webnovel

Kerinduan dan Kasih Sayang

Pertemuan Catherine dengan kakak satu – satunya yang tidak diinginkan dan tidak pernah dibayangkan olehnya akan terjadi pada hari itu sepertinya tidak hanya berakhir sampai disitu. Cerita nostalgia diantara kedua kakak beradik tersebut kembali berlanjut dan kemudian berbuah menghasilkan kisah cerita yang lebih panjang mengenai kehidupan mereka masing – masing setelah perpisahan diantara mereka terjadi. Tanpa terasa matahari yang sudah hampir kembali ke asalnya di ufuk barat pun perlahan – lahan mulai menghilang dari pandangan dan akan segera digantikan oleh kehadiran sang malam.

"Udah mau gelap loh, kakak masih betah di sini? Ntar ada yang nunggu kelamaan loh di sana."

"Oh iya, hampir lupa. Lama gak ketemu kamu jadinya kangen dan ngobrol sampe lupa waktu. Oh ya, ngomong – ngomong ikut dulu yuk."

"Ke mana lagi Kak?" Jade tidak mau menjawab pertanyaan adiknya lagi dan langsung menarik lengannya untuk mempertemukannya dengan Ivory yang sedang duduk termangu di teras rumah kecil usang itu dan meratapi langit oranye sinar mentari yang masih menyisakan kilaunya yang perlahan akan memudar dan berganti dengan sinar temaram rembulan. Tiba – tiba derap langkah kaki dua orang itu telah mendekatinya dan membuatnya terperanjat.

"Hei, maaf nih jadi nunggu lama. Aku terlalu senang karna pada akhirnya kita bisa menemukan Catherine di sini," ujar Jade bahagia dengan sorot matanya yang berbinar – binar.

"Ah iya Jade, syukurlah. Ngomong – ngomong ada apa nih? Apa kalian ingin mengobrol di sini? Biar aku ke dalam dulu ya," ujar Ivory dingin hendak berlalu melewati kedua kakak beradik tersebut, namun Catherine yang telah mengerti maksud kakaknya yang menarik dirinya untuk menemui Ivory pun segera menghalau kepergian gadis itu dengan mengulurkan tangannya dan tidak memberikan ruang untuk melewati tubuhnya yang sedang berdiri kokoh.

"Sebentar Iv. Ada yang harus aku omongin sama kamu," ujar Catherine segera memeluk Ivory hingga membuat matanya membelalak seketika dan menatap Jade, namun pria itu hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya seraya memberikan sinyal untuk mempercayainya bahwa semuanya akan baik – baik saja.

"Iv, aku mau minta maaf atas semua kesalahanku dulu ya..."

"Deg," hati Ivory seakan berdentum sesaat dan merasa tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.

"Kuakui kalo aku udah banyak berbuat salah padamu dan keluargamu dulu. Aku benar – benar telah dibutakan oleh rasa iri hati dan kedengkianku pada keluarga kalian. Aku terlalu bodoh karna selalu menuruti perintah papa, bahkan aku bekerjasama dengannya untuk menghancurkan keluargamu. Aku berharap setelah ini kita masih bisa menjadi saudara atau sahabat yang baik ya. Itupun kalo kamu mau memaafkanku dan masih mau menganggapku seperti itu. Sungguh, baru sekarang aku menyesali perbuatanku dulu terhadap keluargamu, aku benar – benar menyesal…kumohon, maafin aku Iv…" ujar Catherine yang sudah mulai terisak karena menyesali perbuatannya, membuat Ivory yang masih terheran – heran menjadi tertegun dan terdiam sesaat, namun kemudian kedua tangan gadis itu sudah mulai merambat pada punggung Catherine dan segera melekat lalu mengelus punggung tersebut.

"Iya Cath, gak ada yang perlu dimaafkan lagi juga, semuanya udah berlalu. Lalu, kalo memang aku pernah menyakitimu atau pernah bersalah padamu, aku juga minta maaf ya," ujar Ivory yang dibalas dengan anggukan kepala Catherine sesegera mungkin dengan isakannya dan semakin mempererat pelukannya terhadap Ivory hingga keduanya kini terlihat bagaikan kedua saudara kembar yang seakan telah lama berpisah.

