webnovel

Chapter 26

Romeo mendelik. "Kata siapa aku sibuk sendiri? Aku main game ini karena tugas dari Juliet tauuu! Kamu tidak tahu apa-apa mending jangan berkomentar!" cerocos Romeo sambil menjulurkan lidahnya ke arah Arthur.

Arthur memutar bola matanya. "Lah bodo amat! Aku tidak peduli," sanggahnya. "Kamu tidak mau bertemu dengan Juliet memangnya?"

Romeo mengedikkan bahunya, lalu kembali sibuk dengan game dress-up yang sedari tadi dimainkannya. Matanya berbinar terang ketika ia mendapatkan dress paling cocok untuk tokoh perempuan yang ada di game itu. Ia yakin sekali jika Juliet pasti akan terlihat sangat menawan jika mengenakan dress yang didominasi gliter seperti yang ada di game tersebut.

"Romeo, kamu yakin tidak mau bertemu dengan Juliet?" tanya Arthur sekali lagi.

"Tidak mau, ah. Aku takut jika nanti ketahuan lagi," jawab Romeo dengan sendu.

Ia jadi mengingat bagaimana lelahnya ia dan Juliet berlari dari kejaran satpam sekolah. Juliet bahkan sampai tidak sanggup untuk berlari lagi lantaran kakinya terasa begitu pegal dan nyeri. Jika saja Arthur tidak mengalihkan perhatian satpam sekolah ke arah mereka, mungkin saja mereka tidak akan ketahuan.

Tunggu dulu ... Arthur?

Romeo memukul bahu Arthur dengan keras—dua kali lebih keras dari pukulannya yang tadi—saat mengingat jika penyebab kesialannya adalah teman satu kamarnya itu.

"Ah, aku baru ingat sekarang! AKU KEMARIN KETAHUAN KAN GARA-GARA KAMU, BRENGSEK!!!" umpat Romeo sambil terus memukul Arthur hingga membuat Arthur bangkit berdiri dan menjauh darinya untuk menghindari pukulannya yang membabi-buta.

"Sabar woi!" pekik Arthur sambil mengusap-usap tubuhnya yang terasa nyeri karena pukulan Romeo. Laki-laki itu meringis sembari mengusap tengkuknya dengan salah tingkah. "Aku terpaksa melakukannya karena ...."

"Karena apa?"

Arthur memutar otaknya untuk mencari alasan yang masuk akal dan tepat. "Karena ...."

"Apa?" desak Romeo yang tidak sabaran.

"Karena refleks, tentu saja!" kilahnya. Tak mungkin jika Arthur berkata bahwa ia mengkambing hitamkan Romeo dan Juliet demi melindungi Alice. Bisa-bisa Romeo semakin emosi atau bahkan mencurigai jika ia dan Alice memiliki hubungan secara diam-diam. Akan jadi panjang urusannya nanti.

"Tadi malam aku sudah mengantuk lalu menunjuk ke sembarang arah. Siapa suruh kamu dan Juliet berada di tempat yang kutunjuk!"

Romeo ternganga. "Dari mana juga aku bisa tahu jika kamu akan menunjuk ke arahku dan Juliet. Kami sudah bersembunyi cukup lama di sana dan hampir saja berhasil kabur jika bukan karena kamu."

"Tetap saja kamu seharusnya tidak berdiri di sana! Jika kamu bersembunyi di tempat lain pasti tidak ada yang ketahuan, bukan?"

"Jadi, maksudmu ini semua salahku? Begitu?"

Arthur meringis, kemudian mengangguk pelan. "Iyalah. Siapa lagi memangnya jika bukan kamu?"

Romeo menepuk dahinya. Ia benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Arthur yang sembrono ini.

Bagaimana bisa Arthur menyalahkannya atas kesalahan yang sama sekali tidak dia perbuat? Jika ada satu orang yang pantas disalahkan atas kejadian semalam, orang itu pastilah Arthur, bukan Roemo dan Juliet. 'Aneh sekali Arthur ini,' pikir Romeo dalam hati.

"Dengar, kali ini aku mengajakmu pergi menemui Juliet untuk menebus kesalahanku yang kemarin. Kamu mau, kan, bertemu dengan Juliet?" tanya Arthur dengan wajah berseri.

Romeo menggeleng. "Tidak mau. Nanti bisa-bisa aku ketahuan lagi dan kamu berhasil kabur seperti kemarin."

