Tidak pernah ada yang mengatakan bahwa perpisahan dengan seseorang yang sangat berarti dalam hidup kita itu indah. Jikalau pun ada, itu hanyalah merupakan pelipur lara sesaat yang dikumandangkan oleh orang – orang yang tidak pernah merasakannya ataupun tidak memiliki hati nurani, dan hanya untuk membohongi orang lain maupun diri sendiri. Hanya saja untuk saat ini, rasanya Ivory ingin sekali bertemu dengan seseorang yang mampu mengumandangkan padanya kata – kata tersebut, agar setidaknya rasa sakitnya bisa berkurang dan bisa membuatnya merasa lebih baik hingga ia tidak perlu merasakan sakit akibat lubang dalam hatinya yang kini terbuka menganga seakan sesuatu yang selama ini memenuhi ruang tersebut telah keluar dan menghilang untuk selama – lamanya. Seketika ia melihat beberapa botol wine yang masih bersegel baru tersimpan dan terkunci rapat dalam lemari ruangan pria tersebut. Wine favorit Robin yang selalu disimpannya untuk mengisi waktu kosongnya dikala gundah atau ketika pria itu merasa begitu penat. Entah setan apa yang merasukinya, setelah menyambar botol wine tersebut ia segera meneguknya hingga habis berlanjut segera menghabiskan botol lainnya tiada henti, membuat keadaannya kini serasa bagaikan berada di awan tinggi dan melayang, serta bagaikan sedang ada di alam khayalan yang begitu indah dan membuatnya segera meracau kalimat tidak jelas dan berkomat kamit serta tertawa bebas sendiri.
Siang itu, Jade yang sudah tiba di depan kantor tempat Ivory bekerja sempat menunggu gadis itu untuk waktu yang cukup lama padahal seharusnya gadis itu telah bisa memulai jadwal perkuliahannya yang sempat tertunda. Merasa ada yang masih mengganjal didalam hatinya, ia segera membiarkan motornya bertengger di halaman parkiran dan memasuki kantor tersebut untuk menanyakan resepsionis letak keberadaan ruangan Ivory dengan alasan telah membuat janji pertemuan dengan gadis itu. Mendengar nama tersebut membuat resepsionis itu segera memberikan izin padanya untuk bertemu dengan gadis itu dan menuntun tamunya ke ruangannya karena ia tidak mau berurusan panjang dengan sang pemilik ruangan yang selama ini begitu ditakuti dan disegani mereka. Ini adalah pertama kalinya bagi Jade melihat ruang kerja gadis kesayangannya itu, namun pemandangan yang didapatkannya bukanlah sebuah ruangan yang diisi dengan interior kantor yang tertata rapi, melainkan pemandangan interior ruang kantor yang bagaikan kapal pecah akibat badai yang diciptakan oleh gadis itu sendiri. Bau alkohol yang memenuhi ruangan ber-AC tersebut pun terasa menyengat, bahkan ia juga sempat melihat sebuah foto seorang pria bermata abu silver sedang memeluk mesra gadis blonde bermata biru disebuah bianglala dengan senyum bahagia yang menghiasi wajah mereka.
"Jadi ini alasanmu untuk kembali ke kantor Iv? Untuk melampiaskan semua rasa sakitmu karna kehilangan pria itu? Apakah cinta dihatimu untuknya udah sebegitu besarnya?" ujar Jade seraya menggendong tubuh Ivory yang sedang terkapar di lantai ke sofa yang terpampang dengan megahnya, kemudian ia segera membantu menyusun seluruh peralatan kantor dan alat tulis yang sudah berantakan di lantai akibat amukan gadis itu. Ivory yang masih setengah sadar segera mendengarkan suara dan melihat tubuh sosok seorang pria dari belakang yang sedang menyusun barang di dalam ruangan lalu segera bangkit dan memeluk tubuh pria itu dalam keadaan mabuk berat.
"Aku tau kamu pasti akan kembali ke sini Rob. Apakah aku telat untuk menyambutmu? Maafkan aku yang udah sempat mengabaikanmu sebelumnya. Aku udah memaafkanmu dan kita akan segera kembali bersatu. Kamu gak akan pergi meninggalkanku lagi bukan?" ujar Ivory sesenggukan dan masih memeluk erat tubuh Jade hingga membuat pria itu sedikit kesusahan untuk bernapas dan telah memutar tubuhnya menghadap gadis itu.