Ivory yang merasa heran dengan Catherine yang tidak menatapnya secara langsung dan hanya menatap lurus ke depan membuatnya bingung sesaat lalu menatap Jade, namun pria itu hanya menggelengkan kepalanya kembali memberikan sinyal bahwa jangan pernah menanyakan hal itu pada Catherine karena ia sendiri yang akan menjelaskannya nanti. Kedua gadis itu kemudian terlihat menghabiskan waktu sesaat untuk berbincang – bincang akrab sebelum kembali ke perkotaan sementara Jade kembali menemui Esther dan anak – anak lainnya sekaligus untuk memberikan ruang bagi kedua gadis itu untuk berkomunikasi dari hati ke hati. Belum pernah Ivory merasakan luapan perasaan bahagia seperti saat itu dan perasaan lega yang membuat rongga dadanya terasa seperti telah terbebas dari suatu benda besar yang selama ini menimpanya, begitu juga sebaliknya yang dirasakan oleh Catherine.

"Aku baru tau ternyata bisa ngobrol dengan wanita sepertimu ada asiknya juga ya Iv. Selama ini aku udah salah menilaimu, gak bisa dipungkiri kalo kakakku semata wayang itu bisa begitu tergila – gila dan cinta mati padamu."

"Idih, apaan sih Cath. Bisa aja kamu ngeledekin aku," ujar Ivory sembari tersenyum malu meskipun Catherine tidak bisa melihatnya, namun ia bisa merasakannya hingga membuatnya terkekeh sendiri.

"Iv, maaf juga ya karna ulah papaku yang bagaikan psikopat itu, kamu dan keluargamu jadi harus menderita. Tapi, aku sungguh menyayangi mama Moniq. Beliau benar – benar udah kuanggap seperti ibu kandungku sendiri, karna sejak lahir aku udah gak ada ibu, jadi baru kali itu pula aku bisa merasakan yang namanya kasih sayang seorang ibu. Tapi sepertinya mama menyayangiku hanya karna paksaan papa. Aku naif banget ya," ujar Ivory lirih dan menunduk.

"Udahlah Cath, gak perlu dibahas lagi soal itu. Aku yakin, kalo mama tau kamu aslinya seperti ini pasti juga bisa menyayangimu seperti anaknya sendiri. Aku juga baru tau kalo kamu ternyata memiliki sisi kepribadian yang ini. Lagian gak ada gunanya lagi kita menyesali masa lalu. Tapi aku bangga dan senang banget karna kamu udah jauh berubah sekarang. Jadi, anggap aja semua yang telah terjadi seakan menjadi pelajaran berharga bagi kita untuk mengintrospeksi diri kita masing – masing agar bisa menjadi lebih baik," ujar Ivory tersenyum namun sayangnya Catherine tidak bisa melihat senyum manisnya itu lagi.

"Iya Iv. Aku ngerti. Semoga kita bisa sama – sama bisa berubah jadi lebih baik lagi ya. Lalu, ngomong – ngomong gimana perasaanmu terhadap Kak Jade sekarang? Apa kamu masih belum bisa membuka hatimu untuknya?"

"Ah itu…Entahlah Cath, aku juga masih bingung sama perasaanku sendiri. Dari dulu aku sebenarnya memang sangat menyayanginya, bahkan ketika aku pergi meninggalkannya pun, aku gak bisa melupakan sosoknya sedetik pun. Bukan cuma kepikiran sama mama tapi aku pun selalu kepikiran dia. Waktu itu aku berpikir mungkin itu karna aku udah menganggapnya seperti kakakku sendiri jadi itu adalah perasaan yang wajar sesama saudara bukan?"

"Kamu salah Iv, terkadang cinta itu sulit ditebak dan gak bisa dilihat. Ketika kamu sedang nggak bersama dengan orang yang kamu cintai, tapi kamu mikirin dia terus dan selalu khawatir sama dia, itu artinya benih cinta dalam hatimu udah mulai tumbuh. Sebaliknya, kamu merasa bahwa kamu telah mencintai seseorang, kalian begitu dekat, namun hatimu sebenarnya jauh darinya dan seolah biasa saja, atau mungkin kamu seakan – akan memaksakan diri untuk mencintainya untuk menutupi perasaanmu sendiri yang sebenarnya terhadap orang yang kamu cintai. Hati itu gak akan pernah salah Iv, ia akan berlabuh pada dermaga yang memang benar – benar tepat baginya. Mungkin untuk saat ini kamu sendiri belum bisa menyadari perasaanmu sendiri. Tapi gak akan lama lagi aku yakin, kamu akan mulai memahami perasaanmu sendiri. Perasaan yang berbeda dari apa yang kamu pikir."

"Apa kamu pernah merasakan itu?"

