Enzo, jangan lupa berdoa, agar Gervaso cukup kenyang dengan makan malam sekantong infus." Ferhat mengucapkan kalimat sarkasmenya dengan penekanan di sana-sini. Seolah-olah ingin memberikan informasi, betapa Gervaso sangat merana karena Prameswari. Fakta bahwa Gervaso mengalami lebam dan sakit diseluruh tubuh karena adu gulat dengan Jenny seolah-olah menguap entah ke mana. saat ini sepertinya keadaan Gervaso terjadi karena Prameswari seorang.

Prameswari mengepalkan tangannya. Wajahnya mulai memerah. Namun Enzo yang terbebani tanggung jawab sebagai pemimpin proyek, dan diharapkan mampu menjadikan orang-orang dalam teamnya akur dan bersatu, mencoba menetralisisr suasana dengan memberikan kata pengantar sebelum berdoa.

"Teman-teman dan para mentor. Hari ini, mari kita mensyukuri apa yang ada di hadapan kita. Berkah berupa hidangan yang siap kita santap, berkah kebahagiaan serta kebersamaan diantara kita dalam melakukan tugas kampus, dan yang tidak kalah penting adalah berkah kesehatan. Jika ada diantara kita yang sakit, mari sama-sama kita doakan agar sakitnya segera sembuh sehingga bisa bergabung bersama kita. Jika ada yang sedih, semoga kesedihannya diangkat, sehingga bisa bergembira bersama kita. Dan jika ada yang terluka, semoga lukanya segera disembuhkan baik lahir maupun bathin. Berdoa menurut kepercayaan dan keyakinan kita masing-masing, dimulai."

Suasana tenang menemani acara makan malam yang dihadiri oleh tujuhbelas belas orang. Dalam kondisi normal, seharusnya makan malam seperti ini cukup riuh. Namun kondisinya memang berbeda, sehingga masing-masing tepekur dengan makanan yang dihadapannya masing-masing tanpa banyak bicara.

Para mentor memang sudah diperintahkan untuk tidak terlalu banyak mengatur, kecuali terkait tugas-tugas yang harus dilakukan oleh anak didik mereka. Jadi apapun yang dilakukan nak didik mereka selama masih dalam batas wajar, mentor pendamping akan membiarkannya.

Dalam keheningan diantara denting sendok yang beradu dengan piring, tiba-tiba terdengar teriakan dari kamar Gervaso. Sejenak semua menghentikan aktifitasnya, lalu Ferhat melesat meninggalkan meja makan, di susul oleh yang lainnya. Satu per satu menyesaki kamar Gervaso untuk menyaksikan apa yang sedang terjadi. Prameswari dan sahabat-sahabatnya adalah yang paling khawatir dan diliputi rasa takut teramat sangat.

"Ya Allah ya Tuhanku, dengan segala kerendahan hati, kumohon, jangan beri aku cobaan yang lebih berat lagi. Kalaupun harus, kumohon jangan libatkan sahabat-sahabatku." Prameswari memejamkan mata sambil berdoa dalam hati penuh harap. Dia bersandar pada dinding dengan lunglai.

Jenny yang melihat kondisi Prameswari segera mendekat, dia berdiri di dekat Prameswari dan merangkulnya. Bagaimanpun, Jenny ikut merasa bersalah. Pada saat adu gulat terjadi antara dirinya dan Gervaso, Jenny hanya mengeluarkan sepersepuluh kemampuannya. Dia hanya mengunci setiap gerakan Gervaso. Sayangnya mereka tidak mempertimbangkan kekuatan meja bilyar saat menahan berat tubuh dua orang yang saling bergulat di atasnya.

Kekuatan meja bilyar tersebut akhirnya harus kalah, sehingga membuat dua tubuh di atasnya harus terbanting. Sialnya, Gervaso yang sama sekali tidak memiliki dasar ilmu beladiri, tidak tahu bagaimana harus melindungi tubuhnya saat jatuh, sehingga dia jatuh dengan tangan sedikit terpelintir dan menyentuh lantai agak keras. Meskipun demikian Jenny sempat menahan tubuh Gervaso dengan tubuhnya. Jika tidak, bisa dipastikan Gervaso akan mengalami patah tulang atau setidaknya retak.