"Ivy…Ini aku, Jade. Aku bukan Robin. Sadarlah…dia udah…" belum sempat menyelesaikan perkataannya, Ivory sudah mendorong tubuh pria itu ke sofa dan segera menyatukan bibirnya dengan pria tersebut sebagai pelampiasan rasa rindunya terhadap Robin yang terus memenuhi pikirannya. Namun Jade yang menyadari bahwa gadis itu sedang berada dalam keadaan mabuk berat dan tidak ingin memanfaatkan kesempatan hanya karena Ivory menganggapnya sebagai sosok Robin, membuatnya segera melepaskan pagutannya dan menjauhkan tubuh gadis itu.
"Ivy! Sadarlah! Ini aku Jade. Aku bukan Robin! Please kamu jangan begitu lagi, pria itu udah meninggal! Daripada kamu seperti ini terus, mending kita pulang sekarang," ujar Jade segera menarik lengan gadis itu dan membawanya pulang melewati lift yang berada tidak jauh dari ruangan dari arah yang berlawanan agar tidak ada staf lainnya yang melihat keadaan gadis itu. Jade berusaha keras menopang tubuh gadis yang hampir ambruk itu agar tidak terlalu menyolok mata bagi staf lainnya dan segera membawa gadis itu. Namun, keadaan Ivory yang sedang dalam keadaan mabuk berat itu tidak mampu membuatnya bertahan hingga sampai ke rumah. Rasa sesak dan panas serta mual di dadanya segera memuncak dan membuat gadis itu memuntahkan seluruh cairan dari perutnya yang belum diisi sejak pagi tadi, ditambah lagi ia terlampau banyak meneguk alkohol sebelumnya. Jade segera menghentikan motor di dekat sebuah taman asri yang berada tidak jauh dari rumahnya. Ia segera menatap prihatin gadis itu. Kondisinya saat ini benar – benar kacau. Rasanya ia tidak bisa memaksakan diri untuk membawa gadis itu pulang. Ia segera menuangkan sedikit air mineral ke dalam mulut gadis itu agar ia bisa merasa lebih baik setelah memuntahkan isi perutnya. Mungkin udara segar taman tersebut akan membuat gadis itu merasa lebih baik batinnya. Ia kini telah duduk di samping Ivory seraya menyandarkan kepala gadis itu pada tubuhnya yang sedikit kurus. Ia kemudian mencium rambut gadis itu dan memeluknya erat meskipun gadis itu kini sudah terlelap.
"Apa yang bisa kulakukan untuk menyembuhkan rasa sakitmu ini Iv? Aku begitu khawatir setengah mati sama keadaanmu yang seperti ini tau nggak? Kenapa kamu terus begini Iv? Apa begitu berat bagimu untuk kehilangan pria itu?" ujar Jade lirih dan bergumam sendiri. Tidak berapa lama kemudian, Ivory tiba – tiba merasa tersendak lalu terbatuk – batuk hingga terbangun dan merasa seakan kepalanya sedang ditimpa oleh benda berat. Jade yang merasakan ada pergerakan di tubuhnya karena gadis itu telah terbangun membuatnya terperanjat lalu mengarahkan wajah gadis itu untuk menatapnya lekat.
"Kamu gak apa – apa kan Iv?"
"Kita lagi di mana?"
"Di taman. Tadi aku mau mengantarmu pulang, tapi rupanya kamu udah muntah duluan di tengah jalan jadi aku gak berani bawa kamu pulang dulu dalam keadaan begini takut buat mama khawatir."
"Aku…muntah?"
"Iya, nih, lihatlah kelakuanmu. Karna hasil muntahanmu membuat kemejaku jadi kotor sekarang dan aku jadi gak bisa ke kampus deh."
"Ah…maaf…aku…gak sadar kalo aku malah jadi muntah gini."
"Dan kamu kenapa gak bilang kalo kamu belum sarapan tadi pagi? Lalu sok – sokan minum wine di kantor hingga mabuk dan akhirnya muntah seperti ini? Apa kamu tau betapa khawatirnya aku melihat kondisimu tadi? Untung aja aku segera membawamu keluar dari sana. Kalo misalnya ada staf lain yang menemukanmu dalam keadaan seperti tadi kan kamu juga yang malu," ujar Jade sedikit emosi terhadap gadis itu.
"Umm…maaf Jade, aku khilaf dan gak sadar. Lalu aku melakukan apa lagi tadi? Apakah aku menyakitimu?"