"Ya Iv, aku pernah menyesali kebodohanku yang gak pernah mengakui perasaanku sendiri pada cinta pertamaku waktu SMA, karna kupikir aku cuma menganggapnya sebagai seorang sahabat dan aku takut kalo aku malah akan merusak persahabatan kami jika aku menerima pernyataan cintanya dan permintaannya untuk menjadi pacarku. Saat itu aku pun takut bahwa perasaan yang kurasakan sebagai seorang sahabat itu akan menghancurkan perasaannya hingga akhirnya aku menyadari bahwa ternyata apa yang kurasakan itu bukanlah sekedar perasaan seorang sahabat terhadap sahabat, melainkan perasaan yang berbeda. Aku mencintainya tapi ketika aku udah mau mengungkapkannya, dia udah pindah keluar negeri dan sejak saat itu, kami gak pernah berkomunikasi lagi hingga sekarang. Untuk itulah, aku gak mau kalo sampai kamu telat menyadari perasaanmu itu, maka kamu akan mengalami rasa sakit yang lebih mendalam lagi. Asal kamu tau Iv, perasaan sakit yang kamu rasakan ketika kehilangan Robin, itu hanyalah perasaan bersalahmu karna kamu udah sempat menolak untuk kembali dengannya dan kamu merasa berhutang budi padanya, apalagi kamu tau bahwa ia begitu mencintaimu bahkan rela berkorban untukmu, lantas kamu merasa bahwa dirimu perlu membalas semua yang telah diberikannya dengan belajar mencintainya, tapi rasa itu akan sedikit berbeda Iv. Coba deh kalo ada waktu senggang kamu pikir – pikir kembali dan kamu pahami sendiri apa yang sebenarnya kamu rasakan. Cepat atau lambat kamu akan segera menyadarinya sendiri Iv."

"Hmm…Baiklah Cath, nanti aku akan coba pahami sendiri dan pikirkan lagi. Thanks ya," ujar Ivory tersenyum namun ia kembali terperanjat ketika mendengar suara berdehem seorang pria yang begitu dikenalnya dari balik punggungnya.

"Ehem…Gadis – gadis ini lagi bahas apa sih di sini dari tadi serius banget sampai – sampai ada yang gak ingat waktu pulang lagi nih," ujar Jade melirik Ivory yang segera mengangkat lengan kirinya untuk menatap angka yang ditunjukkan oleh arloji besi berwarna hitam keemasannya hingga membuatnya terbelalak dan kaget seketika.

"Astaga! Udah jam delapan lewat, kita harus segera balik sekarang Jade. Perjalanan kan jauh."

"Maka dari itu aku ke sini untuk menjemput princessku yang dari tadi serius banget ngobrolnya. Cath, kamu yakin gak mau ikut kami?" Catherine hanya menggelengkan kepala dan tersenyum.

"Nggak kak, kalian pulang aja. Aku beneran udah betah dan nyaman banget di sini. Lagian aku takut papa akan menemukanku lalu menarikku kembali. Kalian hati – hati ya, kalo ada waktu senggang jangan lupa mampir," ujar Catherine sembari memeluk Jade dan Ivory bergiliran.

"Iya Cath, kamu juga jaga diri baik – baik di sini. Kalo ada apa – apa hubungi kakakmu ini. Tadi nomor ponselku udah kuberikan pada Bu Esther. Kalo kangen, telepon tuh. Jangan dipendam – pendam sendiri," ujar Jade seraya mengacak – acak rambut adiknya itu, membuatnya kembali merasa bersalah dan menyesal karena jarang memperhatikan ataupun memberikan kasih sayang yang lebih kepada adiknya dulu.

"Idih, apaan sih kak? Gak malu apa sama Ivory?" ujar Catherine mendengus kesal.

"Hahaha…sama kakak sendiri kok malu sih Cath. Ya udah, kami balik dulu ya, jaga dirimu dan kamu juga bisa hubungi aku kalo kamu mau. Sampai jumpa lagi ya," ujar Ivory semangat.

Ivory dan Jade akhirnya segera meninggalkan panti asuhan tersebut dengan perasaan lega, meskipun mereka masih merasa keberatan karena harus meninggalkan Catherine di tempat kumuh tersebut. Perkataan Catherine seakan terus terngiang dalam benak Ivory membuatnya hanya menatap lurus ke depan jalanan dan terlihat seperti melamun serta terdiam membisu. Ada perasaan yang mengganjal dalam hatinya dan membuatnya terus berpikir apakah selama ini ia merasakan hal yang sama seperti apa yang dikatakan oleh Catherine.