Namun kalau mau terus terang sebenarnya setiap saat Hati Haji Somad itu selalu mengadu pada Tuhannya atas ke tidak becusan nya dalam menjaga amanah yang telah dititipkan pada nya yang berupa anak.
Meski terlihat biasa-biasa dalam keseharian namun dalam relung hati, Haji Somad selalu minta ampun dan memohon agar supaya anaknya yaitu si Fajar masih diberi kesempatan untuk berubah, entah kapan itu waktunya, semua sudah di pasrahkan kepada-Nya.
Perkara sekarang dia tidak mau menerima Fajar untuk pulang itu tidak lebih dari caranya supaya Fajar mau merenungi tindakannya yang salah itu.
Kembali ke Nenek Aminah.
Keesokannya Nenek Aminah terlihat sudah mulai berkemas-kemas, sementara Andi yang semalaman tidur masih belum terlihat keluar dari kamarnya.
Hingga kira-kira pukul delapan pagi Andi baru bangun dan langsung menuju kamar mandi, setelah selesai buang air kecil Andi kembali ke ruang tengah, dan melihat Neneknya yang terlihat sudah rapi lengkap dengan barang bawaannya.
"Jam segini kok udah rapi to Nek, emang Paman mau jemput jam berapa?" Tanya Andi pada Neneknya tersebut.
"Ya katanya jam delapan," jawab Nenek Aminah.
Sambil melihat jam di dinding Fajar berucap.
"Lha sekarang udah jam delapan."
Baru saja Fajar selesai bicara tiba-tiba terdengar suara mobil berhenti.
Nampak Paman Burhan turun dari mobil dan langsung bergegas masuk rumah.
"Assalamu'alaikum ...." ucap Paman Burhan mengucapkan salam.
"Wa'alaikumsalam ..." jawab Nenek Aminah.
Sementara Andi hanya terlihat bengong tidak mau menjawab salam dari Pamannya tersebut.
Setelah mencium kedua tangan Ibu nya Paman Burhan lalu menyalami keponakannya si Andi.
"Di rumah saja kamu Ndi?" Sapa Paman Burhan.
"Iya Man, jam segini kok udah nyampe sini emang jam berapa berangkat dari rumah?" Jawab Andi sambil balik tanya.
"Paman kan kebetulan habis dari kantor PLN wilayah untuk laporan, jadi sekalian jemput Nenek," jawab Paman Burhan pada ponakannya itu.
"Lha kamu sendiri gimana mau tetap tinggal disini atau mau ikut Ibumu ke Bandung?" Balas Paman Burhan.
"Disini aja Man," jawab Andi singkat.
"Kan enakan Ikut Ibu to Ndi, di sana kamu bisa ikut-ikut bantu di Pabrik Ayah kamu," ucap Paman Burhan mencoba menasehati Andi.
"Lha dari pada kamu disini mesti kerja jadi pedagang buah, udah gitu di rumah sendiri, kan enakan kumpul bareng orang tua di sana?" Imbuh Paman.
"Ah, gak enak disana, enakan juga disini, bebas," balas Andi yang seolah seperti menyepelekan nasehat dari Pamannya itu.
Mendapat jawaban dari ponakannya seperti itu, Paman Burhan pun tidak melanjutkan nasehatnya.
Sebenarnya dia juga sudah tau bahwa menasehati Andi seperti tidak ada gunanya, tapi bagaimana pun juga Andi tetap lah Anak dari Kakaknya sendiri yang dimana dia juga berkewajiban untuk menasehati.
Sementara itu sang Nenek terlihat hanya diam di sebelah anak bungsunya tersebut.
Tidak lama kemudian Paman Burhan pun segera bertanya kesiapan Ibunya untuk berangkat.
"Gimana Bu, dah siap?" Ucap Paman.
"Sudah," balas Nenek Aminah yang terlihat sudah memangku tas bawaannya.
"Ya udah le... Nenek mau berangkat kamu jaga diri baik-baik, kalau mau keluar rumah jangan lupa pintu dan jendela ditutup dan dikunci," pesan Nenek Aminah pada Cucunya tersebut.
Andi tidak menjawab cuma terlihat sedikit mengangguk.
Akhirnya Nenek dan Paman Burhan pun berangkat, tinggallah Andi seorang diri di rumah.