Sinta berteriak dengan jengkel, "Lu udah gak waras ya?! Itu si Satria! Satria! Dia itu bukan orang kaya ataupun tampan. Kalau lu tanya gue, gue lebih mending milih kak Bayu. Udah tampan, kaya pula"
Aruna diam, dia sepenuhnya memahami apa yang dikatakan oleh Sinta, "Tapi Sin, aku cukup sadar diri. Orang kayak Bayu gitu pasti banyak yang suka, sementara aku kalau dibandingkan dengan orang macam Arin, aku gak seberapa cantik. Tapi Satria itu beda, dia… dia baik sama semua orang, yah kecuali untuk orang jahat macam kita. Karena itu, aku mau mulai berubah sekarang, dari awal aku juga gak pernah suka bully orang"
Sinta berteriak, "Omong kosong! Lu pasti kena pelet sama Satria, kan? Sadar woi! Kalo lu gak mau bully orang dan peras mereka lagi, kita yang bakal dihajar habis sama kelompoknya Ivan"
Aruna bungkam sambil terus menunggu suasana sedikit lebih tenang.
Sinta juga menyadari niat Aruna, ia menghela napas panjang untuk menenangkan diri. Keputusan serta ucapan yang dikeluarkan saat sedang marah biasanya tidak berakhir baik. Aruna dan Sinta memahami hal itu cukup baik karena mereka sering mengalaminya.
Setelah keadaannya sedikit lebih tenang, Aruna kembali berbicara, "Aku akan memikirkan sesuatu"
Sinta mengangguk pelan, "Selama lu mikir, gue bakal cari cara buat mengulur waktu setoran kita"
Aruna tersenyum dan memeluk Sinta, "Makasih, kamu memang sahabatku"
Sinta hanya tersenyum ringan, namun perubahan situasi ini telah menambah beban pikirannya.
…
Beberapa saat setelah Sinta dan Aruna keluar meninggalkan kelas.
Satria mengembalikan buku milik Vina, "Kamu gapapa?"
Vina menjawab dengan wajah muram dan menunduk, "I-Iya, mereka tidak menyakitiku"
"Syukurlah" Satria mulai membaca novel yang ditulis oleh Vina di buku miliknya. Vina ingin segera menghentikan Satria, namun Satria sudah terlanjur membaca beberapa bagian kecil darinya.
Bahkan mata Satria yang mengantuk mulai menunjukkan ketertarikan hanya dengan membaca sedikit.
"Ini novel yang sangat bagus! Semua hal yang kamu masukkan di dalamnya luar biasa. Kamu benar-benar mampu menggambarkan suasana dengan baik, bahkan aku ikut menahan napas tanpa sadar ketika membaca bagian yang menegangkan. Bolehkah aku membacanya saat seluruh bagiannya sudah lengkap nanti? Aku sangat menantikan hal itu"
Begitulah komentar Satria.
Vina tersenyum kecil sambil menunduk agar tidak seorang pun menyadari hal itu, dia benar-benar bahagia ketika ada yang memuji karya miliknya.
"A-Aku akan berusaha menyelesaikannya"
Tingkah Vina yang pemalu memberinya kesan yang manis, namun di balik itu semua, gadis ini menyimpan pemikiran yang luar biasa untuk membuat novel yang hebat. Bahkan menulis novel tidak membuat dirinya menjauh dari peringkat tinggi di kelas.
Banyak orang yang tidak mengetahui bahwa terkadang penulis membutuhkan riset dan materi yang sangat banyak untuk mendukung logika mereka. Pada tingkat paling ekstrim, mereka akan belajar Astronomi, Geografi, Psikologi, dan segudang bidang ilmu pengetahuan lainnya.
Penjelasan yang tidak logis terkadang menerima penghinaan dari pembaca. Dan tidak jarang juga ada orang yang memaksa penulis menulis lebih banyak sedangkan mereka tidak mengetahui usaha keras yang dikerahkan penulis dalam tulisannya.
