webnovel

02. Penculikan Enrique

Selama Roderick jatuh sakit, Enrique begitu sabar merawat orang tuanya yang tidak pernah bisa ditebak kapan akan sembuh dari sakitnya itu. Tidak pernah sekalipun Enrique menuntut atau mengeluh. Baginya mungkin itu memang sudah takdirnya untuk dipertemukan dengan kedua orang tua angkatnya yang sekarang agar ia bisa mengurus mereka. Siapa sangka, tidak lama setelah diadopsi oleh kedua orang tuanya dan rasanya baru saja tidak lama ia merasakan kasih sayang dari kedua orang tua yang utuh dan baru mengetahui apa itu keharmonisan keluarga, lalu tiba – tiba saja musibah ini sudah meluluhlantakkan semua kebahagiaannya hanya dalam sekejap mata. Tidak ada yang tersisa lagi untuknya. Bukan berarti ia menginginkan harta kekayaan, namun bagi seorang Enrique yang hanya mendambakan kehidupan sederhana dan bahagia, segala sesuatu yang musnah tidaklah berarti baginya kecuali keluarganya, yang merupakan harta yang paling berharga. Ia sangat mengasihi ayahnya, terlebih lagi setelah kepergian ibunya. Ia baru merasakan ternyata begini rasanya kehilangan seseorang yang amat berarti dalam hidup kita. Enrique berharap, ia tidak akan kehilangan ayahnya juga. Maka dari itu, ia pun berusaha semakin gigih untuk mengupayakan kesembuhan Roderick dan membawanya untuk berobat kesana kemari.

Berbagai cara pun diupayakan olehnya asalkan ayahnya bisa pulih kembali. Ia tidak tega melihat keadaan ayahnya seperti yang sekarang dihadapannya ini, tidak berdaya sama sekali. Untuk makan dan minum saja pun sudah tidak mampu, bahkan keadaannya yang semakin parah menyebabkan kepala Roderick semakin miring ke kanan dan mulutnya pun terus mengeluarkan air liur tanpa bisa berbicara sepatah katapun. Ia tidak mengerti mengapa ayahnya yang sebelumnya sangat kuat dan gagah perkasa harus mengalami penyakit parah seperti ini secara mendadak. Obat – obatan yang diresepkan oleh dokter spesialis saraf otak pun hanyalah mampu membantu meringankan dan mengurangi rasa sakitnya, namun tidak ada indikasi - indikasi yg menandakan bahwa ayahnya akan segera sembuh dari penyakit tersebut. Betapa ia ingin mengupayakan berbagai cara termasuk itu terapi atau operasi, namun tetaplah dana yg ia peroleh hanya bisa terbatas pada pengobatan resep yang diberikan oleh dokter karena menurut diagnosa dokter pun, dengan kondisi kelumpuhan yang terjadi pada Roderick sekarang, terapi atau operasi pun sudah percuma karena semua saraf otaknya sudah terputus dan sudah tidak berfungsi lagi sehingga lambat laun akan membuatnya kehilangan memori sedikit demi sedikit. Enrique merasa sangat terpukul dengan kenyataan tersebut dan hanya bisa mengupayakan yang terbaik bagi sang ayah. Selama beberapa bulan ia masih terus mengupayakan hal yang terbaik untuk sang ayah namun pada akhirnya takdir berkata lain.

