Untuk pertama kalinya gadis itu merasakan apa yang selama ini dikatakan oleh masyarakat luas tentang sesuatu yang disebut sebagai penderitaan cinta. Penderitaan yang melahirkan perasaan yang tidak pernah dirasakan gadis itu terhadap seseorang yang telah menjadi bagian dari hidupnya namun berujung mengkhianati dirinya dan berpaling dengan yang lain.
"Minum dulu nih," ujar Jade menyodorkan sebotol air mineral pada Ivory.
"Dari mana kamu bisa dapat ini?"
"Aku selalu menyediakannya dalam jok untuk berjaga – jaga kalo aku pulang larut."
"Oh…Ngomong – ngomong kenapa sekarang kamu gak kerja atau kuliah lagi?"
"Kamu masih nanya? Bukankah sudah jelas apa yang kulakukan selama kamu pergi?"
"Ah iya…maaf. Lagi – lagi gara – gara aku ya. Aku ini memang selalu merepotkan orang – orang ya," ujar Ivory menunduk dan merasa menyesal karena sudah meninggalkan keluarganya selama dua tahun dan lebih memilih untuk hidup bersama dengan seorang pria asing yang baru dia kenal tidak lama kala itu, bahkan mempercayai semua kata – katanya begitu saja dikala perasaannya sedang labil dan lebih mengutamakan ego untuk meninggalkan keluarganya, seorang pria yang sekarang justru berbalik mengkhianati dirinya. Jeda keheningan terjadi sesaat ketika mereka menatap lurus ke arah pantai dan sibuk dengan pikirannya masing – masing.
"Kamu benar Jade."
"Hmmm…? Apanya?" ujar Jade melirik Ivory.
"Aku minta maaf karna udah jadi seseorang yang paling egois dan mempercayai orang itu begitu saja. Waktu itu aku udah gak bisa menahan emosiku, apalagi ketika ayahmu yang psikopat itu ingin menghantamku dan menganiayaku. Aku gak bisa berpikir jernih lagi dan hanya memikirkan diriku sendiri tanpa memikirkan perasaan mama ataupun…perasaanmu. Aku…" gejolak dalam batin Ivory seakan kembali menguat dan mengapung ke permukaan, membuat kerongkongannya seakan terhenti dan tidak mampu meneruskan kata – kata. Ia berusaha untuk menahan dan menutup mulutnya agar tidak membuat kegaduhan lagi, namun lagi – lagi rasa sakit itu kembali mengiris dan menyayat hatinya hingga membuat air mata yang telah mengering mengalir kembali membasahi pipinya dan menenggelamkan wajahnya. Bayangan Chelsea yang bercumbu mesra dengan sang kekasih yang selama ini telah begitu dipercayainya terus memenuhi pikirannya.
"Arggghhhhh...!!!!!!!!!! Brengsek...….!!!"
Ingin sekali rasanya Jade mengabaikan gadis itu dan membiarkannya menyendiri agar ia bisa lebih puas meluapkan seluruh perasaannya namun hati pria yang dipenuhi rasa kasih sayang seluas samudera itu membuatnya tidak mampu meninggalkan gadis itu dan kembali menyelimuti tubuhnya yang bagaikan daratan gersang dan tandus. Tak kuasa menahan rasa sakitnya melihat gadis yang sedang begitu menderita itu, ia pun segera memeluk erat tubuh kecilnya dan membiarkannya meluapkan seluruh emosi dan tangisan yang kini telah membasahi kemeja biru Jade.
"Sudahlah Iv, untuk apa lagi kamu sesali? Toh semuanya telah terjadi. Setelah ini, kumohon, simpanlah air matamu dan jangan pernah kamu tumpahkan lagi untuk bajingan seperti dia. Orang seperti itu gak pantas untuk kamu tangisi. Mengerti?" ujar Jade menenangkan serta mengusap kepala gadis itu, berharap hal itu setidaknya bisa sedikit menenangkan dan menyejukkan hati seorang gadis kecil yang begitu disayanginya. Ivory berusaha mengangguk kecil untuk sekedar menghargai usaha Jade meskipun ia tidak mengetahui pasti apakah dirinya sendiri sanggup memenuhi permintaan pria tersebut.