"Ya, kamu menyakitiku dengan terus – terusan memikirkan pria itu hingga membuat keadaanmu kacau seperti sekarang ini seakan – akan kamu ini udah kehilangan seluruh semangat hidupmu. Ke mana Ivory yang aku kenal dulu? Hanya karna pria itu kamu jadi lemah sekarang! Padahal kemarin aku sampai ketakutan melihat sikapmu yang udah berubah menjadi beringas. Tapi ternyata cintamu terhadap pria itu lebih besar ya, sampai – sampai bisa membuatmu mabuk kepayang seperti ini bahkan sampai rela menyakiti dirimu sendiri? Berapa kali kukatakan padamu kalo kamu menyakiti dirimu sendiri itu artinya kamu juga menyakiti aku dan mama. Apa kamu masih belum mengerti sampai sekarang Iv? Sadarlah. Kamu cuma kehilangan seorang kekasih yang baru kamu kenal dua tahun yang lalu, tapi kamu masih punya kami semua yang udah hidup bersamamu selama puluhan tahun dan kami semua sangat menyayangimu dan mencintaimu. Apa kamu gak pernah sekalipun merasakan perasaan kami terhadapmu? Apa pria itu lebih berarti bagimu daripada kami semua? Kalo kamu memang mau menyusul pria itu, aku akan ikut bersamamu. Agar kamu puas dan gak akan seperti ini lagi," ujar Jade yang sudah berdiri dan melepaskan pelukannya dari tubuh gadis itu karena merasa semakin kesal mengingat perbuatan yang dilakukan oleh Ivory terhadapnya di ruangan tadi yang membuat gadis itu menyakiti dirinya sendiri. Kemarahan Jade yang sudah tidak bisa dibendung membuat gadis itu terdiam lalu isak tangisnya kembali terdengar.
"Aku…aku pun gak tau kenapa aku bisa jadi seperti ini Jade…aku merasa bersalah pada diriku sendiri yang begitu bodoh karna aku udah mengabaikannya kemarin dan bahkan menolak untuk kembali menjadi kekasihnya sebelum itu terjadi meskipun akhirnya aku menerimanya kembali karna dia sempat mengatakan kalo itu adalah harapan terakhirnya karna dia udah gak punya banyak waktu…" ujar Ivory kembali terisak.
"Sudahlah Iv, berhentilah menangisi pria itu. Semuanya udah terjadi. Bukannya aku melarangmu, tapi aku hanya berharap kamu bisa segera mengikhlaskan kepergiannya, menatap ke depan dan memikirkan orang – orang disekitarmu. Masih banyak yang begitu menyayangimu Iv. Kamu masih punya aku, mama, paman dan bibi. Mereka semua sangat sangat menyayangimu, apakah kamu tau itu? Aku harap ini adalah terakhir kalinya aku melihatmu menyakiti dirimu sendiri lagi. Kalo kamu seperti ini lagi, maka aku pun akan mengikuti caramu untuk menyakiti diriku sendiri agar kamu bisa tau dan bisa rasakan sendiri sakitnya melihat orang yang kita cintai sedang tersakiti. Dan mungkin kamu baru puas jika orang – orang terdekatmu mati berdiri melihat keadaanmu yang seperti tadi itu," ujar Jade kesal.
"Jangan pergi Jade, aku...kali ini aku akan lebih berusaha lagi. Kumohon, bantu aku untuk mengikhlaskan dan melupakan semua rasa sakit itu Jade. Aku gak mau kalian tersakiti terus hanya karna keadaanku yang seperti ini," ujar Ivory lirih dan menarik kemeja Jade yang berjalan menjauh seakan ingin meninggalkan gadis itu sendirian jika ia memang masih ingin melepaskan semua dahaga yang menyesakkan hatinya. Jade segera berbalik dan menatap iba gadis yang sedang dipenuhi oleh kesedihan itu, hingga membuat hatinya kembali luluh dan tidak tega lalu kembali untuk memeluk gadis itu erat.
"Gadis bodoh. Siapa yang akan pergi meninggalkanmu? Hanya pria bodoh yang akan pergi meninggalkanmu dan aku gak mungkin menjadi salah satunya. Kamu itu satu – satunya harta yang paling berharga dalam hidupku, mana mungkin aku meninggalkanmu begitu saja. Mulai hari ini, aku akan membantumu melupakan semua rasa sakit itu. Kamu bisa saja menyimpan Robin jauh dalam lubuk hatimu, namun hanya sebagai kenangan indah, lalu segeralah buka cakrawala dunia baru melalui kedua bola mata ini dan menggunakan mata hatimu agar ia bisa terisi kembali dengan keindahan dan udara segar yang baru. Dan jika cakrawala dunia itu telah mampu menyembuhkan luka dalam hatimu, maka bukalah kembali pintu cakrawala itu dan isilah dia dengan cinta yang baru. Apa kamu udah mengerti maksudku Iv?" ujar Jade dengan intonasi yang sudah kembali melembut, namun gadis itu segera menganggukkan kepalanya menandakan bahwa ia telah mengerti maksud perumpamaan pria tersebut.
"Terima kasih untuk semuanya…" ujar Ivory lirih.