Pagi itu, sebelum berangkat kerja, betapa kagetnya ketika Enrique mendapati ayahnya yang sudah terbujur kaku di kursi roda dalam keadaan kepalanya menunduk miring ke bawah dan mengalami mimisan yang tidak berhenti di area hidung. Tanpa berpikir panjang lagi, Enrique pun segera melarikan sang ayah ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama. Namun semuanya sudah terlambat. Ternyata, ayahnya sudah tidak sanggup bertahan lagi karena ternyata pendarahan sudah terjadi pada saraf otak bagian belakangnya. Dengan keadaan seperti itu, siapapun tidak akan mampu bertahan. Roderick Blizz pun kini dinyatakan sudah tiada. Sakit sekali. Itu yg dirasakan oleh Enrique sekarang. Seakan udara yang begitu padat langsung memenuhi rongga dadanya hingga ia kesulitan untuk bernafas dan mencerna keadaan yang sedang terjadi dihadapannya. Semuanya terjadi dengan begitu cepatnya. Hiruk pikuk rumah sakit yang penuh dengan dokter, perawat yang berlari ke sana kemari ketika sedang mengurus pasien gawat darurat, aroma rumah sakit yang terasa sangat menyengat dan menusuk hidung, dentingan jarum jam, suara bip alat pembantu pernafasan yang dipasangkan ke area hidung ayahnya kini semuanya terdengar diam membisu. Hanya keheningan yang kini ia rasakan. Keheningan tersebut bercampur dengan dinginnya suasana di sekitar, entah karena pendingin ruangan yang begitu menusuk hingga ke dalam tulang atau memang karena cuaca di luar pun sedang berada di suhu terbawah karena musim dingin yang sedang berlangsung pada saat itu. Semua yang ada disekitarnya kini berubah menjadi bayangan - bayangan tidak jelas dan ia tidak bisa melihat maupun mendengarkan ataupun merasakan dengan jelas semua keadaan yang ada disekitarnya. Ia hanya bisa duduk terdiam, terpaku lemas tidak berdaya melihat semua bayang - bayang yang sedang bergerak ke sana kemari bagaikan kunang – kunang di mata yang sedang berputar - putar. Padahal kunang – kunang yang ia lihat tersebut merupakan sekumpulan perawat dan petugas di rumah sakit yang sedang sibuk mengurus jenazah ayahnya dan melepaskan semua alat pembantu medis yang tadinya dipasangkan pada beberapa bagian tubuh ayahnya. Hingga ketika salah seorang dokter menepuk bahunya untuk memanggil dirinya, seketika kesadarannya sudah diambang batas dan bukannya menjawab, ia malah seketika ambruk dan terjatuh di kursi ruang tunggu koridor rumah sakit yang terletak tepat di depan pintu Unit Gawat Darurat tersebut. Dokter dan perawat yg ada disekitarnya segera mengambil tindakan cepat untuk membantu mengembalikan kesadaran Enrique. Untungnya, menurut dokter itu hanya merupakan efek kelelahan dan trauma berat atas kejadian yang menimpa anak muda itu akhir – akhir ini. Dokter pun memastikan kesadarannya akan segera kembali normal selang beberapa jam kemudian.

Beberapa jam pun berlalu, dan kini kesadaran Enrique telah kembali. Sesaat ia sempat bingung di mana dirinya sedang berada. Setelah diberitahu oleh perawat yang sedari tadi merawatnya, akhirnya ia pun mendapatkan jawaban atas pertanyaannya. Ia pun segera diminta oleh perawat di sana untuk mengurus segala administrasi dan pemakaman untuk ayahnya. Ia pun bergegas mengurus segala sesuatunya sendirian dan akhirnya Roderick dimakamkan di sebelah ibunya. Sembari melihat kembali batu nisan ayah dan ibunya, Enrique terlihat sangat berduka sendiri tanpa siapapun yang menemaninya. "Ayah, ibu, kini aku sendirian lagi. Bagiku, meski kalian bukan orang tua kandungku, namun waktu yang tidak lama ini sejak kita bersatu dan sejak hari dimana kalian memilih untuk mengadopsiku, aku telah menganggap kalian sebagai orang tuaku sendiri. Berkat ayah dan ibu, akhirnya aku bisa merasakan indahnya memiliki keluarga yang utuh dan harmonis. Aku janji, akan sering – sering berkunjung ke sini lagi. Semoga kalian mendapatkan tempat terbaik di surga-Nya." Seraya meninggalkan areal pemakaman dengan langkah kaki yang berat, terbersit lagi dalam pikirannya, satu hal yang membuatnya bingung dan ia benar – benar tidak tahu harus bagaimana setelah belakangan ia menghadapi berbagai masalah orang dewasa yang cukup pelik itu sendirian diusianya sekarang yang masih remaja. Ia yang awalnya berharap agar bisa menemukan kebahagiaan utuh setelah dipertemukan dengan sebuah keluarga bahagia, namun naasnya semua mimpi itu harus berakhir kandas dalam kurun waktu yang hanya tidak berapa lama. Ia benar – benar bingung. Setelah ini, ia harus bagaimana? Ia akan tinggal di mana? Siapa lagi yang bisa ia percaya? Apakah ia harus kembali ke panti asuhan itu lagi atau harus melanjutkan kehidupannya di sini?