Ivory yang masih merasa enggan untuk kembali ke rumah Robin karena belum terpikirkan olehnya bagaimana ia harus bersikap ketika bertemu dengan pria tersebut nantinya, lantas meminta Jade untuk menemaninya menghabiskan waktu sementara di pantai tersebut. Mereka kemudian larut dalam cerita mengenai keseharian mereka selama Ivory meninggalkan rumah. Tidak ingin membuang waktu, Jade pun berusaha memanfaatkan waktu kebersamaannya dengan gadis itu untuk menghiburnya, mengajaknya bercanda tawa agar gadis itu mampu menghapus bayangan dan rasa sakit dalam hatinya terhadap Robin. Kebersamaan mereka membuat Ivory semakin sadar bahwa sebenarnya jauh didalam lubuk hatinya, ia masih menyimpan rasa sayang dan kerinduan yang mendalam terhadap pria itu. Keduanya masih terlihat bergumul dan memainkan genangan air pantai bagaikan dua anak kecil yang terlihat begitu asyiknya bermain, bahkan akhirnya suara canda tawa kedua insan tersebut seolah mengisi kekosongan dan keheningan pantai, bagaikan dunia seketika hanya menjadi milik mereka. Setelah puas bermain di pantai kini mereka pun kembali ke gubuk milik James yang telah lama mereka tinggalkan seraya bernostalgia mengenai kenangan lama yang telah mereka lalui bersama. Namun ketika memasuki gubuk tersebut, Jade merasa ada sesuatu yang hilang.
"Bukannya seharusnya kemarin di sini ada foto – foto paman dan papa ya?"
"Ah…itu, aku yang mengambilnya untuk kuberikan pada mama."
"Dugaanku benar kalo kamu kemarin pasti ke sini. Ngomong – ngomong aku masih bingung dengan rencana kalian sebenarnya apa sih?"
"Ah iya, aku lupa menghubungi Bibi Cynthia mengenai keadaan semalam. Sebentar, nanti akan kuceritakan."
Ivory seketika teringat dengan lanjutan rencana yang telah mereka susun bersama Cynthia. Ivory segera menanyakan Cynthia mengenai hal – hal yang telah dilontarkan dari mulut psikopat tersebut dalam keadaan tidak sadar. Betapa kagetnya ia ketika mendengar pernyataan Cynthia yang menyebutkan bahwa James ternyata selama ini disekap di rumah lama Nathan dan bahkan Nathan berencana untuk membuang James ke dasar jurang yang jauh dari perkotaan karena ia sudah tidak membutuhkan lelaki itu setelah ia puas mendapatkan apa yang diinginkannya dan setelah ia berhasil memporak porandakan keluarga Smith. Untuk itulah Cynthia meminta kepada Ivory untuk segera mengabari Robin agar mereka bisa segera menyelamatkan James sebelum lelaki itu membuangnya jauh. Ivory segera terkulai lemas setelah ia mengetahui bahwa pamannya ternyata memang masih hidup seperti dugaannya selama ini.
"Ivy, hei…kamu kenapa?" tanya Jade penasaran, namun yang ditanya bukannya menjawab. Gadis itu langsung memeluk Jade seperti saat pria itu masih menjadi kakak tirinya dulu seakan ia sudah terbiasa bermanja dengannya.
"Ternyata paman masih hidup Jade. Apa kamu ingat, lelaki paruh baya yang cacat di kursi roda bersama seorang wanita yang pernah kita temui ketika kamu dulu mengantarku pulang? Ternyata itu benar adalah Paman James," ujar Ivory membuat Jade pun sama terperanjatnya dengan gadis itu.
"Ternyata benar dugaanku selama ini."
"Hah? Kamu juga berpikiran yang sama?"