Penulis juga manusia, mereka memiliki kehidupan sendiri sehingga tidak bisa mereka korbankan hanya untuk menulis novel seharian. Itu tidak manusiawi! Bahkan jam kerja paling umum hanya 8 jam sehari.
Satria tersenyum, dia mengembalikan buku milik Vina. Beberapa saat setelah itu, pandangan Satria mulai gelap dan dia jatuh pingsan.
Bunyi jatuhnya di lantai membuat semua orang terkejut, mereka segera mendatanginya.
Arin merasa penasaran, Risa terlihat khawatir, Ardi berkata, "Sepertinya dia terlalu memaksakan dirinya belakang ini, jadi tidak heran dia tumbang sekarang. Aku akan segera membawanya ke UKS, adakah yang mau membantuku mengurus surat izin untuk Satria? Dia butuh istirahat penuh hingga jam pelajaran hari ini berakhir"
Arin mengajukan diri, "Biarkan aku yang melakukannya"
Ardi mengangguk, meskipun dia meragukan Arin, dia tidak memiliki pilihan untuk menolak saat ini. Satria digotong oleh Ardi dan beberapa anak laki-laki ke ruang UKS sementara Arin pergi ke ruang BK untuk mengurus surat izin.
Vina hanya terdiam sambil terus menyalahkan dirinya sendiri, "Dia pingsan karena menolongku, ini salahku karena aku tidak mampu melindungi diriku sendiri. Aku penakut dan pengecut"
Risa tidak sengaja mendengar gumam Vina. Dia berkata kepada Vina dengan wajah yang meyakinkan, "Tidak apa-apa, itu bukan salahmu. Meskipun Satria tidak menolongmu, aku yakin dia akan tetap pingsan, dia memang terlihat sangat kelelahan sebelumnya"
Vina menjawab, "Kamu sangat hebat, Risa. Kamu kuat, tegar, percaya diri, dan terus maju dengan berani. Aku berharap aku terlahir sepertimu"
Risa tertawa canggung, "A-ahaha, sebenarnya aku dulunya adalah seorang anak yang pemalu dan selalu menutup diri sepertimu. Jangan katakan pada siapapun, ok? Jadikan ini rahasia kita berdua"
"Aku mengerti"
Risa selalu merasa bahwa Vina adalah orang yang sulit didekati, namun ternyata itu hanya karena dia adalah orang yang pemalu dan tidak memiliki rasa percaya diri untuk berteman dengan orang lain. Itu juga merupakan alasan mengapa dia menjadi sasaran bully yang empuk.
Mereka berdua mulai berteman dan bertukar nomor ponsel. Risa berpikir akan lebih baik jika dia melindungi Vina mulai saat ini, sementara itu Vina juga mulai mengenalkan Risa pada novel yang menarik.
Karena sepertinya pilih novel fantasi dan fiksi ilmiah kurang cocok dengan Risa, Vina meminjamkan novel romantis favorit miliknya.
Seperti yang diduga Vina, bahkan Risa yang terkenal tomboi ternyata tertarik dengan hal-hal seperti cinta.
…
Kamar pribadi Ethan.
Dia telah tertidur pulas di depan komputer miliknya. Dia telah bekerja semalaman untuk mengolah rekaman yang didapat dan akhirnya itu telah selesai. Bahkan dia melupakan bahwa dia harus sekolah hari ini.
Ponselnya menyala dan menunjukkan pesan yang dia kirim ke nomor yang tidak diketahui siapa nama pemiliknya karena Ethan tidak menyimpan nomor itu.
[Tirai telah dibuka, waktunya permainan ini berakhir sudah dekat]
Sementara itu, orang itu menjawab…
[Jangan sok puitis as*, tinggal bilang video udah siap aja susah. Gak perlu sok dramatis atau kode2, gue juga ngerti]