Ardhan Cahyo Aji Pamungkas. Pria delapan belas tahun yang sekarang duduk di bangku kelas tiga Menengah ke atas. Dia bukan orang kaya, dia bukan anak pembawa onar seperti kebanyakan anak zaman sekarang. Tapi dia punya otak yang lumayan cerdas.
Memang bukan peringkat pertama di sekolahnya. Bisa dikatakan Ardhan hanyalah anak biasa yang pintar tapi tak neko-neko meski tidak kaya.
Keluarganya hanyalah pedagang biasa yang berjualan di pinggir jalan yang sudah menetap di sebuah perempatan jalan yang memang khusus untuk berjualan. Bapak nya sudah memasuki usia setengah abad. Sedangkan Ibunya lima tahun lebih muda dari Bapaknya.
Ibu Ardhan, Sakinah meski sudah berjualan dengan bapak Ardhan, Barata cahyo aji pamungkas di perempatan jalan, tapi Ibu sakinah masih berjualan jajan dan gorengan setiap pagi menjelang siang yang dititipkan di warung-warung terdekat.
Kehidupan Ardhan terbilang lebih dari cukup. Karena kebutuhannya tercukupi, sekolah yang memadai, dan tentunya Ardhan selalu membantu orang tuanya berjualan.
Ardhan mempunyai seorang adik yang sekarang duduk di sekolah dasar kelas empat. Memang terpaut cukup jauh untuk mempunyai seorang adik laki-laki. Tapi Ardhan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Seperti anak lain yang katanya malu untuk punya adik di umur yang menjelang dewasa ini. Justru Ardhan senang mempunyai adik yang penurut dan senang diajak bermain dan bercanda dengannya.
Ardhan tak muluk-muluk mempunyai cita-cita. Dia hanya ingin kelak bisa bekerja dengan penghasilan yang lebih dari cukup untuk keluarganya, sehingga orang tuanya tak perlu lagi bekerja keras seperti sekarang. Dia hanya ingin membalas semua usaha dan kerja keras orang tuanya yang sudah mulai senja. Ardhan pikir tak seharusnya diumur mereka yang mulai senja ini harus bekerja keras demi membiayainya dan juga adiknya.
Dia ingin segera menyelesaikan
pendidikannya dan mencari pekerjaan yang layak untuknya.
Ardhan selalu bersyukur, sejauh ini Tuhan masih memberikan umur dan kesehatan pada keluarganya. Sehingga tetap bersama sampai seperti sekarang ini.
Anaya Paramitha. Gadis berparas cantik nan baik hati. Dia sebenarnya anak orang berada alias orang kaya. Anaya bukan anak yang manja dan memanfaatkan kekayaan ayahnya. Tapi dia menyembunyikan identitasnya karena takut tak memiliki teman yang tulus padanya. Dia takut masa lalu mempunyai teman yang hanya karena harta nya saja terulang kembali. Sebisa mungkin saat menginjak Sekolah menengah keatas Anaya menjadi anak yang pendiam dan merubah diri menjadi gadis yang biasa saja.
Dia hanya anak tunggal dari seorang pengusaha di kotanya. Dan lagi sekolah yang ia tempati adalah salah satu milik aset perusahaan ayahnya. Dia melarang ayahnya menampakkan diri di sekolah, meski ada rapat walimurid sekalipun. Anaya pun sudah berpesan pada ayahnya untuk mewanti-wanti guru di sekolahnya, yang sudah mengenal ayahnya itu untuk tidak memberi tahukan tentang hal tersebut.
Setiap kehidupan orang punya cerita yang berbeda. Setiap kehidupan tak selalu hanya senang dan bahagia. Kesulitan, kesedihan, keterpurukan pasti selalu mengiringi setiap perjalanan hidup seseorang. Tapi semua tergantung setiap orang yang menghadapinya. Akankah mereka memilih melanjutkan hidup dengan ikhlas dan lapang dada? ataukah mereka memilih menyerah dan pasrah dengan semua yang ada.
Nikmati kisah cerita yang sederhana ini. Kisah yang punya harapan dari sang penulis pada semua para pembaca, agar kisah ini berkenan untuk di baca dan diikuti kisahnya. Penulis sangat berharap bisa menarik semua yang membaca, meskipun akan banyak kekurangan kedepannya. Karena Penulis masih pemula ingin belajar dan berkreasi dengan ide dan pemikiran yang ada.
Selamat menikmati.
Hello readers. Saya pemula disini. harap komen kritik dan sarannya ya. jika ada yang salah komen dong please. Thanks