"Apa kamu ingat ketika aku melampiaskan amarahku sendiri di sini saat kita mencari tau mengenai tulisan surat rahasia tersebut? Saat itu aku udah menduga kalo pamanmu masih hidup setelah aku mencocokkan tulisan dalam surat itu dengan tulisan yang ada dibalik foto – foto kemarin. Kali ini tolong dengarkan penjelasanku. Sebelumnya aku benar – benar minta maaf, karna aku benar – benar gak bermaksud untuk membohongimu. Saat aku mendengar cerita dari mama mengenai pelaku yang telah membunuh papa Enrique adalah ayah kandungku sendiri, aku pun sama kagetnya denganmu. Aku saat itu gak bisa dan gak berani menceritakannya padamu karna aku takut kamu akan jadi menjauh dariku dan ketakutanku itu terbukti setelah kamu mengetahuinya bukan? Lalu setelah aku memprediksikan kalo paman pun masih hidup, aku belum berani menyimpulkan apapun sendiri apalagi memberitahumu, karna aku harus mengumpulkan segenap keberanian dan bukti – bukti untuk mencari kata dan waktu yang tepat agar aku bisa menjelaskannya padamu saat itu sehingga kamu bisa mengerti dan gak menyalahkanku ataupun mama Moniq. Saat itu, mama pun dalam keadaan diancam oleh psikopat itu kalo dia akan membunuhmu seperti apa yang telah dilakukannya pada papa Enrique, hingga mamamu terpaksa memintaku untuk menyembunyikan hal ini juga darimu agar kamu gak khawatir dan bisa tetap fokus pada pendidikanmu. Mama Moniq begitu menyayangimu dan apa kamu tau, setiap kali beliau terpaksa harus memperlakukanmu buruk dan sebaliknya memperlakukan Catherine dengan baik, beliau pun sebenarnya merasa begitu sakit dalam hatinya. Kalo kamu ingat aku pernah memperingatkanmu bahwa apapun yang dilakukan oleh mama jangan pernah salah paham ataupun membencinya karna apa yang beliau lakukan itu adalah demi kebaikanmu. Aku saat itu gak bisa berkata banyak karna mama yang memintaku untuk menyembunyikan rahasia tersebut darimu agar beliau gak kehilangan putri satu – satunya yang begitu disayanginya, meskipun dalam hati betapa inginnya aku menceritakan rahasia itu padamu namun disatu sisi aku pun harus menghormati permintaan mama agar urusannya dengan orang itu gak begitu panjang. Coba kamu bayangkan kalo sampai mama gak menuruti semua permintaannya, lalu orang itu membunuhmu seperti apa yang dilakukannya pada papa, apakah kamu pikir beliau masih bisa bertahan hidup sendirian? Coba kamu pikirkan kembali baik – baik Iv. Aku gak pernah menyalahkanmu andai kamu gak pernah mau percaya padaku, tapi setelah ingatan mama kembali nanti, kamu boleh menanyakan kebenarannya pada mama dan saat itu kamu boleh memutuskan sendiri untuk masih tetap membenciku atau nggak. Tapi satu hal yang perlu kamu ketahui, bahwa aku sama sekali gak pernah berniat untuk membohongimu, mengelabuimu apalagi mengecewakanmu. Aku dan mama melakukan itu semua demi kebaikanmu. Ingat apa yang kukatakan padamu sebelumnya? Sedikit yang kamu ketahui, maka itu akan lebih baik untukmu. Dan sekarang udah terlampau banyak hal yang akhirnya kamu ketahui sendiri, tapi apa yang kamu terima? Rasa sakit bukan? Aku udah berjanji pada diriku sendiri kalo aku gak akan pernah menyakiti seorang wanita yang begitu kucintai karna kalo aku menyakitinya maka itu akan menyakiti diriku sendiri, itu sebabnya ketika kamu meninggalkan mama dan aku lalu kamu lebih memilih untuk mempercayai pria itu, hatiku merasa sangat sakit, hidupku pun seakan terhenti ketika bayanganmu menghilang bersamanya," ujar Jade lirih setelah ia berusaha meluruskan kembali segala kesalahpahaman yang telah terjadi diantara mereka.
"Jade…kenapa kamu baru ceritakan semuanya sekarang?" tanya Ivory menatap pria itu dengan mata yang berkaca – kaca.
"Apa kamu pernah kasih aku kesempatan untuk menjelaskannya?" jawab Jade lirih sembari meraih tangan gadis itu dan meletakkannya dibagian dada kirinya.
"Sekarang kamu rasakan sendiri getaran dalam hatiku. Tatap mataku dan kamu bisa lihat sendiri apakah aku adalah orang yang seperti kamu pikirkan selama ini? Aku…gak pernah berniat untuk menyakitimu, sekalipun gak pernah aku berniat begitu Iv…" ujar Jade lirih dengan mata yang juga berkaca – kaca dan terharu karena gadis itu telah begitu cepat memeluknya sebelum ia menyelesaikan semua perkataannya dan meminta maaf padanya seakan gadis itu telah melakukan dosa yang begitu besar terhadapnya seperti apa yang telah dilakukan olehnya terhadap ibunya.