Setelah merasa lebih baik, Jade membawa gadis itu pergi untuk mengisi perutnya yang sudah kosong dan segera menukar pakaian mereka di toilet restoran, meskipun hal tersebut sempat membuat tamu disekitar memandang mereka aneh namun mereka tidak mau mengambil pusing akan pandangan orang - orang tersebut. Ivory yang sembari mengisi perut kosongnya segera menceritakan rencana yang telah disarankan oleh atasannya untuk membantu dirinya membalaskan dendam pada Nathan dan ia kini mendapat respon positif dari pria tersebut. Disisi lain, James yang merasa suntuk pun mengajak Cynthia untuk membawanya ke tempat yang telah begitu lama ditinggalkannya. Akhirnya taksi yang membawa mereka pun menunggu kedua insan yang akan menghabiskan waktu di tempat tersebut. Tidak ada tempat lain yang mampu menghibur James selain Gubuk Rahasia Cinta miliknya, tempat dimana ia pernah menghabiskan waktu bersama dengan keluarga kesayangannya dan menyimpan berbagai rahasianya. Sesampainya di tempat tersebut, James segera meminta Cynthia membawanya ke tempat yang ditunjukkannya menggunakan kursi roda yang baru saja dibelinya hari itu juga.
"Tempat apa ini sayang?"
"Gubuk Rahasia Cinta. Tempat aku mengumpulkan dan menyimpan berbagai rahasiaku bersama dengan keluarga yang begitu kucintai. Ayo, kita masuk dulu. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu," ujar James menggenggam tangan istrinya yang sedang menuntunnya untuk memasuki gubuk tersebut dan ia yang menjadi pemandunya. Ketika ia memasuki tempat tersebut, ia merasa heran karena tidak menemukan satu pun fotonya dengan Enrique yang diduganya telah dikumpulkan oleh keponakannya sendiri untuk mengembalikan ingatan ibunya pada saat amnesia. Ia seketika melihat sekeliling lalu mengambil sebuah sekop kecil miliknya untuk menggali tanah yang mengubur sebuah kotak kayu rahasia tempat ia menyimpan rahasia besarnya. Ia segera mencari sertifikat apartemen pemberian Enrique kepadanya dulu yang berada tidak jauh dari rumah Enrique sebelumnya yang kala itu telah diberikan kepadanya dengan mengatasnamakan dirinya.
"Ini adalah pemberian Enrique yang paling berharga untukku sayang. Aku sengaja menyimpannya di sini agar psikopat itu gak bisa menemukannya. Bahkan aku belum pernah menjualnya karna ini merupakan kenangan satu – satunya yang paling berharga dari adik kesayanganku itu. Setelah ini kita akan kembali ke sana bersama mereka. Kamu gak keberatan kan kalo kita harus pindah kembali ke sana?"
"Nggak dong sayang, mereka sekarang udah jadi keluargaku juga. Aku akan selalu mendukung sepenuhnya keputusanmu," ujar Cynthia menyatukan keningnya pada kening pria itu.
"Baiklah kalo kamu setuju. Makasih banyak sayang. Selama ini aku belum pernah membahagiakanmu, maka mulai saat ini aku ingin kamu menerima hadiah pemberianku ini. Karna toh udah gak ada gunanya kita bersembunyi terus dalam rumah kecil itu, orang itu tetap bisa melacak keberadaan kita. Tapi kali ini aku akan meminta penjaga keamanan kenalanku dulu dengan Enrique untuk membantu menjaga apartemen kita sayang. Sebelumnya, aku ingin minta maaf ya, karna selama ini telah membuat hidupmu jadi susah. Bahkan kita bertemu pada waktu yang nggak tepat, dimana kamu harus melihat dan merawatku dengan keadaan yang seperti ini," ujar James lirih dan mengelus kepala wanita itu.
"Justru ini adalah waktu yang tepat untuk kita bertemu, takdir yang membawaku kembali padamu. James, kuharap ini adalah yang terakhir kalinya aku mendengarmu menyatakan hal tersebut. Sungguh, aku gak pernah merasa dibebani oleh keadaanmu yang seperti ini. Dari dulu, aku udah mencintaimu apa adanya. Gak peduli bagaimanapun keadaan kita, selama ada kamu di sampingku, aku akan selalu berbahagia sayang," ujar Cynthia seraya memeluk James begitu juga sebaliknya.
"Terima kasih banyak sayang. Aku juga selalu mencintaimu dari dulu hingga sekarang, bahkan sampai nanti kita menua bersama," ujar James telah mengecup mesra wanita itu. Setelah mereka saling melepas rindu satu sama lainnya, James menyusun kembali semua berkas – berkas, namun tiba – tiba ia melihat sebuah kumpulan dokumen yang terlihat berbeda dari dokumen yang pernah disimpannya dulu. Dokumen yang terlihat berbeda milik siapa batinnya.