Belum sanggup memikirkan lebih jauh tentang apa yang harus ia lakukan, tiba – tiba ia kedatangan seorang tamu. Pria dengan kepala botak tinggi besar separuh baya dengan kacamata kecilnya yang tebal berbingkai hitam, dan menurut pandangan Enrique, mungkin pria itu seusia mendiang ayahnya dan pria itu berpenampilan sangat rapi, elegan, dengan pakaian berjas hitam yang menutupi kemeja putih dan berdasi corak garis – garis hitam merah di dalamnya. Diliriknya lagi hingga ke bagian bawah kaki pria tersebut yang sedang memakai sepatu hitam kulit formal model pantofel dengan desain beberapa utas tali kecil yang terlihat sangat rapi dibagian tengah menunjukkan kesan bahwa sepatu tersebut merupakan sepatu yang cukup mahal. Pria paruh baya ini didampingi pula oleh seorang pria yang terlihat lebih kurus darinya dan juga perawakannya lebih muda dari ayahnya beberapa tahun, dan ia pun berpenampilan hampir sama dengan pria paruh baya yang berbadan tinggi besar tadi, bedanya ia lebih pendek darinya dan memiliki sorot mata yang sinis dengan rambut yang disisir rapi ke bagian atas dan tengah. Mereka berdua diapit juga oleh seorang wanita yang seusia pria kedua tersebut, penampilannya cukup elegan dan mewah dengan setelan hitam panjang yang menyerupai winter coat dengan model rok, kerah terbuka sedikit dan lengan panjang serta dilingkar dengan sebuah tali kain bahan yang sama warna dibagian pinggang lalu didesain dgn resleting yang sengaja dijahit terbuka sedikit dibagian samping dada kiri namun masih tertutupi oleh kerah bagian dalam yang lebar yang dipadukan dengan legging hitam dan memakai sepatu boot hitam, lalu ia juga memakai topi baret wol yang dilengketkan pita berwarna hitam juga dengan dihiasi sedikit brukat disekelilingnya sehingga semakin menunjukkan sisi elegan dan misterius wanita ini. Ia mulai berpikir, siapa sebenarnya mereka dan apa tujuannya ke sini untuk mencarinya? Rasanya ia bahkan belum kenal dekat dengan siapapun sejak ayah dan ibu angkatnya membawanya ke ibukota negara kangguru ini. Ia hanya kenal beberapa staf tempatnya bekerja dan itu pun hanya sebatas kenal dan belum dekat sebab ia hampir tidak punya waktu untuk berbicara banyak dengan mereka pada saat jam kerja. Wanita tersebut mulai membuka suara dan menanyakan dirinya sesuatu yang membuatnya sangat terkejut dan terheran - heran. "Mungkin kamu tidak tahu siapa kami dan bagaimana kami bisa mengenali kamu, anak kecil. Tapi rasanya kamu pun tidak perlu tahu siapa aku, dan kedua orang ini. Tujuan kami ke sini, sederhana, hanya ingin menanyakanmu di mana tua bangka itu menyimpan brankas kesayangannya?" Saking terperanjatnya, Enrique langsung refleks menjawab, "Maaf Bu.." "Madam! Panggil saya Madam Rose." Belum selesai berbicara, wanita itu sudah langsung menyelanya. "Baik Madam Rose..umm..tapi maksud anda brankas apa ya? Saya tidak tahu menahu soal itu." Terlihat wanita itu memberikan sinyal dengan permainan mata kepada kedua pria yang berwajah cukup sangar di sampingnya untuk segera meringkus Enrique dan segera membawanya kembali ke rumah. Selama perjalanan, Enrique dibuat tidak sadarkan diri dan kepalanya dibungkus dan diikat dengan kain hitam. Sesampainya di rumah, Enrique sudah dibuat sadarkan diri, namun ia masih tidak bisa melihat apa – apa karena wajahnya masih ditutup oleh kain hitam tersebut. Yang hanya mampu ia rasakan ialah dingin. Bukan dingin karena cuaca di luar namun karena dirinya yang sekarang sedang dalam keadaan basah kuyup, mungkin karena dia diguyur oleh hujan di luar sebelum ia sampai di tempat di mana ia berada sekarang, akan tetapi ini sedang musim dingin bagaimana mungkin ada hujan, pikirnya. Setelah kain hitam pembungkus wajahnya tersebut dibuka ia begitu kaget mendapati sekelilingnya. Rasanya ia sudah tidak asing dengan tempat tersebut. Benar sesuai dugaannya, kini ia sedang berada di dalam kamar ayahnya, berarti ini adalah rumah ayahnya. Ia merasa senang seketika karena berharap bahwa mereka mungkin adalah orang – orang baik yang berusaha untuk menolongnya dan membawanya pulang. Namun ia kaget karena mendapati ember kaleng berisi air di sebelahnya, berarti ia tadi disirami oleh mereka menggunakan air tersebut. Lalu, tiba – tiba saja sebuah surat dilayangkan dihadapannya beserta dengan sebuah bolpoin hitam metal yang berlapisan ukiran emas dengan ujung runcing dan desain yang sangat elegan. Bahkan hanya sebuah bolpoin pun begitu berkelas pikirnya. Tapi apa makna dibalik ini semua, batinnya.

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation! Thank you and enjoy your reading.

Like it ? Add to library!^_^

linajapardycreators' thoughts