"Aku beneran minta maaf Jade…aku memang begitu egois, saat itu aku benar – benar begitu emosi dan marah, aku udah gak bisa berpikiran jernih. Maafkan aku…" ujar Ivory masih terisak dan memeluk Jade lebih erat seakan tidak ingin kehilangan sosok pria itu lagi. Ia baru menyadari bahwa selama ini ia kurang menghargai sosok pria yang selama ini sudah hidup berdampingan dengannya sedari ia masih balita. Jade kemudian melepaskan pelukan gadis itu lalu menyeka air matanya seraya menggelengkan kepala.
"Gak ada yang perlu dimaafkan lagi sayang, semuanya sudah berlalu, aku paham situasi saat itu seperti apa. Kamu juga saat itu kan masih remaja SMA labil yang belum memahami urusan orang dewasa yang cukup pelik. Tapi aku benar – benar lega karna sekarang akhirnya kamu bisa mengerti dan mau mendengarkan bahkan menerima penjelasanku. Itu artinya kamu udah memaafkanku kan sekarang?" tanya Jade lirih yang dijawab dengan anggukan Ivory yang kembali memeluknya manja sama seperti terakhir kalinya ia memeluk pria itu. Rasanya ia seperti kembali memeluk sosok seorang ayah yang begitu dirindukannya. Perasaan yang sama pun kembali muncul dalam hatinya ketika ia memeluk erat pria itu, debaran yang dirasakannya kini bahkan terasa lebih cepat dari biasanya. Jade pun mengalami hal yang sama dan terhanyut dalam suasana haru itu. Namun disisi lain, ia merasa seperti ada sebuah beban yang begitu berat telah diangkat dari dalam hatinya. Tanpa disadarinya, ia telah memiringkan kepalanya diatas kepala gadis itu dan tanpa sadar telah mencium rambutnya seperti yang pernah dilakukannya dulu. Kerinduan yang telah dipendamnya akhirnya kini terbayarkan dengan kebersamaannya kembali dengan Ivory dalam pelukannya. Sesaat setelah suasana lebih tenang, Jade menatap lekat gadis itu, tanpa aba – aba dan tanpa sadar ia memajukan tubuhnya kembali dan telah menyatukan bibirnya pada bibir gadis itu lebih dalam untuk sesaat membuat Ivory sedikit kaget dan canggung namun kerinduan yang dirasakannya terhadap pria itu membuatnya kali ini tidak sadar lagi bahkan tidak mampu untuk menolak tubuh pria yang begitu dekat tanpa jarak dengannya. Napas gadis itu seakan terhenti, jantungnya seakan terus berdegup kencang dan tidak karuan, seakan ada suatu perasaan berbeda yang membuat tubuhnya terus bergetar dan mendorong tubuhnya untuk tetap menyatu dengan pria yang begitu disayanginya itu.
"Aku serius dengan ucapanku selama ini Iv… Aku benar – benar mencintaimu, lebih dari aku mencintai diriku sendiri dan kuharap suatu saat akan ada keajaiban yang bisa mengetuk pintu hatimu untuk menerimaku menjadi kekasihmu, dan bukan seorang kakak," ujar Jade lirih setelah melepaskan pagutannya dari gadis itu, membuatnya segera menarik napas dalam hingga ia merasa lebih lega. Ia belum mampu menatap kembali pria itu dan segera memalingkan wajahnya yang pasti sedang terlihat begitu merah. Ia baru menyadari bahwa bisa – bisanya dirinya menerima begitu saja apa yang dilakukan oleh pria tersebut padahal ia masih merasa belum siap untuk kembali bergelut dalam dunia percintaan setelah trauma akan rasa sakit yang dirasakannya pagi itu masih begitu membekas. Ia masih belum mampu menghapus bayangan kedua orang yang terlihat bercumbu mesra itu dari pikirannya.
"Kamu malu ya samaku? Gadis kecilku ini ternyata gak pernah berubah ya, kalo sama yang lain gak begitu, ketika samaku aja baru malu. Ivy, aku paham banget sama perasaanmu saat ini. Kamu tenang aja ya. Aku gak akan memaksamu sekarang dan aku masih sanggup untuk menunggumu. Yang lalu biarkanlah berlalu, yang menyakitkan hati jangan terus dipendam lagi. Ntar jadi penyakit hati loh," ujar Jade mencubit sedikit hidung Ivory meskipun gadis itu masih memalingkan wajahnya, ia lalu mengelus kepalanya manja, membuat hati gadis itu kembali merasakan getaran dan debaran yang hebat berdesir kembali dalam hatinya.
"You don't have to look for any happiness so hard when you are with the right person."