"Aku janji tidak akan membiarkan kamu ketahuan atau pun meninggalkan kamu seperti kemarin. Ayolah, memangnya kamu tidak merindukan Juliet? Bukannya kalian belum bertemu hari ini?" bujuk Arthur.

"Memang, sih, aku belum bertemu dengan Juliet hari ini," jawab Romeo sambil mengusap dagunya dengan jari telunjuknya. Ia kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ah, tapi aku tidak mau bertemu dengan Juliet."

Arthur mendesah. "Memangnya kamu tidak rindu?"

"Rindu, sih ...."

"Lantas apa lagi yang kamu tunggu?"

"Arthur, aku bukannya tidak mau bertemu dengan my baby Juliet. Aku hanya takut jika kami ketahuan lagi. Badanku saja rasanya masih sangat pegal sekarang. Jika harus kejar-kejaran dengan pak satpam lagi, sepertinya aku bisa mati muda," jelas Romeo.

"Yang namanya cinta itu butuh perjuangan, Roro Jonggrang!" celetuk Arthur.

Yah, memang benar cinta itu butuh perjuangan. Tapi, jika perjuangan yang harus dilakukan Romeo justru malah membuat Juliet ikut menderita, sih, mending tidak usah dilakukan. Lagipula, ia bisa menghubungi Juliet dengan cara yang lain, bukan?

"Aku bisa video call jika aku merindukan Juliet," balas Romeo dengan penuh percaya diri.

"Memangnya video call bisa mengobati perasaan rindu?"

"Bisa!" seru Romeo. "Aku bisa melihat wajah cantik Juliet, itu sudah bisa mengobati rasa rindu yang kurasakan."

"Tapi rasanya pasti berbeda. Kamu tidak bisa menyentuh atau memeluk dia," ujar Arthur. Laki-laki itu terus memprovokasi Romeo agar mau bertemu dengan Juliet.

Bagaimana tidak? Ia juga butuh bantuan Romeo untuk bertemu dengan Alice. Jika Romeo tidak mau, maka rencananya untuk melihat kondisi Alice akan gagal total. Selain karena ia tak tahu di mana letak kamar asrama Alice, ia juga tak punya nomor handphone Alice untuk bertanya mengenai hal itu. Saat ini memang hanya Romeo harapannya.

Sementara itu, Romeo justru mengendus sesuatu yang mencurigakan karena Arthur terus membujuknya untuk menemui Juliet. Padahal jelas-jelas Juliet adalah kekasih Romeo, namun kenapa justru Arthur yang lebih ingin menemuinya? Hmm, jangan-jangan ....

Romeo menyipitkan matanya. Ia menatap Arthur dengan tatapan penuh rasa curiga. 'Hmm, kenapa Arthur ngotot sekali ingin bertemu dengan Juliet? Oh! APA JANGAN-JANGAN ARTHUR INGIN MEREBUT JULIET DARIKU???!' tanya Romeo dalam hati.

Romeo terkesiap dengan mata mendelik tajam ke arah Arthur. Dalam hati ia berkata, 'Aku harus memperingati Juliet tentang hal ini!'

"Bagaimana Romeo? Kamu mau bertemu dengan Juliet, kan?"

Romeo menghembuskan napas panjang. "Baiklah, ayo kita pergi." Ia akhirnya setuju karena tak ingin kalah langkah dari Arthur. Ia harus memberikan Juliet peringatan sebelum gadis itu memilih untuk berpaling darinya.

Setelah mendapat persetujuan dari Romeo, Arthur segera mengganti piyama yang dikenakannya dengan kaus oblong dan celana panjang, Romeo pun melakukan hal yang sama. Tak lupa mereka menyisir rambut dan mengecek penampilan mereka sekali lagi sebelum keluar dari kamar. Tak mungkin, 'kan, mereka menemui pujaan hati mereka dengan penampilan yang buruk?

Saat hendak menutup pintu kamar, Romeo teringat akan sesuatu. Ia pun kembali masuk ke dalam kamar, memaksa Arthur untuk menunggunya di luar. Laki-laki itu lantas melongokkan kepalanya ke bawah tempat tidur sambil meraba-raba lantai untuk mencari sesuatu.

Setelah menemukan benda yang dicarinya, ia langsung menyembunyikan benda tersebut di balik kaus yang ia kenakan, lalu menyusul Arthur untuk keluar dari kamar dan melancarkan aksi mereka.